10 Oktober 2011 | By: nsikome

RAHASIA RANI (Novel Episode 1)

Hi guys!!!.............berhubung The Lost City udah mau abis, as my promise, ada satu lagi novel yang baru, yang nggak kalah keren dan asyik dari The Lost City. Judulnya, Rahasia Rani. Mau tahu ceritanya tentang apa? Yang pasti, petualangan, so pasti!...ENjoy!!


RAHASIA RANI
Episode 1

Cuaca panas dan kering menyengat kepala Rani. Gadis remaja itu sebenarnya sudah semenjak tadi mengeluh terus dalam hatinya, namun karena gengsi dan takut di ejek sama Andi kakaknya, dia harus puas untuk diam semenjak berangkat dari pangkalan unta di Aswan* tadi.

Ternyata ide untuk menunggangi unta berjalan mengelilingi padang pasir di sekitar Aswan itu bukanlah sebuah ide yang bagus. Selain panas di atas 37°C yang sangat menyengat, duduk di atas unta yang berjalan seperti sedang naik mobil di jalan rusak, atau bahkan bagai naik perahu dan berlayar di tengah gelombang, sungguh sangat tidak nyaman. Rani hampir tak bisa menahan tertawa-nya saat melihat wajah kakaknya. Andi kakaknya itu adalah orang yang sangat benci bila harus bepergian jauh, sebab Andi itu orangnya gampang menderita mabuk perjalanan. Dan saat ini setelah hampir 30 menit menunggang unta, wajah kakaknya sudah mulai memutih, membuat Rani jadi ingat boneka casper kesukaan Winda sahabatnya.

“ Kak Andi awas ada lobang di depan !! “ teriak Rani seperti panik seraya menunjuk ke depan. Dengan sigap kakaknya menarik tali kendali unta ke kiri, dan binatang itu secara mendadak memutar cepat, membuat pemuda itu hampir terjatuh. Rani tertawa keras-keras, sebab tadi dia hanya bercanda, tak ada lobang sama sekali di depan jalan yang di lalui Andi.

“ Dasar telinga kelinci !! awas kamu baru kita sampai di rumah !! “ ancam Andi dengan wajah marah. Dia kesal sekali dengan perbuatan adiknya itu, benar-benar keterlaluan. Tiba-tiba Andi merasa seperti ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam perutnya, mulai naik ke tenggorokan.

“ Mama !!! stop dulu, saya mau..Hueeeeeeeeekkkk !!!!!!!!!!!!! “ baru saja dia hendak bergegas untuk turun dari unta-nya, sudah terlambat.

“ Ihhh, kak Andi jorok !! “ teriak Rani sambil menarik tali unta-nya, menjauh dari sisi Andi.

Perjalanan dengan unta terpaksa harus di hentikan, padahal Rani sudah mulai menikmati perjalanan itu, apalagi setelah berhasil mengisengi kakaknya tadi. Kalau di rumah, Rani hampir tak punya kesempatan untuk itu, sebab dia yang selalu jadi korban keisengan kakaknya itu, dan sialnya dia tak bisa membalas, sebab tidak saja Andi lebih cepat darinya, dia juga lebih besar dan kuat dari Rani. Pernah satu kali Rani menyembunyikan pulpen kesayangan kakaknya, dia harus rela di angkat dari kaki, dan di obok-obok terbalik sampai semua yang ada di kantongnya keluar semua. Dan sekarang saat mempunyai kesempatan untuk membalas perbuatan kakaknya itu, dengan menyerang titik lemahnya, Ibu dan Ayah memutuskan untuk menghentikan perjalanan karena Andi mulai sakit.

Sebelum kembali ke pangkalan unta, Ayah memutuskan untuk beristirahat sedikit di bawah pohon olive* sambil menunggu keadaan Andi membaik sedikit. Rani merasa kesal. Dia lalu memutuskan untuk berkeliling di sekitar situ.

“ Ma, Rani boleh jalan-jalan berkeliling sedikit di sekitar sini ? “ tanya Rani meminta persetujuan orangtua-nya.

“ Aduh Rani, jangan Nak. Nanti kamu kesasar dan nggak bisa balik lagi kesini bagaimana ?? “ Ayah Rani malah yang menyahut cemas.

“ Ah ‘Pa, biarin saja, Rani kan bukan anak kecil lagi, soal sasar-kesasar Rani anggota Pramuka di sekolahnya, lho. Papa ini ada-ada saja ! “ sahut Ibu Rani sambil senyum-senyum kecil, soalnya dia paling tahu bagaimana suaminya itu sangat khawatir dengan putri kesayangannya.

