21 November 2011 | By: nsikome

DARI KISI HATI NURANI


Photo : www.ignitetheweb.org

Bila saja,
Semuanya berbeda,
Dalam waktu, dalam keadaan...

Ku ingin lagukan rasa ini,
Lewat sejuta gubahan dan puisi
Biar semua tahu,
Isi di dalam hati.....

Maafkan aku,
Saat ini ku hanya bisa berbisik,
Lirih namun pasti,
Tentang kenyataan yang ada...

Terperangkap dalam ketakberdayaan..
Benar-benar menyakitkan!!
Namun seperti janji sang Mentari
Tuk bersinar di setiap pagi
Ku pasti kan datang,
Esok, lima tahun lagi, atau mungkin lebih...

HEY!!!...
Dengarkan baik-baik..
Ku ingin kau tahu, mengerti, dan sadar,
Tentang Kisi terdalam hati nurani-ku,
Ada KAU di situ!!!

(Davao City, Nov 2002)
18 November 2011 | By: nsikome

AKU DAN DIA (11-11-2011, pukul 11.00)

Image: www.planetradiocity.com

Akhirnya, duka itu usai sudah. Perjalanan panjang yang kami lalui, melewati sejuta tangis dan beribu tawa bersama, berakhir dalam suatu ikatan janji setia, PERNIKAHAN yang suci. Aku masih serasa bermimpi, ketika akhirnya mereka menyebutku sebagai nyonya-dirinya. 
Aku bahkan masih suka terbangun ditengah malam, dan menatap dia di sampingku yang tengah tertidur lelap, sembari bertanya-tanya, jika ini adalah sebuah realita, atau hanya imajinasiku semata. Tapi dia masih tetap disana, tertidur lelap dalam mimpi letihnya seusai bekerja. Itu memang nyata.

Dia, hanya seorang lelaki biasa, yang tidak bergelimang dengan harta atau barang mewah. Sesosok pria sederhana, yang selalu tampil apa adanya, dengan segala kekurangan maupun kelebihannya. Pelit bicara, namun sangat suka berpikir dan menyimak segala hal. Ketika itu, dia hanya seorang pemuda biasa, yang mempesona. 
Namun, kesedihan dan kepedihan di masa lalu, membuatku selalu awas dan berjaga-jaga. Karena kepercayaan pada dunia pernikahan yang terlanjur porak-poranda dihantam badai dan akhirnya mengandaskan pernikahanku sebelumnya. Ketika aku terlanjur dikhianati, dan akhirnya terhempas begitu saja dalam lubang keputus-asaan, juga dendam.

Ketika semua mata memandangku curiga, berbisik-bisik dibelakangku dengan sejuta cerita imajinasi mereka, dan bahkan keluarga-ku sendiri mencerca diriku, tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya pada hidupku, dia datang, dan entah mengapa, aku merasa begitu nyaman menceritakan semua luka-ku, segala duka-ku, dan seluruh dilema-ku. Dia hanya mendengar, menyimak, tanpa banyak bicara. Dan memang hanya itu yang kuperlukan, seseorang untuk mendengarkan isi hatiku.

Bukannya aku lantas percaya dan kemudian luruh, beribu curiga bercampur aduk, berbaur dalam hatiku, bukan hanya untuknya, namun juga untuk semua manusia yang berjenis kelamin sama dengannya. Namun waktu akhirnya yang membuktikan, tentang dirinya. Berbagai macam permasalahan, kesedihan, kegembiraan, kami lalui bersama, dan dia masih terus setia, menemani setiap tapak-tapak kaki hidupku yang penuh dengan keperihan. 

Tak jarang, dia menjadi tempatku melampiaskan kemarahan yang berkobar dihati, bahkan caci maki dan hinaan dariku, tetap diterimanya dengan tenang dan lapang hati. Ada saat, ketika kupikir dia akan pergi, beranjak dari sisiku karena bosan dengan keangkuhan dan juga segala kemarahan-kemarahanku, namun dia masih tetap saja ada disisiku, menemani setiap derai airmata sunyi-ku, dan merangkuhku ketika aku merasa begitu lemah dan rapuh. 

