06 Maret 2009 | By: nsikome

DI PERSIMPANGAN

Seminggu kembali berganti....
Tanpa terasa, aku harus posting lagi,
Semoga, friends masih setia menanti,
Dan terus setia pada blog-ku ini.....
:-):-)-:)-:)

With Love, N.Sikome


DI PERSIMPANGAN

By : N. Sikome


" Selamat malam...Jane ada ? " sebuah suara mengucapkan salam. Andra mengangkat kepalanya dari buku Matematika yang semenjak satu jam lalu dia tekuni. Si pemilik suara ternyata adalah seorang cowok bertampang innocent dengan senyum manis, tengah menggenggam seikat bunga mawar kuning segar didepan pintu rumah yang tak tertutup. Mm....seperti difilm--film romantis aja, pake bawa bunga segala ! Andra berkata dalam hatinya.
" Jane ada didalam kamarnya, masuk dulu...nanti saya panggilkan, " tawar Andra mempersilahkan. Cowok itu hanya mengangguk perlahan, lalu duduk dengan gaya canggung.
" Oh ya, saya harus bilang siapa yang datang pad Jane ? " Andra berbalik
" Bilang aja Steve, Mbak " jawabnya sopan, namun tak urung membuat Andra menggerutu dalam hatinya, Mbak...emangnya aku udah kelihatan tua, apa ? gadis itu lalu melangkah kearah kamar adiknya. Jane tengah telungkup diatas tempat tidurnya saat Andra memasuki kamar yang selalu berantakan setiap saat itu.
" Jane, ada yang cari tuh ! Steve, " Andra memberitahu. Yang ditujukan suara malah cuman cuek bebek sambil terus membuka-buka majalah bulanan Disney nya.
" Jane....ada yang cari kamu didepan, kok gitu sih ? " Andra mulai marah melihat kelakuan adiknya yang memang manja itu.
" Suruh dia pulang aja, Kak. Bilang sama Steve, Jane udah punya pacar baru, dan nggak sudi lihat tampangnya FOREVER titik !! " Jane mulai ngamuk. Membuat Andra jadi lebih heran dengan tingkah adiknya itu. Dia hanya menggeleng, lalu kembali keruang tamu. Nampa disana, Steve tengah duduk menanti, masih dengan seikat mawar ditangannya.
" Dik Steve, si Jane kayaknya lagi ngambek saat ini, dia katanya nggak mau ketemu sama kamu, emangnya ada apa sih ? kamu lagi marahan ya, sama si manja itu ? " tanpa malu-malu Andra langsung mencecar cowok itu dengan pertanyaan. Sebenarnya dia merasa tak pantas untuk bertanya seperti itu, apalagi pada seseorang yang baru dikenalnya. Namun, rasa ingin tahunya yang agak-agak diluar batas normal mengalahkan semua itu.
" Anuu..Jane mungkin marah karena sabtu kemarin, saya janji mau datang kesini, tapi nggak jadi karena kakek saya sakit, dan Mama mengajak saya untuk mennjenguk kakek di desa " tutur cowok itu pelan. Andra membelalakkan matanya, si manja itu emang keterlaluan tingkahnya, masak si Steve nggak jadi datang karena menjenguk kakeknya yang sakit, langsung di diemin begitu.
" Tapi kamu bilang kan ke Jane, kalo kamu nggak bisa datang ? " tanya Andra penuh selidik
" Iya, sehari sebelumnya malah, tapi Jane kelihatannya nggak senang " Steve menunduk sedih. Andra mendadak kasihan melihat tampang imut cowok itu, kelihatannya seperti menderita banget.
" Ya udah, Steve, sekarang kamu pulang aja. Nanti aku akan mencoba untuk membujuk si manja...eh maksudku, si Jane, " putus Andra
" Bener, Mbak ? makasih sebelumnya, ya ?! " wajah Steve bersinar lagi. Entah kenapa hati Andra ikut senang melihat senyum cowok bertampang innocent itu. Steve berdiri, lalu menyalami Andra,
" Mbak... "
" Panggil saja Andra, " potong gadis itu cepat, kelihatannya agak kaku mendengar cowok imut itu menyapanya dengan sebutan 'Mbak'.
" Sekali lagi, thank's ya, An, tolong bunga sekalian bunga ini dikasih ke Jane, kalau dia nggak mau terima, Mbak...eh Andra ambil aja, " suara Steve terdengar lucu saat dia mengucapkan kata-kata itu, tak urung membuat Andra tersenyum.
Hingga motor cowok imut itu hilang diujung jalan, Andra masih terpaku didepan pagar rumahnya. Entah mengapa, senyum Steve mengingatkannya pada seseorang, Danny. Namun gadis itu dengan cepat menepiskan semua pikiran-pikiranyang mulai muncul dikepalanya tentang Danny. Untuk apa lagi dia memikirkan cowok itu, toh sekarang Danny sudh tak sendiri lagi, sudah ada seseorang yang telah ditakdirkan untuk mendampingi hidupnya. Andra rela, namun tak urung kisah pedih itu menyisakan sebuah luka yang hingga saat ini masih menganga lebar dihatinya, membuatnya menolak tawaran lebih dari selusin cowok yang ngin menjadi pacarnya. Andra selalu menolak dengan alasan ingin konsentrasi dulu ke kuliahnya.
" Kak An, siapa sih yang datang pake motor tadi ? " suara Jill, adiknya yang paling bungsu menyadarkan Andra dari lamunannya.
" Oh itu...namanya Steve, katanya sih dia pacaran sama si manja " jawab Andra
" Pacaran sama si manja, tapi kok Kak Andra yang nganterin ? " selidik Jill
" Abis si manja lagi ngambek, nggak mau ketemu sama Steve, jadi aku yang nganterin, "
" Ya ampun tu anak...cowok keren gitu di sia-siakan, ntar kusambar baru tahu rasa !! " seloroh Jill genit.
" Yee...emangnya motor ? pake acara sambar segala !! " Andra menjitak kepala adiknya pelan, sambil terkekeh geli. Mereka berdua lalu berjalan berbarengan memasuki rumah.
" Ngapain kamu dua ketawa-ketiwi kayak gitu ?! " baru saja Andra dann Jill hendak naik ke teras rumah, si manja Jane sudah menghadang didepan pintu
" Emangnya kita-kita nggak boleh ketawa ? sirik yeee !! " Jill yang pada dasarnya emang gampang naik darah langsung sewot.
" Pasti lagi ngomongin Steve ! " tuduh Jane
" Ini anak, asal banget deh mulutnya ! emang kenapa kalau iya ? " Jill malah menantang, mereka berdua memang dari kecil nggak pernah bisa akur biar cuma sehari.
" Sudah...sudah...kalian ini, nggak bisa akur biar cuman semenit, ya ? sudah masuk sana !! " Andra memutuskan untuk melerai keduanya,soalnya bulan lalu dia terpaksa memanggil si Parno, tukang kebun tetangga sebelah buat misahain si Jill sama Jane yang saking serunya berantem, rambut keduanya sudah pada terlingkar-lingkar ditangan masing-masing dan susah untuk dilepasin lagi. Jill dan Jane saling mencibir lalu masuk kedalam rumah. Andra hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kedua anak itu. Kata orang, anak kembar itu susah banget untuk dipisahin biar cuma semenit, tapi yang ini aneh, nggak cuman kembar aja, wajah Jill dan Jane susah banget untuk dibedakan, namun keduanya semenjak kecil kayak Tom and Jerry aja, selalu bertengkar setiap ada kesempatan.
Andra tengah mengatur bunga-bunga segar di dalam vas-nya saat telpon berdering. Dia tahu, kalau nggak ada gunanya mengharap seseorang datang dan mengangkat telpon itu, apalagi Jill atau Jane ? agak enggan gadis itu melangkah ke meja telpon.
" Hallo...bisa bicara dengan Andra ? " terdengar suara cowok diseberang sana, menyapa.
" Ini Andra sendiri, siapa ya ? " gadis itu heran, soalnya jarang banget ada cowok yang nelpon cari dia dirumah, semenjak Danny..ah ! hati Andra kembali perih.
" Ini Steve, yang kemarin itu.... " ternyata pacar si manja
" Steve ! apa kabarnya nih ? mau bicara sama Jane, ya ? " tanya Andra
" Eng...enggak...cuman mau bicara sama kamu, boleh kan ? " suara Steve merendah
" Kok sama aku ? bener nih nggak mau bicara sama Jane ? " tawar Andra
" Aku sudah putus sama Jane... " ujar Steve, Andra kaget setengah mati mendengar ucapan cowok itu, kan belum lagi seminggu yang lalu si Steve ngobrol di rumah.
" Ah..kenapa ? " tak urung ucapan Steve membuat Andra penasaran
" Jane yang mau putus, katanya aku nggak masuk kategori cowok idamannya, " Steve berucap getir, membuat Andra makin terheran-heran saja, apalagi mendengar alasan Jane yang nggak masuk akal itu, kayak lagi milih barang aja.
" Trus...kamu-nya nggak apa-apa ka ? " Andra merasa kasihan juga dengan anak itu
" Sakit sih, tapi nggak apa-apa, itu kan udah biasa, " ucapan Steve membuat Andra kagum, kuat juga tu anak.
" Trus, kenapa kamu mau bicara denganku, Steve ? "
" Mmm....boleh nggak aku ketemu sama kamu ? tapi jangan dirumahmu, aku nggak enak sama Jane. Ada yang mau aku omongin sama kamu, " suara Steve seperti memohon. mungkin dia mau ngomong tentang Jane, pikir andra.
" Boleh, gimana kalo besok jam 4 sore si Sunset Cafe, aku pulang kuliah agak cepetan soalnya, " usul Andra
" Ok, makasih sebelumnya ya An... " suara Steve terdengar gembira, telpon lalu ditutup.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, Andra masih nongkrong di depan komputernyya, dia sedang chatting.
>Skywalker<: Gue mau ketemu kamu, An, besok boleh ?
Andra tertawa kecil, si Skywalker emang udah lama jadi temen chattingnya. Katanya sih, dia cowok. Cuman salahnya dia nggak pernah mau bilang nama aslinya, tapi yang pasti dia sekota dengan Andra, kelihatan dari IP-adress nya. Dulu Andra pengen ketemu dia, tapi si Sky nggak pernah mau. Sekarang malah dia yang mau ketemu sama Andra.
>Skywalker<: Boleh, tapi gue punya janji besok, sorry yach....
>Andra<: Janji sama siapa ? dimana ? boleh ikutan dong ?!!
Andra merasa geli, si Skywalker emang aneh, tapi juga lucu dan baik. Sudah hampir setahun Andra chatting dengannya, dia jadi tempat curhat Andra, dan anehnya dia selalu kasih solusi yang bagus. Waktu problem dengan Danny dulu, si Sky yang rajin ngasih nasehat unntuk tabah de el el.
>Andra<: Boleh, janjiannya di Sunset Cafe. Pake baju apa biar gue gampang liat kamu ?
>Skywalker<: Gue bawa bunga mawar merah plastik aja, ya ? udah ngantuk nih...sampe ketemu besok di Sunset Cafe, ciaoo...
Skywalker langsung menghilang. Andra jadi kesal setengah mati, padahal dia baru mau nanya banyak hal. Sky memang selalu begitu, namun Andra suka gayanya yyang memang agak-agak penuh misteri itu.
Sunset Cafe masih sepi. Saat Andra memasuki ruangan yang dominan dengan warna hijau pastel itu, nampak Steve tengah duduk di sudut dekat meja bar.
" Udah lama nunggu, Steve ? " tanya Andra begitu sampai dihadapan cowok itu
" Nggak, baru aja kok. Sorry ya, udah ngerepotin kamu, " ucap Steve meminta maaf
" Nggak apa-apa, aku sekalian juga janjian sama teman disini, "
" Oooo..... " bibir Steve membentuk huruf O besar, Andra lalu memutuskan untuk langsung ke pokok masalahnya
" Kamu mau ngomong apa sama aku, Steve ? "
" Aku nggak mau ngomong apa-apa, aku hanya mau kasih ini ke kamu " Steve menyodorkan selembar kertas. Dengan heran Andra meraih kertas putih itu, dia langsung mengenalinya, itu kan lembaran Diary-nya.
" Kok bisa sampai ke tangan kamuu, Steve ? " Andra merasa privacy nya terusik, lagian, apa maksud Steve memperlihatkan lembaran Diary yang berisi curhatnya tentang rasa suka dia pada Skywalker.
" Aku mau kasih ini juga sama kamu, " Steve mengeluarkan sesuatu dari dalam ransel kecilnya. Andra terperangah, setangkai mawar merah plastik.
" Lembaran kertas itu kudapat didalam tas Jane, waktu tasnya teringgal didalam mobilku dulu " terang Steve. Andra terbungkam, dia tak bisa percaya dengan semua ini, benar-benar sebuah kebetulan yang langka. Andra memang suka nulis puisi, dan fans pertamanya si Jane. Makanya dari dulu anak itu suka nyolong lembaran Diary Andra, yang berisikan puisi karya gadis itu. Dibelakang kertas yang berisi curhatnya tentang Skywalker memang ada sebuah puisi.
" An, kamu nggak marah kan ? " Steve meraih tangan Andra lembut. Gadis itu tak tahu harus bilang apa lagi, semuanya terlalu mendadak dan tak bisa dipercaya. Steve dengan Jane, Skywalker sebenarnya adalah Steve, Andra jatuh cinta pada Skywalker...
" Aku nggak tahu harus ngomong apa, Steve... " akhirnya Andra membuka suara juga. Pelan dia menarik tangannya dari genggaman Steve, hatinya mulai kacau lagi, dia merasa sudah menemukan sesuattu yang hilang pada sosok Skywalker, namun saat dia mengetahui kenyataan yang sebenarnya bahwa Steve adalah Skywalker, serta isi Diary Jabe yang sempat di bacanya tadi pagi tentang rasa cintanya pada Steve, Andra jadi bingung.
" An... " suara Steve memohon
" Beri aku waktu ya, Sky...eh Steve...aku nggak bisa ngomong sekarang tentang itu, " Andra lalu berdiri dan melangkah pergi dari situ, hatinya semakin gamang, dia ingin berteriak. Mengapa selalu dia yang harus menghadapi pilihan-pilihan sulit ? dulu dia harus memilih antara Danny dan kuliahnya, dan kini rasa cintanya dan perasaan adiknya sendiri ? mengapa dia harus selalu berdiri disebuah persimpangan, yang selalu membingungkan ?
28 Februari 2009 | By: nsikome