“ Tapi ‘Ma__ “

“ Sudah jangan pake tapi-tapian, lagian Rani kan cuma mau berkeliling di sekitar sini, nggak jauh-jauh amat ! “ Ibu Rani sudah memotong sebelum suaminya bicara lebih panjang lebar.

“ Makasih Ma !! “ Rani mengecup pipi Ibu-nya, dan langsung berlalu dari situ setelah sebelumnya meraih ransel kecilnya.

Rani melemparkan pandangannya ke sekeliling. Yang ada di situ hanyalah pasir semata. Ada kali lewat beberapa kelompok turis seperti mereka yang berkeliling padang pasir di sekitar Aswan* dengan unta. Cuaca mulai semakin panas, dan menurut servis prakiraan cuaca Mesir kemarin malam, hari ini temperatur maksimum hingga 45°C, Rani menyeka keringat yang meleleh di keningnya. Dia lalu mulai melangkah menuju gundukan-gundukan pasir yang tersebar di hadapannya, seraya membayangkan bahwa dia mungkin bisa menemukan sebuah kuburan tua seperti yang dia lihat di filem-filem adventurier atau bahkan film horor seperti ‘Momie’ yang di bintangi si keren Brendan Fraser itu. Rani tertawa kecil saat menyadari dirinya yang mulai mengkhayal aneh-aneh.

Panas matahari semakin menyengat, Rani mulai merasa haus. Gadis itu lalu merogoh ke dalam ransel kecilnya untuk mengambil botol air mineral.

“ Ooo...shut !! aku lupa mengambil air di ransel Papa ! “ Rani menyesali keteledorannya. Berjalan di padang gurun pasir tanpa air minum itu sih namanya mau bunuh diri secara sukarela. Gadis itu lalu berbalik ke jalan di mana dia datang tadi. Namun angin yang selalu rutin datang telah menyapu semua jejak Rani. Yang ada hanyalah hamparan pasir tak berbatas, dan seakan tak pernah di lalui oleh mahkluk hidup apapun. Gadis itu mulai panik, namun dia masih bisa berpikir jernih. Dengan sigap dia mengeluarkan sebuah kompas kecil dari dalam ransel kecil-nya dan mulai berjalan.

Sudah sekitar 15 menit dia berjalan, Rani tak juga melihat bayangan keluarganya dan juga penunjuk jalan yang di sewa ayahnya. Sementara itu rasa haus mulai menyekat kerongkongan Rani. Dia mulai putus asa. Saat berpikir bahwa dia sebenarnya sementara tersesat di tengah padang gurun, dan mungkin akan mati kehausan, Rani memutuskan untuk berteriak, siapa tahu keluarganya bisa mendengar suara Rani.

“ Papaaaaa.............Mamaaaaaaa..........kak Andiiiiiiiiiiiiiiiiii...............!!!! “ gadis itu berteriak dengan sekuat tenaga. Tak ada sahutan sama sekali. Namun Rani tidak mau menyerah, dia mulai lagi berteriak memanggil-manggil, tapi yang dia dengar hanyalah suaranya sendiri. Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar suara bergemuruh yang semakin mendekat ke arah gadis itu, Rani terbelalak kaget saat tahu bahwa suara gemuruh itu sebenarnya badai pasir yang biasa bertiup di padang gurun pasir pada waktu² tertentu. Dengan susah payah, gadis itu mulai mencari tempat perlindungan di kiri-kanan, dan saat matanya menangkap sebuah lobang di bawah gundukan pasir, tanpa berpikir panjang dia langsung merangkak masuk ke dalam situ. Dia mengerti betul bahwa angin badai yang bisa membawa pasir hingga berton-ton beratnya itu sangat membahayakan. Bahkan orang Mesir yang menjadi penunjuk jalan mereka bercerita bahwa seminggu sebelumnya ada beberapa turis yang mati tertimbun pasir akibat badai seperti itu.

Sudah sekitar 10 menit Rani berdiam di lobang kecil itu, kakinya mulai merasa kesemutan. Sementara di luar tempat berlindungnya suara gemuruh badai pasir masih terus berlangsung. Rani mencoba utk merenggangkan kakinya, sebab dia mulai merasa terganggu, tanpa sengaja, gadis itu menendang sesuatu di belakangnya. Sedetik kemudian terdengar bunyi barang jatuh, bongkahan batu yang ada di belakang Rani terjatuh, dan nampak sebuah tangga menurun ke bawah. Rani tak percaya dengan penglihatannya. Dengan cepat diambilnya senter kecil yang selalu berada di dalam ransel kecilnya, dan mulai berjalan menuruni tangga selebar kira-kira 1 meter itu.

