22 Januari 2012 | By: nsikome

KETIKA BULAN TINGGAL SEPOTONG

Cerita ini, dibuat sudah agak lama sih, sekitar 5-6 tahun yg lalu, pada bulan Ramadhan, ketika saudara2 Muslim Indonesia tengah menjalankan ibadah puasa, dan ketemu diarsip hari ini. Semoga kalian semua menyukai cerita ini.
www.colorfulwallpaper.net


KETIKA BULAN TINGGAL SEPOTONG


            Aku sebenarnya agak terkejut dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Bapak Presiden sehubungan dengan penunjukkan Papa sebagai duta besar RI untuk Aljazair. Serta-merta, aku langsung protes saat Mama memberitahuku, bahwa kami sekeluarga akan pindah ke Alger, ibukota Aljazair pada pertengahan bulan depan.
“ Mama, bukannya aku menolak keberuntungan yang datang pada keluarga kita, tapi kenapa harus pergi bulan depan ? “. Mama hanya melotot sebal kearahku mendengar protesku. Tanpa memperdulikan pelototan Mama tersebut, aku meneruskan protesku,
“ Aku nggak mau pergi bulan depan, pokoknya harus nunggu sampe Idul Fitri lewat. Kalau nggak, aku bakal mogok makan selama-lamanya !! “ ancamku marah. Bukannya takut dengan ancaman yang kulontarkan, Mama malah mencibir sinis sambil berkata cuek,
“Bagus ! biar kamu bisa diet dikit, dan nggak perlu nyolong-nyolong cokelat Mama di lemari es,“ lalu wanita setengah baya cantik itu melenggang pergi, meninggalkan aku sendiri yang jadi sebal setengah mati.
Protesku untuk menunda keberangkatan keluarga kami ke Aljazair sama sekali tak menghasilkan apa-apa. Pernah kucoba untuk berkoalisi dengan Kak Vita, tapi dia malah ngomong ke aku kayak gini,
“ Gie, tau nggak...kakak malah udah nggak sabar untuk ke negeri asal Zinedine Zidane itu, sebab katanya, disana banyak cowok cakep bermata ijo kayak Tom Welling di seri Smallville itu, lho ! “  HAH ?!
Setelah nangis bombay selama seminggu waktu say goodbye sama teman-teman di sekolah yang tiap hari aku kunjungi dirumah mereka masing-masing, tibalah waktunya untuk meninggalkan negeriku yang tercinta. Sebenarnya, aku dulunya agak berat untuk pergi gara-gara ada Dickson, cowok cakep berlesung pipi yang kutaksir sejak pertama kali melihatnya di depan WC sekolah, tapi waktu kudengar dia udah pacaran sama si Gina, si covergirl gagal yang sok cakep dan kebetulan adalah musuh bebuyutanku di sekolah sejak jaman kelas 1 dulu, aku jadi ilfeel tiap kali ngeliat tampangnya si Dickson, dan berkurang 1 pula alasanku untuk tetap tinggal disini.
“ Angie...jangan lupain kita-kita, ya... “ si kembar Vinny, Viddy dan Vikka  memelukku erat-erat sambil koor bareng mengucapkan salam perpisahan saat mereka mengantarku ke Airport. Mereka sebenarnya bukan kembar, cuma kebetulan aja nama mereka ada huruf V nya di depan. Karena mereka bertiga pengen punya saudara kembar, jadilah masing-masing mengangkat yang lain jadi saudara kembarnya di sekolah. Padahal, muka mereka nggak ada mirip-miripnya.
            Perjalanan panjang yang melelahkan karena untuk ke Alger, kami harus 3 kali ganti pesawat, akhirnya berakhir juga. Pada jam 3 sore waktu setempat, pesawat yang kami tumpangi mendarat di Bandara Internasional Alger.
“ Ma, disini lagi mau ada acara apa sih, kok banyak banget polisinya ?! “ tanyaku heran. Memang sih, setahuku di Airport manapun di dunia, emang selalu ada polisinya. Tapi yang ini sih kebanyakan.
“ Polisinya mau jemput kita, Gie. Kan Papa mau jadi duta besar disini.. “ terang Mama
“ Ooooo.... “ kak Vita dan aku mengangguk bareng tanda mengerti. Papa yang mendengar percakapan kami menyeletuk menyambung penjelasan Mama,
“ Polisinya banyak juga buat ngejagain kita, sebab Aljazair kan negara yang bergejolak, hingga saat ini sering terjadi penculikan-penculikan oleh para teroris dan yang menjadi sasaran mereka terutama para diplomat-diplomat dan keluarganya, seperti Papa ini... “
Kali ini, aku, kak Vita dan Mama yang ternganga ngeri. Sedetik kemudian, terdengar suara mengaduh Papa, dia dipukulin pake tas tangan sama Mama,