PUISI TAK BERTUAN

Setiap manusia di dunia ini tidak ada yang dilahirkan sama. masing-masing memiliki perbedaan dalam hal apapun juga. Homoseksualitas dan Lesbianitas, warianitas-hehe (is it correct? masih bingung juga aku dgn penyebutan..) adalah sesuatu yang masih sangat tabu dibicarakan di negeri ini, karena dianggap sebagai orang-orang yang menyimpang. Pengalaman aku bersahabat dgn mereka-mereka itu membuat mataku terbuka, bahwa mereka adalah manusia, that's it..just like me, or YOU...Tuhan menciptakan mereka untuk sebuah alasan, dan jika menurut kepercayaan agama kita masing-masing itu salah, maka biarlah itu menjadi tanggung jawab pribadi mereka dengan TUHANnya masing-masing, kita tak punya hak untuk menghakimi, karena kita juga hanya manusia biasa yang sudah pasti tak luput dari kesalahan dan kelemahan....For note: Cerpen ini sudah pernah di publikasikan di sebuah majalah terkenal di Indonesia, tapi sayang sekali alur ceritanya di robah, atas alasan "etika"..


PUISI TAK BERTUAN

By : N.Sikome


Janganlah menantang angin
Kau takkan pernah jadi pemenang
Usahlah bertikai dengan badai
Kau hanya kan terberai
Percayalah kepada takdir
Karna kau tak bisa menolaknya
Tapi kejarlah cinta yang kau rasa,
Hingga di garis batasnya......