Pemandangan yang sudah menunggu Rani sangat luar biasa, bagi seseorang yang sangat menyukai cerita-cerita petualangan seperti dia, apa yang dia temukan itu sudah melampaui imajinasi-nya yang paling tinggi sekalipun. Ruangan di bawah tangga itu tidaklah terlalu besar, mungkin hanya berukuran sekitar 2 x 3 meter. Rani tidak tahu ruangan apa itu, namun yang pasti itu bukanlah kuburan. Sebab seperti yang dia lihat di film-film dokumentasi ttg Mesir kuno, dalam sebuah kuburan selalu ada sarkofak* yang biasanya berisi mumi.

Di sudut kanan ruangan itu, ada sebuah meja yang terbuat dari batu, sedangkan di atasnya terletak sebuah guci, yang tertutup abu tebal. Rani mengedarkan pandangannya ke sekeliling, di sudut yang satunya lagi, ada sebuah batu yang sepertinya di gunakan sebagai tempat duduk. Rani yang sudah kelelahan semenjak tadi langsung duduk di atas batu itu. Namun batu itu tiba-tiba bergerak turun saat Rani meletakkan seluruh berat badannya di atasnya, dan dinding di sebelah kanan Rani bergeser ke belakang, sebuah pintu terbuka lebar.

Gadis itu berjalan mundur ketakutan, badannya bergetar hebat. Namun cahaya yang berada di ujung lorong yang baru saja dia temukan membuatnya kurang takut. Rani mulai berpikir, mungkin saja lorong itu ujungnya adalah jalan keluar dari situ. Sebab dengan badai pasir tadi, lobang kecil tempat dia berlindung tadi hampir pasti sudah tertutup pasir yang di bawa angin.

Rani mulai melangkah menyusuri lorong itu, dengan kepala yang di penuhi berbagai pertanyaan. Tentang ruangan apa sebenarnya yang baru saja dia temukan itu. Lorong yang kelihatannya hanya pendek itu ternyata panjangnya kira-kira 1 kilometer. Rani merasa senang saat cahaya yang di lihatnya dari ruangan kecil di ujung lorong itu sudah mulai semakin kuat. Namun saat tiba di ujung, Rani terdiam tegak seperti di sihir, dengan mata terbelalak dan mulut terbuka lebar.

Cahaya itu bukanlah cahaya matahari yang datang dari luar, dan tidak ada jalan keluar dari situ. Yang paling menakjubkan, cahaya yang di lihat oleh Rani tadi berasal dari sebuah batu berwarna biru, yang melayang di atas sebuah lempengan batu tebal. Sungguh sebuah pemandangan yang normalnya hanya bisa di temukan di film atau di cerita dongeng saja. Lama gadis itu terpana heran. Saat dia mulai bisa menguasai dirinya kembali, perlahan Rani memutari batu bercahaya biru yang melayang itu, sambil mengamati dengan cermat. Batu itu hanyalah sebuah batu biasa yg kelihatan seperti berlian, namun berwarna biru yang mengeluarkan cahaya menyilaukan.

Dengan takut-takut Rani mencoba untuk menyentuh batu itu, ada rasa hangat yang menjalar di jari-jarinya saat tangan gadis itu mulai mendekat ke batu biru. Rani memberanikan untuk menggenggam batu itu, ternyata tak ada sesuatu yang terjadi. Yang ada hanyalah rasa hangat dia rasakan. Tiba-tiba batu itu mulai bergetar, dan dengan refleks Rani melepaskan tangannya dari batu biru itu, namun telapak tangan beserta kelima jarinya seperti melekat erat pada batu itu. Rasa panik mulai menguasai Rani, namun dia tak merasakan hal itu lebih lama lagi, sebab ledakan batu biru itu membuatnya pingsan seketika.(BERSAMBUNG)

Keterangan Bahasa :

Sarkofak : Peti mati dari batu




2 komentar:

Anonim mengatakan...

Satu Novel baru lagi? aseeeekkk..kirain yang the lost city udah mau abis, terus udah gak ada lagi. Jangan dibikin buku ya gan, nanti kita harus beli buat baca nya lagi! kalo disini kan gratosss!Cerita si Rani baru mau mulai udah seru, settingan tempatnya di Mesir ya? pasti aGAN udah banyak keliling dunia, si Intipalla di Peru, sekarang di Mesir.empat jempol gan!

nsikome mengatakan...

Anon : Iya, settingannya di Mesir juga di Indonesia...nanti ada buku 2 TLC, judulnya Bloodline-The secret of Royal Family. Tapi belum kelar nulisnya.. :)

Posting Komentar