“ Papa kenapa nggak bilang sama Mama kalau ini negara yang banyak terorisnya ?! sengaja ya...sengaja ya... “ tanpa memperdulikan permintaan Papa agar dia berhenti, Mama terus memukuli Papa dengan tasnya. Aku dan kak Vita hanya tersenyum melihat ulah Mama.
“ Ma...jangan gitu, dong...kita harus mensyukuri keberuntungan yang datang pada keluarga kita... “ ledekku mengutip kalimat Mama padaku saat masih di Indonesia.
“ Hush... kalem dikit semuanya kenapa, sih ?! tuh orang KBRI pada kemari.. “ Papa menunjuk ke arah pintu masuk terminal kedatangan.
            Tak terasa, sudah seminggu kami berada di Alger. Aku sendiri baru kemarin masuk ke sebuah SMU negeri yang suasana-nya cukup aneh. Aku merasa seperti terdampar di sebuah planet lain, dimana semua penghuninya berbicara memakai bahasa aneh yang tak kumengerti. Aljazair adalah sebuah negara bekas jajahan Perancis yang sampai sekarang masih memakai bahasa Perancis sebagai bahasa mereka, dan juga bahasa Arab yang sama sekali tak kumengerti selain “Assalamualaikum”. Aku agak menyesal juga dulu waktu belajar bahasa Arab di pesantren milik Bule Mirna aku banyakan bolosnya dari hadirnya. Bahasa Perancis ? wallahualam.. aku sampe detik ini masih belum ngerti bagaimana mungkin ada orang yang bisa mengarang sebuah bahasa sesulit dan serumit bahasa yang satu itu. Hasilnya, seharian di sekolah kemarin aku kayak orang bisu, bengong aja...
“ Gie, kamu mau kesekolah apa nggak ? “ tepukan kak Vita di pundakku membuatku tersadar dari lamunan pagiku. Susu dihadapanku sama sekali belum tersentuh.
“ Kita kesekolah naik piring terbang yang mana, kak ? “ tanyaku masih agak-agak melamun
“ Apa ?! “ seru kak Vita heran
“ Nggak apa-apa.... “ aku bangkit dari kursi makan dengan perasaan yang bercampur aduk, antara rasa malas dan bingung.
Aku sedang menikmati nasi goreng buatan Mama yang kubawa sebagai bekal buat saat istirahat, soalnya pengalaman makan di kantin sekolah kemarin membuatku kapok. Makanan orang Aljazair aneh. Mereka suka makan biji-bijian kecil segede upil berwarna krem yang dicampur-campur sama saos yang berbau aneh. Katanya sih, nama masakan itu Couscous. Kayak nama binatang aja, ya...apapun namanya, aku nggak suka.
Hi....the new comer..how are you today ? “ sebuah suara beraksen aneh menyapaku, dengan sebuah bahasa yang akhirnya bisa kumengerti. Saat kutengadahkan kepalaku, sesaat ada sebuah moment magic seperti di filem-filem romantis. Seorang cowok cakep setengah mati yang menyapaku. Matanya berwarna ijo, lagi ! kayak mata Tom Welling yang jadi Clark Kent di seri Smallville.
Fine-fine aja, deh... “ tak sengaja aku keceplosan mencampur bahasa Inggris sama logat Jakarta. Si cute bermata ijo menatapku heran.
Sorry.... I’m fine, thank’s.. “ kubalas salamnya sebaik yang kubisa.
“ I heard that you’re from Indonesia, aren’t you ? “ tanya si mata ijo lagi. Aku hanya menganggukkan kepalaku, bukannya nggak bisa bales pake bahasa Inggris, sorry la ya.. gini-gini aku pernah juara pidato bahasa Inggris sekecamatan gitu, lho !! mulutku cuma sedang full  nasi goreng aja.
Berikutnya, percakapan antara aku dan si mata ijo langsung mengalir kayak air ( kuterjemahin aja ke bahasa Indonesia, ya... )
Si mata ijo yang ternyata bernama Yazid itu orangnya asik juga. Dia banyak nanya tentang Indonesia.
“ Pasti negeri kamu seperti surga ya, Gie ? “ celetuk Yazid
“ Kenapa kamu ngomong kayak gitu, Zid ? “
“ Negeri kamu banyak pohon-pohonnya, nggak kayak disini, cuman banyak padang pasirnya “ terang Yazid.
            Perkenalanku hari itu dengan Yazid ternyata membuka pintu persahabatanku dengan teman-teman sekolah yang lain, tentu saja dengan memakai Yazid sebagai penerjemah pribadiku meski ada juga yang bisa bahasa Inggris