Jade menghela napasnya panjang-panjang. Ini adalah yang kedua kalinya dia menemukan lembaran kertas berwarna hitam yang bertuliskan puisi dengan tinta perak.
" Ri, kamu yakin nggak kenal dengan tulisan tangan ini ? " tanya Jade pada sahabat sebangkunya. Riri untuk yang kesekian kalinya meraih lembaran kertas berwarna hitam itu, dan mengamatinya secara seksama.
" Menurut aku Jade, yang punya tulisan ini bukan berasal dari kelas kita. Soalnya, aku kenal, kok, hampir semua tulisan tangan anak-anak dikelas ini " Riri memberikan pendapatnya. Jade mengeluh kesal dalam hatinya. Sudah dua minggu ini pikirannya hanya terisi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang siapa si penulis puisi-puisi itu. Jade bahkan pernah menghabiskan satu malam dengan duduk didekat jendela kamarnya sambil menebak-nebak siapa si penulis iseng itu.
Si Danny emang suka sama Jade, bahkan seisi sekolah mereka tahu tentang hal itu. Gimana semua nggah tahu ? abisnya si Danny norak banget, sih ! pake teriak-teriak 'I Love You, Jade ' dari atas atap sekolah, terang aja semua pada heboh.
Namun, itu pasti bukan Danny. Wong si Danny setiap kali ulangan atau di kasih PR sastra bikin puisi, nilainya selalu dibawah nol.
Dalam hati gadis itu mengakui, bahwa puisi-puisi itu bagus juga, walau dia tak terlalu mengerti kemana arah dan maksud dari rangkaian kata-kata itu, dan mengapa ditujukan buat dia.
Sedangkan yang paling mengganggu adalah, sepertinya si pemilik puisi tanpa nama itu sengaja tak ingin memperkenalkan identitasnya. Tak pernah ada inisial yang bisa membuat Jade menebak siapa penulisnya, hanya ada goresan puisi, yang selalu ditulis diatas kertas warna hitam dengan tinta perak.
Sebulan sesudah itu, Jade telah menerima lebih dari dua belas buah puisi. Masih tertulis diatas lembaran-lembaran kertas hitam, dengan tinta perak. Pernah satu kali gadis itu mencoba memasang perangkap, dengan dibantu Riri sobatnya. Maksud mereka adalah ingin memergoki si pemilik puisi yang secara rutin menyelipkann lembaran hitamnya kedalam buku-buku milik Jade. Namun, sampai mereka berdua kesemutan menunggu, si pemilik puisi tak datang-datang juga. Sepertinya dia tahu bahwa mereka sedang menunggu dirinya.
" Aku yakin Jade, si penulis puisi itu adalah teman kamu ! " tutur Riri sok yakin saat Jade mengungkapkan rasa penasarannya. Gadis itu memang satu-satunya tempat curhat Jade semenjak hari pertama dia masuk sekolah ini.
" Kamu tahu darimana, Ri ? " jade tertawa kecil melihat tingkah sahabatnya yang berlagak seperti seorang peramal itu.
" Yah gampang Nona manis.... kalau bukan orang yang kenal kamu dan kamu kenal, bagaimana dia bisa tahu kapan saat yang tepat untuk menaruh puisinya, agar nggak ketahuan ? " terang Riri ber-logika ria, membuat Jade manggut-manggut membenarkan.
" Kamu udah punya daftar tersangkanya, Ri ? " tanya Jade, kayak polisi saja.
" He...he...he...kamu nanyanya kayak polisi aja, Jade ! " mereka berdua alu saling pandang dan tertawa berderai.
Dua bulan begitu cepat berlalu. Jade masih tetap menerima secara ruti puisi-puisi itu. Namun dia sudah mulai belajar untuk tidak memperdulikan semuanya. Apalagi, dua minggu pertama kemunculan puisi-puisi itu, nilai-nilai ulangan Jade sempat jeblok gara-gara sibuk menebak dan mencari sang pengirim, hingga lupa belajar. Jade lalu memutuskan untuk tidak memperdulikan lagi puisi-puisi itu serta siapa pengirimnya.
Apalagi sekarang Jade baru jadian sama Joshua. Ahh....berpikir tentang cowok itu langsung membuat hati gadis itu jadi hangat ( emangnya nasi ? ). Sangat menyenangkan. Memang sudah lama Jade suka sama Joshua, namun sebagai seorang cewek, meskipun kata orang, kaum wanita tuh sudah emansipasi, tetap aja malu dong ngomongin rasa sukanya sama seorang cowok, iya kan ?
Dari kelas satu Jade sudah suka sama Joshua, namun jadiannya baru seminggu yang lalu. Biarpun kata Riri, Joshua adalah cowok playboy, Jade nggak perduli. Si Riri memang selalu begitu. Dulu sama cowok-cowok yang lain reaksinya juuga sama. Kalau ngak dibilang cowok nggak bener, ya dibilangin playboy sama si Riri. Tapi satelit si Riri oke punya, lho. Karena dia, Jade nggak jadi pacaran sama si Roy, playboy kampungan itu. Nggak tahu gimana si Riri bia dapetin semua informasi itu, namun Jade merasa sangat ersyukur sekali bisa memiliki teman seperi Riri itu.
Tetapi untuk Joshua, semuanya jadi berbeda. Nggak tahu kenapa Jade kok jadi suka banget sama dia. Kata-kata Riri yang dulunya selalu dia dengar, saat ini hanya dianggap angin lalu sama Jade. Apaagi bila Riri sudah mulai dengan khotbah hariannya tentang kejelekan Joshua, Jade lebih suka nutup telinganya. Riri malah sempet sebel bengkak waktu Jade dengan manisnyabilang, kalau dia punya feeling kalo si Joshua tuh sebenarnya cowok yang baik.
Jade tersenyum riang, hatinya tengah berbunga-bunga plastik ( kok plastik ? biar tahan lama kali yee... ), soalnya tadi pagi disekolah Joshua ngajak dia nonton sore ini. Sambil bersiul-siul, Jade memulai aktifitas mempercantik dirinya. Dengan telaten gadis itu melumuri sekujur tubuhnya dnegan lulur tauge ( hehehe...biar beda dan nggak dituduh menjiplak nama lulur... ). Biar kulit bersih dan halus.
" Jade....ada telpon tuh, dari si Riri !! " suara Ibunya yang agak mirip-mirip dengan Mbak Peggy di sinetron 'Gerhana' itu mengagetkan Jade dari acara berlulur campur ngelamunnya.
" Thank's Mom...lain kali teriknya jangan ditelinga Jade, ya ?! " sambil mengurut-ngurut kupingnya yang bunyi tuing-tuing gara-gara suara Ibunya.
" Hallo... " sapa gadis itu
" Jade, mau nggak ikut aku ke mall ? " suara Riri terdengar sangat bersemangat
" Yaaa....sorry banget, Ri, aku ada janji dengan Joshua sore ini " nada suaranya dibikin se-menyesal mungkin, takut si Riri kecewa.
" Ya udah, kalo gitu. " Walaupun dia mencoba untuk menahannya, tetap nada suara Riri terdengar kecewa. Jade merasa sedikit bersalah, dia tahu kalo akhir-akhir ini waktunya paling banyak dia habiskan dengan si Joshua.
" Gini aja, Ri, aku dan Joshua akan mampir ke rumah kamu sehabis nonton, ya ? kebetulan ada sesuatu yang hendak aku tunjukkan sama kamu "
" Terserah kamu, Jade... " suara Riri terdengar tak bersemangat, namun Jade terlalu bahagia untuk bisa memperhatikan semua itu. Yang ada dikepalanya hanyalah Joshua, Joshua, dan..... Joshua.
Sepanjang akhir petang itu dilewati Jade dengan hati yang bertaburan bintang-bintang. Ingin rasanya dia menghentikan sang waktu agar tak berjalan supaya dia masih bisa terus menikmati kebersamaannya dengan Joshua, namun janjinya pada Riri untuk mampir membuat Jade terpaksa balik lagi menginjakkan kakinya ke bumi.
" Kamu sama si Riri temenan udah lama, ya Jade ? " tanya Joshua saat gadis itu mengatakan bahwa mereka akan mampir sebentar ke rumah sahabatnya itu;
" Iya, sejak kelas satu. " Jade menjawab pendek
Saat Jade dan Joshua tiba dirumah Riri, keadaan disana nampak sunyi senyap.
" Riri....!! " panggil Jade dengan suara nyaring. Namun tak ada sahutan dari dalam, padahal pintu depan rumah Riri tak terkunci.
" Mungkin dia lagi dibelakang, " Jade mengira-ngira
" Jade, aku nggak bisa lama, nih. Soalnya aku janji akan nganter Mama ke salon sehabis nonton " tutur Joshua
" Yaa....tunggu ntar, ya ? aku akan ke kamar Riri untuk nitip pesan kalau dia nggak ada " ujar Jade cepat. Dia nggak ingin kehilangan kebersamaan mereka sedikitpun. Dasar lagi jatuh cinta
Karena Jade memang sudah sering kerumah Riri, dia langsung mau masuk kekamar Riri, tiba-tiba muncul tante Sri, mamanya Riri, dari arah dapur.
" Eh tante, kirain nggak ada orang. Dari tadi Jade panggil-panggil nggak ada yang nyahut, sih. Riri-nya kemana tante ? "
" Tante lagi dibelakang, biasa, ngurusin bunga. Si Riri lagi tante suruh ke warung beli korek api tuh, Jade. Tunggu aja dikamarnya, sebentar juga dia pasti pulang, " tante Sri memamerkan senyum keibuannya yang sangat disukai Jade.
" Yaa tante, Jade nulis pesan aja ke Riri, soalnya ada yang nunggu didepan, tuh ! "
" Ya udah, terserah kamu " jawab tante Sri. Jade lalu melangkah kekamar Riri. Pemandangan yang menyambutnya sudah dihafal Jade. Riri kan orangnya erantakan banget, buku-buku pelajarannya ada disemua tempat. Tergesa matanya terhenti pada sebuah pulpen berwarna transparan. Cepat-cepat Jade menarik ujung pulpen itu dari atas meja, namun gerakannya yang agk kasar membuat sebuah map yang ada diatas meja belajar Riri jatuh kelantai.
Jade baru hendak memberesi semua itu, saat matanya menangkap sesuatu. Hati Jade berdebar kencang. Ada lembaran-lembaran berwarna hitam pekat ikut jatuh, dan, salah satu dari lembaran itu sudah berisi, sebuah puisi.

Mencintaimu adalah hal terindah dalam hidupku
Memimpikanmu adalah sesuatu yang sangat membahagiakan
Merindukanmu tak pernah membosankan
Namun
Aku sadar, sangat menyadari
Bahwa 'tuk memiliki dirimu
Adalah hal yang paling tak mungkin
Ada sebuah dinding pemisah
Terbentang luas membuat batas
Kita serupa, namun aku yang berbeda
Maafkan aku
Telah lancang mencintaimu....


Tertulis dengan tinta berwarna perak. Jade gemetar, sang penulis puisi itu adalah Riri. Gadis itu berlari keluar rumah sahabatnya seperti kesetanan. Dia tak sanggup memikirkan kenyataan itu. Belum sanggup. Tidak sekarang, mungkin nanti, entahlah.....

(Untuk sahabatku...I don't care what peoples think about you, I just care what I'm thinking about you, and I think, that you are a good friend to me, no matter what..)
19 Februari 2009 | By: nsikome

SAAT MENTARI TENGGELAM

Wuihhh....nggak terasa, seminggu berlalu lagi, ya? Friends, ini adalah cerpen yang ketiga aku, semoga kalian semua pada suka. Cerpen ini sendiri, cerpen misteri, seperti yang sudah aku janjikan minggu kemarin, dan juga sudah pernah di publikasikan di majalah remaja Aneka Yess. Akhirnya, Selamat membaca...


SAAT MENTARI TENGGELAM

By : Novita Sikome

Senja merah diujung Boulevard di bibir pantai kota Manado, Angie berdiri di ujung timbunan batu yang sengaja di taruh disitu. Hari ini adalah hari keduanya kembali ke kota kelahirannya itu. Semuanya begitu berubah, gadis itu merasa asing di sana. Semuanya begitu berubah, dan entah mengapa gadis itu merasa seperti asing disana. Memandang lembayung senja merah membuat hatinya merasa teduh. Angie menarik napas dalam-dalam, menghirup bau laut yang begitu dia sukai.
" Indah, ya ? " suara seseorang dibelakang mengagetkan Angie, refleks gadis itu menoleh. Seorang cowok berpostur atlet dan bertampang mirip-mirip Tom Cruise berdiri dibelakangnya.
" Maaf, maksud anda ? " Angie tak mengerti
" Warna merah senja, saat matahari hendak terbenam, " ujar pemuda itu sambil menunjuk kearah horizon. Angie melayangkan matanya, warna-warna merah bercampur kuning dan orange itu memang sangat mempesona. Matahari yang tengah beranjak ke peraduannya itu memang sangat menakjubkan warnanya, seakan-akan ingin memamerkan keindahannya untuk meminta maaf kepada manusia atas panasnya siang tadi, yang membuat banyak orang menyumpah dan bersungut.
" Iya, bikin hati jadi tenang melihat keindahan itu.. " balas Angie tak melepaskan tatapannya pada matahari senja
" Namaku Toar, kamu sering kesini ? " cowok itu sudah berada disamping Angie, gadis itu sesaat tersipu. Angie menyahut, balas memperkenalkan dirinya,
" Namaku Angelina, panggil saja Angie. "
" Kamu belum menjawab pertanyaanku yang tadi..Angie, " Toar menukas pendek, Angie menatap cowok itu heran.
" Anuu...tadi saya tanya, kamu sering kesini, Angie ? " sambung cowok itu cepat
" Ooo...dulu, waktu saya masih tinggal dikota ini, saya baru balik setelah 3 tahun tinggal di Jakarta "
" Ah, kamu juga pergi... " kata-kata Toar menggantung di udara, sesaat Angie tertegun, dia sama sekali tak mengerti apa maksud ucapan Toar, namun gadis itu memutuskan untuk tak menghiraukan kata-katanya.
Sejenak ada keheningan yang tercipta diantara kedua anak manusia yang baru saja bertemu itu, masing-masing menacapkan pandangan mereka ke arah matahari yang kini tinggal separuh, terbenam seakan ditelan ai laut.
" Angie, saya boleh ketemu kamu besok ? " lagi-lagi Toar membuka suara, Angie merasa heran sekaligus senang. Heran karena mereka belum lagi 1 jam bertemu, dan senang karena gadis manan didunia ini yang tak senang ketemu dengan cowok ganteng bertampang mirip Tom Cruise ? Namun dia tak ceroboh dan langsung menerima begitu saja tawaran Toar, sebab tampang bukan jaminan bahwa hatinya juga sebagus tampangnya.
" Dimana ketemunya ? " tanya gadis itu hati-hati.
" Disini saja, saya akan menunggu kamu besok jam sama seperti sekarang, " Toar memamerkan senyum manisnya, hati Angie seakan luluh bagai lilin terbakar api. Senyumnya itu, bikin hati semua gadis loncat-loncat, tak terkecuali Angie, senyum Toar yang teduh dan menentramkan hati. Angie merasa lega, cowok itu nggak ingin bertemu ditempat yang aneh-aneh seperti prasangkanya semula, dia hanya mau bertemu ditepi pantai ini, tempat banyak orang lalu-lalang.
" Ok, saya pasti datang, Toar " jawab Angie meyakinkan cowok itu, anehnya, Toar hanya memandang gadis itu dengan tatapan sendu, sambil tersenyum samar. Pemuda itu kemudian berdiri, lalu pamit pada Angie.
" Makasih kamu mau datang, saya senang sekali ketemu denganmu disini, Ngie.. " ucapnya perlahan, ada nada sendu dalam suaranya.
" Saya harus pulang sekarang, jangan lupa janji kita besok sore, ya ? " Toar melambaikan tangannya, dan sebelum Angie sempat menyahut apa-apa, dia sudah berlalu dari situ, meninggalkan Angie yang tiba-tiba tersadar bahwa hari sudah gelap, mentari senja sudah sejak tadi tenggelam keperaduannya, dan cahaya yang menerangi mereka berrdua adalah sinar lampu jalan disepanjang Boulevard. Gadis itu melangkah pulang, dengan benak yang dipenuhi berbagai pikiran-pikiran dan pertanyaan, terutam tentang cowok kiyut bernama Toar, yang dia temui tadi.
Esoknya, dan bahkan sampai seminggu setelah itu, Angie selalu bertemu dengan Toar ditempat yang sama saat mereka bertemu untuk pertama kalinya, jam yang sama, saat matahari sore tengah bersiap-siap untuk tenggelam diufuk barat. Hari ketiga pertemuan mereka, Angie sempat menawarkan pada Toar untuk membuat janji ditempat lain, tapi pemuda itu menolak, dia bilang, lebih unik katanya bertemu ditepi pantai itu. Sejak penolakan Toar itu, Angie merasa malu untuk menawarkan sekali lagi pertemuan ditempat lain. Sebenarnya yang diharapkan gadis itu sederhana saja, dia ingin makan diwarung-warung kecil yang tersebar disepanjang Boulevard, atau pergi nonton film dibioskop dengan cowok itu. Namun Toar hanya ingin bertemu dengannya ditepi pantai itu.
" Kasihan kamu , Ngie. Lama-lama kamu bakal jatuh cinta sama si Toar, dan akan lebih kasihan lagi kalau dia hanya ingin hubungan kalian sebatas pertemuan ditepi pantai ! " tutur Stevin sahabat karib Angie semenjak masa kecilnya, saat dia bercerita tentang Toar.
" Itulah Stev, yang aku takutkan. Sekarang aja aku mulai suka dia, abisToar itu orangnya baik, kelihatan romantis dan cakep. Wah....pokoknya dia punya seribu alasan yang bisa membuat gadis-gadis jatuh cinta kepadanya, " Angie mengiaskan rambut panjangnya kebelakang. Mereka berdu tengah bercakap-ckap dalam kompleks perkebunan Teh milik keluaga Stevin.
" Kamu hanya ketemu dia disitu, Ngie ? tanya Stevin, Angie menganggukkan kepalanya.
" Iya, tapi aku sudah pernah menwarkan untuk bertemu lagi ditempat lain, dia nya yang nggak mau. "
" Mungkin dia hanya iseng saja denganmu ! " kata Stevin bernada curiga
" Kupikir enggak mungkin. Cuma dia kelihatannya menjaga jarak denganku, nggak tahu kenapa. Lagian, tempat kami selalu bertemu, kelihatannya punya arti besar baginya " tutur Angie panjang lebar, membuat Stevin jadi makin penasaran.
" Ceritamu ini agak nggak masuk akal, Nggie, aku jadi penasaran pengen ketemu sama cowok itu, siapa tahu, aku yang nanti akan ditaksirnya, hehehe..!! " Stevin tertawa terkekeh-kekeh.
Dua bulan sudah Angie kenal Toar. Namun hubungan mereka tetap saja sebatas pertemuan ditepi pantai itu. Angie sudah mulai merasa bosa, sepertinya kata Stevin benar. Toar hanya iseng, sebab sepanjang waktu itu, tak pernah sekalipun dia menawarkan diri untuk misalnya mengantar Angie pulang, atau bahkan memberikan nomor telponnya, tak pernah.
Dia hanya datang, duduk ditepi pantai bersama Angie, ngomong sedikit, dan beranjak pulang saat malam sudah jatuh. Benar-benar aneh dan bikin penasaran.
Angie juga sudah mulai tak suka, sebab beberapa kali abang-abang yang berjualan sate di pinggir-pinggir Boulevard itu suka menatapinya dengan pandangan aneh. Sebab bukan saja Toar tak pernah mengantarnya pulang, setiap kali bertemu, selalu saja dia yang bergegas pulang duluan, meninggalkan Angie dibelakang, dan anehnya, gadis itu tak pernah bisa protes sedikitpun.
Setelah berpikir selama seharian penuh kemarin, hari ini Angie memutuskan untuk 'say goodbye' pada Toar, setelah sebelumnya meminta dia untuk menegaskan kembali, sebenarnya hubungan mereka hanya akan sampai disini, ataukah bisa berlanjut. Bukan menjadi sepasang kekasih, tapi hanya sebagai teman biasa, yang bisa saling telpon, saling tahu rumahnya dimana, teman normal-lah.
Matahari seperti biasa menampakkan warna merah lembayung indahnya saat Angie memarkir mobil di tepi Boulevard yang setiap malam minggu jadi tempat nongkrong anak muda dikota Manado. Setelah yakin bahwa semua pintu mobilnya terkunci, gadis itu melangkah ke tepi pantai, menuju timbunan batu tempat dimana dia selalu menyaksikan matahari terbenam bersama Toar.
Angie merasa agak tak enak, soalnya saat dia tiba, ada seorang gadis manis yang tengah duduk diatas timbunan batu. Tapi Angie tak punya pilihan, hanya disitu dia bisa bertemu dengan Toar. Gadis itu lalu memutuskan untuk menunggu Toar diseberang timbunan batu itu, agak tak nyaman, sebab tempatnya berkarang tajam. Gadis manis berbaju merah itu berbalik saat Angie menginjak kerikil dan menimbulkan bunyi.
" Ah, ada orang rupanya. Ingin melihat matahari tenggelam juga ? " gadis itu tersenyum manis, dia cantik sekali, Angie balas tersenyum.
" Iya, sekalian nunggu teman, soalnya kita janjian disini. "
" Oh...saya juga dulu suka janjian disini dengan pacar, " gadis itu berucap malu
" Oh ya ? tapi yang saya tunggu hanya teman biasa, " ujar Angie
" Dia suka sekali dengan pemandangan disini, saat matahari hendak terbenam. " Ada airmata yang menitik dikedua pipi mulus gadis itu. Angie merasa heran, cepat dia merogoh saku celananya, lalu menyodorkan bungkusan Tissue pada gadis itu.
" Terima kasih, maaf...saya hanya terlalu sedih. Pacar saya itu meninggal dunia setahun yang lalu. Kata mereka, dia tengah berdiri menyaksikan matahari terbenam, dan tanpa sadar malam sudah jatuh. Katanya dia terseret ombak besar yang datang tiba-tiba. Dia meninggal dibulan Desember, dan mayatnya baru ditemukan satu minggu kemudian... " Gadis itu terisak-isak. Angie memegang bahu gadis itu, mencoba untuk menenangkannya. Toar belum juga datang.
Angie tahu benar, biasanya memang di bulan Desember, ombak disekita situ kadang-kadang bisa muncul setinggi leabih dari 2 meter, apalagi di musim hujan dan angin pada bulan Desember.
" Semua itu salahku, seharusnya aku tak mengatakan hal itu pada Toar, maksudku hanya ingin bercanda, tapi dia menganggapnya serius !! " ucap gadis itu terpatah-patah, masih dengan airmata yang meleleh dikedua belah pipinya. Angie merasa sedikit lucu, nama pacar gadis itu sama dengan cowok yang dia tunggu saat ini.
" Aku sebenarnya hanya mau menengok nenek di Bandung, tapi waktu aku menelponnya, kubilang bahwa aku djodohkan dengan cowok yang masih kerabat Ayahku disana, belum sempat aku mengatakan bahwa aku hanya bercanda, dia sudah menutup telponnya dan datang kesini. Tempat kami bertemu dulu untuk yang pertama kalinya, dan juga tempat dia meninggal... " suara gadis itu hampi tak terdengar.
Angie hanya menghela napas panjang, dia mengerti perasaan gadis itu. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa.
" Maafkan saya...berkeluh kesah dihadapan anda seperti ini.. " gadis itu meminta maaf. Angie hanya tersenyum bijaksana.
" Nggak apa-apa, saya mengerti kesedihan anda. Itu fotonya ? " Angie menunjuk kearah bingkai foto kecil yang digeggam gadis itu.
" Iya..... " gadis itu menyodorkan bingkai foto yang dipegangnya pada Angie.
Sesaat darah Angie terasa berhenti, cowok difoto itu adalah Toar, sedang tersenyum dan kelihatancakep sekali dengan kaos biru langitnya disana. Angie gemetar, tapi dia berusaha untuk mengendalikan dirinya.
" D..dia, Toar...m..maksudku pacar anda itu meninggalnya tahun lalu ? " Angie masih tak percaya dengan penglihatannya.
" Iya, tepatnya tanggal 17 desember, " gadis itu menghapus airmata dipipinya dengan Tissue yang diberi Angie.
" Anda baik-baik saja ? " gadis itu kembali bertanya agak cemas, melihat wajah Angie yang pucat pasi.
" Ah..enggak apa-apa, saya hanya mulai merasa dingin saja " Angie berusaha untuk menyembunyikan ketakutannya.
" Oh...saya harus pergi, senang bertemu anda, dan maaf atas kecengengan saya tadi, ya ? jadi merepotkan anda saja... " gadis itu berpamitan, malam mulai jatuh.
" Saya juga harus pulang, " Angie bangkit, lalu berjalan kearah Boulevard. Kedua gadis itu berjalan bersisian. Saat Taxi yang membawa gadis itu pergi, Angie berjalan menuju ke mobilnya, melewati beberapa abang penjual sate yang tertawa terkekeh-kekeh sambil sesekali mencuri pandang pada Angie.
" Sayang yah, cakep-cakep tapi nggak waras, setiap duduk ditepi pantai selalu ngomong sendiri ! " cetus seorang abang penjual sate brewokan, yang disambut dengan derai tawa teman-temannya yang lain. Angie memasang muka cemberut.
" Namanya Toar ya ? " suara seorang wanita menghentikan langkah gadis itu. Angie menoleh, nampak seorang ibu berusia setengah baya sedang mengupas kulit jagung di tepi pantai, mungkin dia adalah salah satu penjual jagung ditepi pantai, mungkin dia adalah salah satu penjual disitu.
" Kok Ibu tahu ? " Angie mendekati wanita itu.
" Bukan hanya anda yang bertemu dengannya, ada juga beberap gadis yang mengalami hal yang sama, salah satunya anak ibu sendiri. Dia malah hampir dibawa pergi si Toar. Katanya sih mau ngajak berenang. Untung suami ibu cepat melihatnya ! " tutur Ibu itu tanpa mengalihkan pandangannya dari kegiatan yang dia tekuni.
Angie semakin ketakutan, tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia langsung bergegas masuk kedalam mobilnya, lalu memacu dengan kecepatan tinggi, pulang kerumah.
Sementara di tepi pantai, nampak bayangan seorang gadis tengah bercakap-cakap sendiri.