Tak terasa, bulan Ramadhan sudah menjelang. Aku sedikit merasa bersalah dengan teman-teman ku yang berada di Indonesia, sebab aku agak melupakan mereka. Disekolahku yang baru, aku mendapat banyak teman baru . Ada Shella, cewek cantik dan lucu yang wajahnya mirip-mirip sama Kareena Kapoor si bintang film India, juga ada Kareem, yang anehnya ngingetin aku sama Anjasmara saat main sinetron si Cecep, soalnya mirip banget, cuman si Karem pake kacamata besar.
“ Gie... kamu mau nggak jadi pacar aku ? “ tembak Yazid tiba-tiba saat kami sedang mengatur acara penyambutan bulan Ramadhan sekolah. Aku agak kaget, tapi nggak terlalu surprise-surprise amat. Soalnya, aku udah tau kalo si Yazid naksir aku. Meskipun begitu, tak urung pipiku bersemu merah juga mendengar “tembakan” Yazid itu.
“ Ehm....gimana ya...aku nggak bisa menjawab sekarang, gimana kalo hari Senin aja ? “ sebenarnya bukan aku jual mahal, cuman jaga imej dikit kan nggak apa-apa. Biar nggak dianggap murahan.
“ Sekarang aja...soalnya aku harus pulang ke kampungku dan baru bisa kembali minggu depan sehabis liburan puasa, boleh kan, Gie ? “ Yazid memohon. Ku gelengkan kepalaku cepat.
“ Aku nggak bisa jawab sekarang, Zid. Aku kan harus berpikir, kasih aku waktu sampai hari Senin, ya ? “ tawarku, meski kelihatan enggan, kulihat Yazid mengiyakan juga akhirnya.
Untuk menyambut bulan puasa, KBRI mengadakan acara bersama. Dan tentu saja, Papa sebagai Duta Besar dan keluarganya menjadi yang paling “wajib hadir” dalam acara tersebut. Aku sebenarnya agak-agak kesal, soalnya aku pengen banget Yazid hadir di acara itu, apalagi ada kak Vita yang terus meledekku habis-habisan dengan pacar barunya si Wahfud yang berhidung panjang kayak Pinokio. Tapi apa dayaku ? Yazid harus pulang ke kampungnya di sebelah selatan Aljazair sana.
“ Iya Mbakyu.. katanya banyak yang meninggal oleh serangan bom bunuh diri itu, “ samar-samar kudengar percakapan Mama dengan seorang Ibu berkonde gede yang bertugas di bagian Visa.
“ Aduh... kasian ya...bulan Ramadhan kayak gini seharusnya di isi dengan kegiatan yang positif, kok malah main bom.. “ komentar Mama yang sebenarnya buta banget tentang situasi di Aljazair.
Besoknya, karena masih libur, aku sama Kak Vita pergi jalan-jalan melihat laut dan juga sisa-sisa bangunan bekas peninggalan bangsa Romawi. Setelah menyiapkan bekal, aku dan kak Vita bersama dengan pacarnya si Pinokio langsung pergi dengan diantar sopir kedutaan, Pak Yono.
Di tengah jalan, tiba-tiba HP ku berdering. Ternyata Shella.
“ Assalamualaikum Gie, lagi ngapain “ terdengar suara merdu Shella
“ Assalamualaikum La, aku baik-baik aja, ini lagi mau jalan-jalan ke laut, “ jelasku pada Shella. Terdengar suara gadis itu seperti agak resah.
“ Kamu kenapa, La ? kok kelihatan resah gitu. Sakit ya ? “ tanyaku langsung. Shella bersuara seperti orang yang mau nangis.
“ Gini Gie... kamu denger ada pemboman kemarin, kan ? “
“ Emang kenapa ? “ aku sih denger  lewat percakapan Mama di acara sambut puasa KBRI.
“ Jangan kaget ya, Gie...Yazid...dia..ikut jadi korban dalam kejadian itu...dia meninggal, Gie... “ suara Shella yang cukup pelan itu terdengar seperti granat yang meledak dalam kepalaku. Aku langsung jadi pusing seketika. Ketika aku terbangun, sore sudah mulai menjelang, dan aku tengah terbaring di tempat tidurku.
“ Kamu nggak apa-apa, Angie ? “ Mama sudah berada di samping tempat tidurku. Aku hanya menggeleng lemah. Kukuatkan diriku untuk bangun dan duduk.
“ Ma.. Angie pengen sendiri.. “ seakan mengerti, semua orang yang berada di dalam kamarku termasuk Papa langsung keluar kamar. Aku masih belum bisa menerima bahwa aku telah kehilangan Yazid. Rasanya terlalu cepat dia pergi. Aku bahkan belum menjawab pertanyaannya minggu yang lalu.
Kusibakkan jendela kamarku, nampak di langit bulan yang cuma sepotong berbaur dengan langit muram tanpa bintang-bintang. Semuram hatiku saat ini. Bulan puasa sudah tiba, dan aku harus sendiri tanpa Yazid lagi, seperti bulan di langit itu.........

(Have a nice Ramadhan, Indonesia..)

T H E   E N D