" Toar, sudah malam nih, aku pulang dulu, yah ? sampai ketemu besok !! "


(Untuk yang tercinta..)


THE END
14 Februari 2009 | By: nsikome

NAMAKU BRAM, PANGGIL AKU...

Hi Friends, cerpen ini adalah salah satu cerpen favoritku, yang bercerita tentang sisi-sisi yang berbeda dari manusia, yang dia bisa saja tidak hanya manusia dewasa, tetapi juga anak-anak muda yang kebetulan terlahir dengan sebuah perbedaan. Terlepas masyarakat mau menerima atau tidak orang-orang seperti mereka, sebagai orang yg ber-Tuhan, kita jangan lupa, bahwa mereka itu juga adalah ciptaanNya.....

NAMAKU BRAM, PANGGIL AKU...

By : N.Sikome


Ada murid baru dikelasku, dia pindahan dari Medan ! sampai disini semuanya kelihatan biasa-biasa saja. Tokh, di sekolah manapun juga, tiap liburan naik kelas selesai, hampir setiap kali selalu ada murid pindahan dari sekolah lain !. Tapi dengar dulu yang berikut ini, murid baru itu adalah seorang cowok !
Memang kedengarannya masih biasa saja, tapi bukan disekolahku. Sekolahku adalah sebuah sekolah kejuruan yang 99% siswanya cewek semua. Sedangkan yang 1% tersisa berada di Jurusan Pariwisata, dan itu bukan Jurusanku. Aku berada di Jurusan Kecantikan.
Kelasku sendiri siswanya berjumlah 30 orang, dan semuanya cewek. Jelas saja kedatangan siswa baru itu seperti gempa bumi bagi kami. Dalam hati, aku sudah menebak bagaimana model murid baru itu, pasti type cowok yang cara berjalannya sangat keayuan, biarpun betisnya betis kesebelasan !
Upacara bendera hari pertama tahun ajaran baru telah selesai, siswa-siswa baru yang kali ini katanya cewek semua mulai bergerombol didepan kelas masing-masing. Mereka tampak aneh sekali dengan rok putih abu-abu yang rada kepanjangan. Sesekali, mereka melemparkan pandangan takut-takut kearah kakak-kakak kelas. Aku baru saja hendak ke ruang guru untuk mengambil jadwal pelajaran yang baru, saat Annie, si jangkung dikelasku memanggil.
" Ran...!!! " nampak kapten team Basket itu berlari-lari kecil kearahku.
" Apa ? " kuhentikan langkahku, mungkin saja si jangkung itu sudah punya jadwal baru, dan aku tak perlu susah-susah untuk masuk ke 'ruangan keramat' untuk mengambilnya.
" Si murid baru sudah datang....!! " Annie terengah-engah, membuatku langsung berpikir bahwa dia pasti sudah berlari ke kelas untuk memberitahu semua orang.
" Huh ! kupikir apaan.... " sungutku sebal
" Kirain kamu mau kasih ke aku jadwal baru, An " lanjutku lagi. Annie menggamit pundakku, lalu dia menyeretku ke samping koridor,
" Nona manis, jangan kuatir, dikelas kita, sepertinya hanya kamu yang belum punya jadwal baru, sedangkan yang lain sudah... " dalam hati aku langsung bersorak girang mendengar ucapan Annie, artinya aku tak perlu lagi ke 'ruang keramat'.
" Bener, An ? yaa....aku ketinggalan, dong ? " Annie tersenyum meremehkan, biasanya memang selalu aku yang pertama-tama mendapat info, aku kan ketua kelas. Tapi ini sudah tahun ajaran yang baru, dan kami sudah dikelas baru, jadi otomatis aku sudah bukan ketua kelas lagi.
" Kamu bukan hanya ketinggalan, Ran. Tapi ketinggalan bangeeeett...apalagi untuk yang satu ini !! " tukas Annie penuh misteri.
" Apaan sih ? " tanyaku penasaran, aku kan orangnya penasaran banget.
" Murid baru itu, dia sudah ada dikelas.. " jawab Annie, yang dahinya langsung berkerut heran melihat reaksiku yang biasa-biasa saja.
" Biarin aja, emangnya dia Indra Bruggman, apa ? " cetusku
" Non Ranti....pergi lihat sana dikelas, kamu akan kaget !! " saran Annie, gadis itu lalu menepuk pundakku, lalu melangkah pergi meninggalkan aku dengan benak yang penuh tanda tanya.
Aku melangkah masuk kedalam kelas, nampak semua mahkluk hidup yang sekelas denganku dan semuanya berjenis kelamin cewek normal tengah mengerubungi si pendatang baru itu, aku sampai tak bisa melihat wajah si murid baru.
Kasihan dia, pasti dia tengah jadi bulan-bulanan teman-teman sekelasku. Aku ingat betul, dulu waktu kelas satu, pernah ada cowok kesasar yang masuk ke kelas kami. Sebenarnya dia anak Pariwisata. Sepuluh menit setelah masuk ke 'sarang' kami, Arwin (nama cowok itu) keluar dengan wajah semerah buah delima, dan hingga detik ini dia tak pernah menginjakkan kaki ataupun mencoba lewat didepan kelas kami. Bahkan, kalau jam istirahat tiba, kalau dia melihat ada anak-anak dari kelas kami dikantin sekolah, Arwin langsung membatalkan niatnya untuk masuk kantin. Sepupuku yang sekelas dengan Arwin berkali-kali bertanya kenapa Arwin kok takut sekali dengan anak-anak dikelasku, tapi aku tak bisa menjawabnya, sebab yang tahu hanyalah Annie and the gank.
segera kucari tempat strategis untukku, dan seperti biasanya, kupilih bangku ketiga dari depan, diujung sebelah kiri.
" Masih belum juga ganti tempat, Ran ? " seseorang menyapaku, ternyata Indri
" Begitulah.... " jawabku datar
" Kok kamu nggak ikut mengerubungi 'gula' baru itu ? " tanyaku pada cewek berkulit seputih ubi itu.
" Takut keinjek, Ran... " jawab Indri membuatku langsung tertawa terbahak-bahak, boleh juga sense of humor gadis penyakitan itu.
" Emang bener, kok....lihat aja jumlah fans nya " lanjut Indri, membuatku makin terbahak-bahak, entahlah karena leluconnya yang lucu, atau gaya bicaranya, tapi aku benar-benar merasa geli mendengar ocehan Indri. Tanpa sadar, suara tawaku melebihi semua bunyi yang ada dikelas. Semua mata mulai memendangi aku dan Indri yang tengah tertawa, termasuk mata si murid baru.
" Apanya sih yang lucu ? " tanya Eka heran. Cepat-cepat kuhentikan tawaku
" Si Indri, lucu banget dia... " jawabku disela-sela sisa tawa
" Si Indri lucu ? ini sih namanya kejutan ditahun ajaran baru.... " celetuk Emma, yang langsung disambut dengan tawa seisi kelas, soalnya si Indri kan anaknya paling nggak bisa diajak bercanda.
" Hai....namaku Bram, " tiba-tiba saja, si murid baru sudah berada disampingku. Dia lalu mengulurkan tangannya.
" Aku Ranti, " balasku memperkenalkan diri. Sungguh, semua imajinasiku tentang murid baru itu seketika menguap dan langsung hilang. Mahkluk yang berdiri dihadapanku ini berbeda 300° dari yang aku pikirkan. Bram lalu menyalami Indri, yang langsung memerah mukanya. Sedangkan semua anak-anak lain, termasuk Annie si tomboy tengah menatap cowok itu dengan pandangan memuja.
Bram, diapasti akan dibilang sebagai 'anugerah' yang jatuh dari langit untuk kelas kami. Aku yakin, pada hari-hari berikutnya, kelaskuku saat istirahat tiba pasti akan jadi tempat mangkal cewek-cewek dari kelas lain. Dia bertampang dan ber-body coverboy. Tapi kalau mau dibandingkan sama Indra Bruggman, si indra tuh nggak ada apa-apanya. Bram punya kharisma luar biasa, atau entahlah apa namanya. Sampai-sampai, Ibu Miryam, si 'Mrs Doubtfire' yang galak bin judes merangkap 'perawan tua' saat masuk dikelas untuk memeberi pengumuman, terpana melihat Bram. Tentu saja, Bram....mungkin dia bisa dibilang adalah ciptaan Tuhan yang pasling sempurna diantara kaum Adam.
Hari-hari berikutnya, tebakanku tentang Bram mulai jadi kenyataan, baru dua hari dia jadi murid disekolahku, semua siswi sudah mengenal Bram. Satu lagi, tebakanku ternyata menjadi kenyataan, kelaskuku jadi tempat nongkrong anak-anak kelas lain saat istirahat tiba. Bahka sepupuku si Erny yang dijurusan Pariwisata, sampai bela-belain ngasih aku 50 buah pensil, agar dia bisa punya alasan untuk mencari aku dikelas, hanya untuk bisa melihat Bram.
" Habis....Bram cakepnya selangit, sih.... " demikian alsan Erny.
Tapi, yang paling nyebelin dari semua itu, adalah si Vanda. Cewek yang tahun lalu adalah salah satu finalis pemilihan putri pantai atau apalah namanya, selalu over acting dihadapan Bram. Setiap hari, dia selalu menyempatkan diri untuk lewat didepan kelasku, atau masuk dan bicara dengan Bram.
" Huh ! si Vanda tingkahnya makin hari makin nyebelin ! " rutuk Annie, kami sedangg menikmati lezatnya bakso Mbok Inah di kantin sekolah.
" Kamu cemburu ya, An ?! " canda Emma, yang langsung tutup mulut saat Annie membelalakkan matanya.
" Bukannya aku cemburu, tapi kalian lihat sendiri kan lagaknya ? sok cakep...emangnya dia pikir, dia yang paling cantik disekolah ini ?! " lanjut Annie sambil mengunyah tetelan kesukaannya.
" Biarin aja...kok kalian yang sewot sih ? " aku ikut buka suara, abisnya, aku kan paling sebel lihat cewek-cewek pada saling sirik hanya karena cowok.
" Kita-kita sih nggak mau sewot, lagian semuanya kan terserah pada Bram, dia mau pacaran sama siapa.... " tutur Eka.
" Tapi, yang bikin kitta sewot tuh Ran, masak si Vanda bilang, kalo Bram pasti lebih
memilih dia ketimbang cewek-cewek dikelas kita yang katanya puunya model macam pemain sepakbola ! " Eka melanjutkan ocehannya, dengan nada penasaran.
" Benar dia bilang begitu ? " tanyaku ikut penasaran, masak cewek-cewek dikelasku dibilang model pemain sepakbola, termasuk aku dong artinya !. Tapi diam-diam kulirik betisku, lalu menghembuskan nafas lega. Betisku cukup cantik, dan yang penting nggak miirip betis pemain sepakbola.
" Tanya saja si Annie ! " tambah Eka, Annie menganggukkan kepalanya, ikut meyakinkan.
" Eh....kita taruhan yuk ! siapa yang akan lebih dulu pacaran dengan Bram sebelum akhir tahun ini, aku apa Vanda ? " usulku gila-gilaan.
" Kok taruhan sama kita, sih ? gimana kalau kita nantangin si Vanda sama teman-teman se-genk nya ? Emma malah lebih gila usulnya.
" Setuju !! " tanpa menunggu persetujuanku, semua langsung menyahut mengiyakan. Satu jam kemudian, saat aku sudah berada didalam kelas untuk mengikuti pelajaran Matematika, aku menyesali semua yang telah aku katakan dikantin tadi. Tetapi semua sudah terlambat, sebab taruhan sudah dimulai.
Setelah keluar dari kantin tadi, Annie langsung pergi menemui Vanda. Aku kurang tahu apa yang Annie katakan pada Vanda, yang pasti, saat aku berpapasan dengan gadis itu, dia menatapku seakan-akan aku ini musuh besarnya.
Aku dan teman-teman lalu menyusun strategi. Salah satunya adalah, sebisa mungkin membuat Bram tak terlalu sering bertemu dengan si Ratu Kecantikan nyasar itu. Satukali, Emma mendapat info bahwa Vanda hendak mentraktir Bram makan dikantin, katanya sekedar merayakan hari ulang tahunnya ( padahal itu bohong besar, sebab ultah si Vanda kan bulan April kemarin, kita-kita tahu benar karena si sombong itu bikin pesta besar yang meriah, dan semua anak-anak dikelas 2 diundang, termasuk aku dan teman-teman sekelasku ). Annie lalu membuntuti Vanda saat gadis itu hendak ke WC, lalu menguncinya didalam. Setelah itu, jalan untuk masuk ke WC perempuan ditutup dengan palang yangditaruh melintang, lalu dia menempelkan kertas bertuliskan 'RUSAK' yang berukuran besar, hingga bisa terlihat dari kejauhan.
Terang saja, semua yang hendak ke WC langsung berbalik menuju WC laki-laki yang terletak dibangunan seberang, jauh dari WC perempuan. Annie lalu berbalik kekelas, dan memberi tanda dengan acungan kedua ibu jari tangannya.
" Bram, katanya kamu akan ditraktir sama Vanda, ya ? " tanya Emma, tapi dia mengedipkan sebelah matanya kepadaku.
" Kok kamu tau, sih ? " tanya Brram heran
" Yeee....kamu tuh cowok yang paling populer disekolah ini, semua tingkah lakumu pada disorotin orang-orang, makanya kita-kita tahu kamu mau ditraktir si Vanda ! " terang Emma
" Kayak selebriti aja.... " rungut Bram bernada tak senang.
" Tapi kamu emang selebriti, Bram....selebriti disekolah ini ! " tukas Emma, Bram hanya tersenyum miris.
" Eh, dalam rangka apa sih dia mau traktir kamu ? " selidik Emma
" Katanya sih, dia ulangtahun hari ini, " cerita Bram tanpa curiga sedikipun
" Ulang tahun ? bukannya ulang tahun Vanda bulan april kemarin ? aku ingat betul kok, soalnya anak-anak kelas 2 semua pada diundang, pestanya meriah banget...wuih...rasanya nggak sabar deh nunggu tahun depan untuk diundang lagi ke pesta ulang tahunnya ! " cerita Emma antusias, dengan wajah lugu tak berdosa. Aku sampai heran, Emma memang pantas jadi pemain film atau sinetro, nggak aneh, dia kan anggota teater sekolah. Bram menatap Emma dengan pandangan antara percaya dan tidak, tapi dia lalu segera menekuni kembali bukunya.
Taktik kami berhasil, setelah kejadian itu, Bram selalu menghindar dari Vanda. Bila dia sudah tak bisa menghindar lagi, sedapat mungkin Bram memperpendek percakapannya dengan gadis itu.
Setelah itu, aku sendiri lupa bagaimana prosesnya, tau-tau aku dan Bram sudah mulai dekat satu sama lain. Kami suka diskusi bersama tentang merek-merek alat kecantikan, problem-problem jenis kulit perempuan, dll. Bram ternyata cukup ahli dibidang itu. Saat kunyatakan keherananku, Bram hanya berucap pelan,
" Ibuku yang punya salon French Beauty..." aku langsung terpana setengah tak percaya. Siapapun tahu salon kecantikan itu. Artis-artis papan atas, dan tak lupa selebriti-selebriti dinegeri ini, semua pada berebutan memakai jasa salon tersebut. Cabang-cabang salon French Beauty hanya dibuka di daerah-daerah tertentu, daerah-daerah yang bergengsi, salah satunya propinsi tempat aku bermukim sekarang. Tak sembarang orang bisa masuk kesitu, dan harus membuat janji terlebih dahulu. Orang-orang yang biasa mondar-mandir disitu adalah istri-istri pejabat, atau nyonya-nyonya berduit. Mendengar Bram adalah pemilik salon tersebut, aku merasa seperti bermimpi.
" Kamu serius Bram ? " aku masih tak percaya. Bram hanya mengangguk pelan. Aku tahu, Bram tak bohong.
Bram tak hanya ahli dibidang tersebut, tapi dia juga adalah anggota Team Basket Profesional di Medan saat masih bersekolah disana. Saat dia pindah ke sekolahku, dia langsung masuk ke Team Basket Propinsi.
Benar-benar profil cowok sempurna, dan tak ada seorangpun yang bisa mengira, bahwa Bram menimba ilmu di sekolahkuu, jurusan kecantikan lagi !
Bram terlalu macho untuk siapapun bisa menebak bahwa dia sekolah disini.
" Ran, kelihatannya kita akan menang... " Eka mencolek bahuku, Bram baru saja pergi menuju kantin, setalah habis berdiskusi denganku tentang perang Irak.
" entahlah, Ka. Aku kok mulai merasa berdosa, sudah membohongi Bram " jawabku.
" Kamu mulai jatuh cinta beneran, yaaa ?! " todong Eka, membuatku jengah
" Enak aja, kita cuman temenan, kok... " aku mengelak
" Hati-hati, Ran....taruhannya adalah, kamu harus pacaran dengan Bram " tukas Eka mengingatkan
" Kalau aku jujur sama Bram sebelum itu ? " tanyaku, sebenarnya aku mencoba untuk negosiasi
" Annie dan yang lain pasti akan marah besar sama kamu, Ran... " percakapan kami terhenti oleh bel tanda istirahat telah usai.
Tinggal dua minggu lagi sebelum waktu taruhan kami dengan Vanda cs usai. Setelah kejadian di WC itu, Vanda sepertinya tahu bahwa itu kerjaan kami. Gadis itu lalu mencoba untuk menjelek-jelekkan kami dihadapan Bram, terutama aku, tapi tak berhasil. Bram sudah terlanjur tak percaya lagi padanya.
Dua minggu lagi, tapi belum ada tanda-tanda sedikitpun Bram akan memintaku untuk menjadi pacarnya. Kami memang menjadi semakin dekat, bahkan sesekali saat kami tengah berjalan bersama, Bram meggenggam tanganku erat. Satukali malah pernah kepergok sama Annie, yang langsung mendehem sambil mengedipkan matanya padaku.
Aku tengah resah, resah karena waktu taruhan hampir usai, dan aku belum berhasil. Aku juga resah karena Kak Meidy belum juga datang. Aku memang lagi janjian dengan sepupuku yang jago komputer itu. Dia hendak membantuku untuk memilih komputer, yang akan dibelikan Ayah sebagai hadiah ulangtahun untukku, sekaligus hadiah naik kelas, natal dan juga tahun baru.
Ayahku memang orangnya pelit, dan menurut Ayah, sebuah komputer adalah hadiah yang besar, dan ulang tahun saja tak cukup sebagai alasan, jadi, aku harus menunggu ulang tahun, natal, dan hari-hari spesial tahun depan untuk kado yang lain. Sebab tahun ini, Ayah memutuskan, sebuah komputer untuk semua hari-hari 'ber-kado'.
Jam merah ditanganku sudah menunjukkan pukul 18.35, suasana mulai gelap. Dalam hati aku menyesal tak memilih tempat bertemu lain. Sebab ditempat aku berdiri saat ini, adalah tempat yang memiliki reputasi jelek dikotaku. Sementara disekelilingku sasana mulai ramai. Penjual-penjual martabak yang terkenal kelezatannya mulai mengatur gerobak-gerobak mereka, sementara disisi lain, nampak waria-waria yang biasa mangkal disitu mulai berdatangan. Sesekali mereka mengganggu laki-laki yang lewat disitu dengan sapaan mereka yang khas.
Mataku sedang mencari-cari ke kiri-kanan, sambil berharap mudah-mudahan saja Kak Meidy sudah ada lalu sedang mencari aku, saat kudengar sebuah suara, agak aneh....tapi sepertinya akrab ditelingaku.
" Namaku Brenda... " aku menoleh kearah suara itu, nampak di keremangan senja beranjak malam, sesosok tubuh berbalut gaun terusan merah menyala, tengah menyyalami dua orang waria. Aku terkejut sekali, tak mampu mempercayai penglihatanku.
" Bram !! " seruku tak tertahankan, sedetik kemudian aku langsung menyesalinya.
" Ranti !! " dia terlihat tak kalah terkejutnya dengan aku. Bram, itu memang Bram. Kelihatan cantik dengan make-up yang terpoles rapi, dan cocok dengan bentuk wajahnya, walaupun itu tetap tak bisa menutupi tubuh kekar yang dikagumi oleh semua cewek di sekolahku.
" Siapa itu, Ran ? " Kak Meidy ternyata sudah berada disampingku
" Teman...seorang teman baik.. " tuturku pelan, bernada kecewa. Aku memang kecewa, sebab sejujurnya aku mulai merasakan sesuatu tumbuh dihatiku untuk Bram.
Esoknya, saat aku bertemu Bram disekolah, ada keheningan tak wajar tercipta diantara kami berdua. Aku tahu perasaanku bagaimana, tapi aku tak bisa menebak bagaimana dengan Bram.
" Sekarang, kamu tahu siapa aku, maafkan aku Ran... " Bram memutuskan untuk membuka suara terlebih dahulu, dan kuhargai itu.
" Bram, kamu sahabatku, dan selamanya akan terus seperti itu... " tukasku, mencoba untuk menjadi bijaksana.
Sepanjang malam, setelah bertemu dengan 'Brenda', aku terus berpikir. Akhirnya, aku sampai pada kesimpulan, bahwa setiap manusia memang harus lahir dengan perbedaan masing-masing. Dalam hidup bermasyarakat dinegara kita yang masih sulit untuk menerima perbedaan semacam itu, aku tahu betapa sulit bagi Bram untuk mengkamuflase dirinya yang sebenarnya.
Mungkin saja Bram tak pernah memilih untuk jadi seperti itu, siapa yang tahu ? aku lalu memilih untuk menghormati dia, sebagai seorang sahabat, sebagai seorang manusia ciptaan Tuhan. Dia menatapku dengan pandangan sedih, lalu berucap pelan,
" Kalau saja semua orang berpikiran seperti kamu, Ran... " ada nada gamang terdengar
Sehari sesudah itu, Bram tak masuk sekolah, lusanya, seterusnya...sampai akhirnya kami mendapat kabar, bahwa Bram pindah ke Jakarta, tapi aku tahu pasti itu tak benar. Sedangkan taruhan dengan Vanda cs, batal karena Bram pergi sebelum waktu taruhan habis.
Bicara tentang perasaanku, aku sendiri sangat sedih. Sedih karena Bram pergi, dan aku tahu karena perasaan takutnya. Dia takut aku sudah tahu rahasianya, dan akan memberitahukan teman-teman yang lain. Padahal Bram bisa mengandalkan aku, sahabatnya. Seorang sahabat dalam arti sebenarnya.
Sebulan kemudian, aku mendapat surat dari Bram. Dia minta maaf, karena sudah pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal. Dia juga bercerita tentang resahnya. Dalam akhir surat Bram, dia menulis sebuah kalimat, yang punya arti banyak bagiku ;
" Namaku Bram, tapi panggil aku Brenda..."
Bram sudah membuat keputusan dan pilihannya, dan dia yakin dengan pilihannya itu. Sebuah langkah yang membutuhkan keberanian luar biasa. Aku sendiri ? entahlah, aku juga ingin bertanya pada kalian, bila kita berada di posisi nya Bram, mampukah kita mengambil sebuah keputusan dan pilihan ?


T A M A T

Nb: Cerpen ini adalah salah satu cerpen favorit ku.
06 Februari 2009 | By: nsikome

BOLA-BOLA CINTA



BOLA-BOLA CINTA

By : N. SIKOME

Musim bola sudah tiba !!. Surga bagi para penggila yang kebanyakan cowok, dan neraka bagi pacar-pacar mereka, seperti aku. Kemarin saja, aku menunggu Dydy di kampus sampai kesemutan, dia malah keenakan menonton siaran tunda Belanda-Belgia yang sudah dia tonton siaran langsungnya !
Rasa-rasanya, aku pingin protes sama FIFA dan juga UEFA, biar pertandingan bolanya tak usah disiarkan di TV, soalnya, menyebalkan banget efek yang ditimbulkan even 4 tahunan itu bagi cowok-cowok penggila bola, seperti pacarku itu..
“ Mi, maafin aku ya...bukannya aku nggak mau menjemput kamu, tapi aku lupa... “ Dydy menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, gaya khasnya jika mau minta maaf sama aku.
“ Nggak mau !! “ tukasku judes.
“ Enak aja, sudah bikin orang nunggu seharian dikampus, sekarang mau minta maaf ? tak useeh yee... “ tambahku setengah meledek, cowok manis yang kusayang itu makin mengkerut aja wajahnya.
“ Mi...aku kan sudah minta maaf, lagian aku nggak menjemput kamu bukan karena janjian sama cewek lain tapi_ “
“ Tapi karena nonton bola, kan ? lebih parah tau nggak ?! “ potongku cepat, sambil mataku ku pelototin ke arah Dydy. Cowokku itu langsung menunduk, dan diam seribu bahasa.
Seminggu sudah aku marahan sama Dydy, dan selama seminggu itu aku sama sekali nggak mau menerima telpon, kunjungan, surat, bahkan wesel ( eh...nggak, kalau wesel sih, aku terima..sayangnya nggak ada tuh... ) bahkan pesanan yang dia titipkan sama Jenry kakakku, kutolak. Abis nitipnya cuman permintaan maaf doang, bukan kue donat kesukaanku...
Setelah kupikir-pikir, seminggu rasanya sudah cukup untuk memberi pelajaran sama Dydy, sebab sudah pasti dia kapok dan nggak akan melalaikan kewajibannya sebagai pacar hanya karena pertandingan bola kaki piala dunia itu.
“ Hallo...sayang lagi ngapain ? “ kuputuskan untuk menelponnya, dan memberi maaf yang dia minta sudah seminggu ini.
“ Ini siapa ya ?... “ terdengar suara halus seorang cewek menyapa di telpon milik Dydy. Jantungku langsung berdebar-debar marah. Sialan banget tu cowok, seminggu marahan dan sekarang dia sudah punya gandengan baru ?. Dengan marah yang meluap-luap, langsung kutekan tombol end di HP-ku, dan membanting diri dikasur, lalu menangis tersedu-sedu kayak di filem-filem India. Lagi asyik-asyiknya menangis kenceng, tiba-tiba ada sms datang di Hp-ku, dari Dydy. Bunyinya mau tau ? ‘syg tlp a td y ? sry a lg k tlt’ , tangisku tambah kenceng, mana aku ngerti apa arti sms itu ? aku kan paling benci baca sms yang disingkat-singkat tanpa memakai aturan penyingkatan kata dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Aku tak membalas sms dari Dydy. Semenit kemudian, Hp ku berdering, cowok itu menelponku, rupanya dia penasaran dengan smsnya yang tak kubalas.
“ Hallo sayang...masih ngambek ya... “ suara Dydy bernada membujuk
“ Sayang apaan ?!... sayang yang mana ?! yang ngangkat HP mu tadi ?!! “ teriakku kenceng, sebelnya bukan kepalang mendengar cowokku dengan nada yang nggak bersalah berbicara padaku.
“ Oh...yang tadi....kebetulan aku lagi ke WC, kita sedang makan di Mall... “ terangnya yang sudah pasti kurang terang bagiku.
“ Jadi gitu ya...marahan sama aku, trus langsung jalan sama cewek lain ? mulai sekarang, kita putus, titik !! “ teriakku lagi, kali ini lebih kenceng, membuat kucingku si Lupus kaget dari tidurnya, dan berlari keluar kamar tidurku ketakutan.
Saat pulang di kampus, aku selalu menghindari agar tak bertemu dengan Dydy. Bahkan aku bela-belain nggak merasakan enaknya siomay Mbak Dor di kantin supaya tak melihat tampang menyebalkan si penggila bola itu. Namun, akhirnya takdir tak bisa ku elak. Saat tengah menunggu metromini, Dydy muncul dihadapanku dengan mobil jeep kebanggaannya, dan ditemani seorang cewek bertampang mirip-mirip artis juga model Luna Maya, sialan !
“ Mi, kuantar pulang ya ?... “ pinta Dydy. Sialan banget tu cowok, udah ada gandengan baru, masih berani mengajak aku naik ke mobilnya, keterlaluan ! aku menggelengkan kepalaku. Hatiku mulai berdebar-debar sakit, seperti ditusuk-tusuk jarum, dan rasanya sudah pengen nangis.
“ Ayo dong Michelle... “ gadis bertampang artis itu ikut-ikutan mengajakku, eh... dia tahu namaku, pasti si Dydy yang kasih tau. Aku makin merasa pengen nangis. Akhirnya, daripada jadi tontonan banyak orang, kuputuskan untuk naik ke mobil Dydy, sekalian untuk kasih selamat sama dia dan pacar barunya.
“ Gitu dong... “ Dydy mencubit pipiku seperti yang biasa dia lakukan jika kita berdua marahan dan baikan lagi. Kutekuk mukaku hingga mirip-mirip kue panekuk.
“ Kok cemberut ? “ si Luna Maya gadungan yang kini sudah pindah di kursi belakang angkat bicara
“ Nggak apa-apa, kok. Ngomong-ngomong, selamat untuk kamu berdua ya... “ kataku manis, tapi munafik.
“ Selamat untuk apaan, Mi ? “ tanya Dydy
“ Ya...atas jadiannya kamu berdua, pacaran gitu.... “ tak kuduga Dydy malah tertawa terbahak-bahak, dan dia masih terus saja tertawa walau sudah ku pelototin.
“ Michelle....kamu cemburu ya..ini Kak Jade, sepupuku... “ masih tertawa-tawa cowok itu menjelaskan siapa gadis yang bersamanya, dan dari suaranya juga aku tahu bahwa dia yang berbicara di HP Dydy kemaren-kemaren itu. Aku jadi malu sekali, ternyata perkiraan aku salah selama ini, Dydy nggak punya pacar. Punya sih, tapi itu kan aku..
Hingga tiba didepan rumahku, aku nggak bisa ngomong sepatah kata pun. Malu.
“ Mi...ntar malam aku mau kerumah kamu ya... “ pinta Dydy lembut, saat aku melangkah turun dari mobilnya.
“ Nggak boleh...maksudku, jam 5 sore aja, nanti kamu pulang ke rumahmu jam 7 lewat 30 menit, soalnya pertandingan Premiere Ligue-nya mulai jam 8 malam kan ? “ tukasku tak kalah lembut, bercampur dengan rasa bahagia.
Ketika aku melangkah masuk kedalam rumah, aku sudah memilih, mendingan saingan sama bola, kan dia nggak selalu ada tiap hari, seperti piala dunia, cuman tiap 4 tahun sekali, piala eropa, 4 tahun sekali, liga champion, 1 tahun sekali, liga Inggris, Liga Italia, Liga Perancis, Liga Spanyol...aduh...pusing...
Well, setidak-tidaknya, bola dan sekian banyak liga itu, yang paling penting dari semuanya adalah, tak ada yang berjenis kelamin cewek, yang bikin hatiku sakit karena cemburu, bikin aku nangis kenceng, dan nggak ada juga yang mirip-mirip sama Luna Maya. Jadi, mending cemburu sama bola, aman deh....

(To Honey, penggila bola...T Quiero!)

THE MAGIC OF LOVE

Kata orang, CINTA itu indah, sekaligus aneh..mungkin memang ada benarnya, tapi dibalik kerumitan CINTA, ada satu hal yang aku sadari, yaitu, setiap orang dimuka bumi ini, memiliki pengalaman CINTA masing-masing, yang tak akan pernah sama dengan orang lain. Meski CINTA itu sering juga menyakitkan, tapi dunia tanpa diwarnai dengan CINTA akan lebih pahit terasa. Jangan takut jika kita tidak "DICINTAI", namun merasa takutlah jika ternyata kita tidak bisa "MENCINTAI"...

THE MAGIC OF LOVE
( Lagi-lagi....cinta.. )


By : N. Sikome

Hari ini, aku bersimpuh. Mengakui akan kekalahanku, bahwa ternyata aku salah. Cinta itu ada, dan nyata. Kemarin-kemarin, aku begitu meragukan ketulusan hatimu, dan selalu saja merecokimu dengan kecurigaan-kecurigaan dalam semua pernyataan dan pertanyaan sinisku terhadapmu. Aku malu.
“ Aku mencintaimu... “ tukasmu datar waktu itu. Aku hanya tersenyum kecut dan menatapmu seperti mahkluk asing yang berasal dari planet lain. Kemudian, aku kembali kedalam kehidupan sibuk milikku, dan hanya sesekali memperhatikan dirimu.
Hidup itu memang aneh. Ada begitu banyak hal yang tak bisa terjelaskan oleh logika. Seperti perasaan seseorang terhadap orang lain, yang kelihatan terlalu mengada-ada, namun benar adanya. Aku jadi teringat pada seorang teman. Namanya Deysi. Kami sering pergi mendaki gunung bersama-sama. Suatu kali, saat tengah berada di antara keindahan alam Gunung Soputan, kami bertemu dengan manatan pacarnya Deysi, Was. Aku tahu pasti, bahwa laki-laki itu sangat memuja sahabatku, hingga saat ini. Dan sial baginya, Deysi sangat menyadari akan hal itu.
“ Was, kamu bisa masakin saya mie goreng, nggak ? laper nih... “ rengek Deysi pada Was. Laki-laki itu mengangguk, lalu pergi tanpa suara untuk segera menyiapkan mie goreng yang diminta Deysi, pukul 3 subuh, ditengah dinginnya cuaca gunung Soputan.
“ Was, ada biskuit nggak ? sama coffeemix, soalnya aku dingin banget, mana biskuit aku dihabisin anak-anak, lagi ! “ keluh gadis itu lagi. Kulihat Was tanpa banyak komentar langsung pergi membuatkan Deysi secangkir kopi dan mengambil biskuit yang dia minta. Itu hanyalah sedikit dari sekian banyak kekurang-ajaran Deysi pada Was. Sampai-sampai, Enai melongo seperti kerbau bodoh setiap kali dia melihat Deysi meminta Was untuk melakukan sesuatu.
“ Semua perempuan seperti itu, ya ? “ tanya Enai bernada khawatir.
“ Memangnya kenapa ? “ aku balik bertanya
“ Aku jadi takut untuk pacaran, bisa-bisa aku dijadikan budak kayak Was, “ tuturnya sambil menatap Was yang tengah memijat kaki Deysi di bawah rindangnya pohon pinus.
“ Jangan takut, saat itu terjadi, kamu nggak akan tahu kalau dirimu lagi dijadikan budak, Nai ! “ cowok itu membelalak kearahku mendengar komentarku, membuatku jadi semakin ingin menggodanya.
“ Coba kamu lihat Was, memangnya dia kelihatan tahu kalau dia itu lagi jadi jongosnya Deysi ? nggak kan ? “ jelasku sambil menunjuk kearah Was yang kali itu sudah ganti memijat bahu Deysi.
“ Dia nggak tahu, Nai. Kita nggak akan pernah tahu saat pacar kita meminta ini-itu, sebab semua akal sehat kita akan tertutup dengan suatu hal yang bernama, CINTA ! “ Opie, si bijak yang entah baru muncul darimana ikut-ikutan sumbang pendapat. Aku tersenyum mendengar kata-kata Opie, sebab itu memang benar.
“ Opie memang benar, Nai. Kita tak akan pernah sadar bahwa kita sedang dipermainkan, dan yang paling gila lagi, seringkali kita malah menikmati hal itu, “ kau berucap lirih dari dalam tenda. Aku tak tahu, ternyata kau juga tengah menyimak percakapan aku dan Enai. Ada rasa gelisah yang tiba-tiba saja merasuki hatiku mendengar ucapanmu itu.
Aku jadi bertanya-tanya, mungkinkah kelakuanku terhadapmu juga seperti Deysi memperlakukan Was. Tidak, itu tak benar. Aku tahu pasti bahwa Deysi sama sekali tidak pernah mencintai Was, dan dia melakukan semuanya itu hanya untuk mengambil untung bagi dirinya saja. Sedangkan aku, entahlah. Aku sendiri masih belum tahu apa sebenarnya arti dirimu bagiku saat itu. Apakah itu lebih buruk dari tidak mencintai, entahlah..
Hari kembali berlalu, tak terasa kita sudah berada ditahun kedua, dan masih bersama. Aku mulai mengenal dirimu lebih dalam, dan mulai menikmati kebersamaan kita. Namun aku masih belum bisa percaya pada dirimu. Sebenarnya, aku ingin. Namun didalam pikiranku, selalu saja ada yang memerintahkan aku untuk melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan apa yang ada didalam hatiku, atas nama LOGIKA.
Kau, masih saja setia menemani aku dengan segala kesombonganku, kepongahanku, kebaikanku, kegembiraanku, dan juga kesedihanku. Berbagai peristiwa kita lalui, dan kau tetap berada disampingku. Namun aku masih ragu, dan juga masih curiga.
Ditahun ketiga, berbagai peristiwa mewarnai kebersamaan kita. Dan dari kesemuanya itu, kepedihan atas kehilangan seseorang yang berarti dalam hidupku dan juga hidupmu, yang menguji kesabaran kita berdua, menguatkan jalinan itu, aku akhirnya menyadari, kalau kau dan juga aku memang terlahir untuk bersama. Aku pernah ingin pergi, dan untuk mewujudkannya kuhina dirimu dengan berbagai macam perkataan-perkataan yang menyakitkan, namun kau tak bergeming. Hanya tersenyum, dan anehnya, senyummu itu sangat menenangkan hatiku.
Kini, hampir lima tahun sudah. Dan, ada babak baru dalam hidupku yang harus kulewati. Menyakitkan, dan juga menghancurkan diriku. Aku sendiri mulai merasa benci dengan diriku sendiri, dan mulai menyalahkan Tuhan atas semuanya. Aku merasa terhina, terluka dan juga tak berdaya.
Kau, kali ini dengan airmata dipipimu, mengatakan padaku kalau semua itu tak cukup untuk membuatmu membenci diriku, dan bahwa cinta yang kau rasakan padaku jauh lebih besar dari semua itu. Jujur aku terkejut, dan hampir-hampir tak mempercayai pendengaranku. Bagaimana mungkin ada manusia yang memiliki pikiran seperti dirimu ?
Cinta itu memang aneh, tapi kini aku bersyukur pada Tuhan yang menciptakan keanehan itu, sebab aku kini mendapatkannya, dalam dirimu. Kuingin kau tahu, sebab mungkin selama ini kubenci untuk mengucapkannya, kalau aku juga, mencintaimu...

( to Sandi Tamansa, my ELL...)

F I N

Dibawah Ini adalah salah satu "ungkapan pikiran" aku tentang CINTA.

~SELAMAT DATANG, CINTA….~
By: N.Sikome


Walau tak datang,
Dengan sejuta bunga,
Ataupun jatuh,
Bertaburan bintang….
Dan menyapa
Bersama duka….
Biarpun tak seharum
Mawar merah…..dan…..
Singgah dan menyapa
Di tengah suka,
Lalu goreskan luka…..
Tersenyum mencibir,
Terkorek airmata
Dari lubuk terdalam
Jiwa-jiwa dahaga…..dan….
Titip derita….
Walaupun…..demikian….
Ku ingin berkata,
Hanya ingin bicara,
Walau hati perih bernanah,
‘Selamat datang, CINTA…..’
03 Februari 2009 | By: nsikome

Hi Everyone....

Nge-blog, wuih....kalo dipikir-pikir, agak-agak narsis juga ya...tapi buat aku, narsis atau nggak, terserah masing-masing pribadinya. Aku sendiri, egp...aja,lah ya..
Oh ya, aku bikin blog ini, sebetulnya iseng-iseng aja, aku kan penulis, bukan mau nyombong ya, tulisan aku sudah sering muncul di banyak media massa. Mulai dari cerpen, cerber, artikel, dll dsb..
Trus, aku pada mikir, kenapa nggak aku bikin blog saja? trus ditaroh deh semua cerpen2 dan juga cerita-ceritaku yang sudah pada dimuat di majalah, koran, etc...
Jujur sih ya, kadang aku suka nggak puas sama tulisanku yang dimuat di media cetak, soalnya sering di cut sih, bahkan nggak jarang, hal yang ingin aku sampaikan lewat tulisanku itu, pada nggak kesampaian ujung-ujungnya, keburu di potong duluan, dengan alasan kesopanan, dll. Padahal, lihat aja bangsa kita, dan kalau kita mau berpikir dengan jujur, yah...kita pasti bisa menemukan jawaban yang sesuai.
Friends, blog ini juga, aku mau dedikasikan untuk semua penulis di Indonesia, baik yang terkenal ataupun tidak, baik yang cuman suka corat-coret Diary ataupun kertas, aku cuman mau bilang, KEEP WRITING, guys !!!



NSikome