Bukannya dia tak punya kelemahan, dia juga sepertiku hanya manusia biasa, namun, kelemahan-kelemahannya itulah, yang menunjukkan pada diriku, bahwa dternyata aku dan dia selama ini selalu melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Pernah suatu ketika, saat aku memintanya untuk pergi dari hidupku, karena kupikir dia pantas untuk mendapatkan seseorang yang lebih dariku. Kuingin dia bahagia dan tak hanya terjebak dalam lingkaran ketidak pastian bersama denganku, dia hanya menatapku, hening, lalu bertanya ; "maukah kamu menjadi teman hidupku?", ada airmata disana, jatuh dikedua pipinya.

Tahun kembali berlalu, dan dia masih tetap setia menemani hari-hariku, meski hinaan dan cercaan dari orang-orang disekitar kami dan terutama dari keluarga-ku terus menerus dia terima. Ketika kutanya apa pendapatnya tentang itu, dia hanya menjawab; "mungkin karena aku orang miskin, dan mereka merasa aku tak pantas untukmu". 

Tak jarang, konfrontasi-konfrontasi langsung dari keluargaku pada dirinya, dengan berbagai macam tuduhan, kata-kata hinaan dan celaan dia alami. Namun tak satu patah katapun pernah dia ceritakan padaku, meski selalu kudesak dengan ancaman-ancaman, dia tetap diam dan bungkam seribu bahasa. Dia terus menggenggam tanganku, menjalani hari-hari denganku, membuatku tersenyum, dan melupakan sejenak rasa sedihku.

Dengannya, aku yang sebenarnya adalah seseorang yang sangat tertutup tentang hal-hal pribadi dan juga isi hatiku, menjadi begitu terbuka dan bisa langsung mengutarakan apa yang kupikir dan kurasa, tentang apa saja pada dirinya. Termasuk tentang kesedihanku pada keluargaku, yang tak pernah mencoba untuk mengerti keadaan dan penderitaanku, yang hanya mau tahu ketika aku sedang berbahagia, bersukacita, dan bergelimang harta, dan selalu menjadi kambing hitam saat ada suatu bencana yang terjadi.

Betapa mereka hanya menutup mata atas penderitaan yang kualami pada pernikahanku sebelumnya, karena gengsi semata. Karena dengan pernikahan itu, aku bisa mendapatkan banyak materi dan juga hidup mewah. Tak sedikitpun mereka ingin tahu, bahwa dibalik semua itu, ada kehancuran yang harus kutanggung sendiri, dalam hatiku. Mereka tak pernah mau tahu, tahun-tahun berkubang penderitaan yang kualami dan harus kutanggung sendiri, mereka hanya tahu, ada berapa banyak uang atau oleh-oleh yang kubawa, setiap kali berkunjung ke luar negeri, atau berlibur kesana-kemari.

Dia, saat ku mengeluh tentang penderitaanku, tentang kesedihanku, tentang segala hal yang menyakitkan hatiku, tak pernah mencoba untuk sok bijak atau bermain dengan kata-kata mutiara penyejuk jiwa seperti kebanyakan orang. Dia hanya selalu berucap; "aku ada disini untukmu sekarang dan juga nanti", itu saja.

Dia, dalam segala kesederhanaan dan segenap kekurangan yang dia miliki, tetap saja selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik dari dirinya, untukku. Dia, yang pada tanggal 11-11-2011 kemarin,  menjadi kekasih jiwaku, dalam sebuah pernikahan suci. Semoga sampai maut memisahkan....

(Kepada kekasih jiwaku ; Sandi S.Tamansa)


14 November 2011 | By: nsikome

MENTARI RAPUH


Photo : Koleksi Pribadi


Andre terpaku di depan sebuah timbunan tanah yang masih basah belum lagi di semen. Suasana pemakaman sudah sepi. Para pelayat sudah sejak setengah jam yang lalu beranjak pergi. Tinggal Andre yang kini masih terdiam di depan makam Sarah, dengan setumpuk kesedihan yang menyekat hingga ke tenggorokan. 
Dia tak percaya kalau mimpi indahnya hanya terhenti sampai di situ. Terlalu pendek semua itu, terlalu sulit untuk di terima. Ada setitik airmata jatuh di pipi pemuda itu, bersamaan dengan kenangan-kenangan yang bercampur baur melintas di benaknya…….

Andre mengenal Sarah saat keduanya sama-sama menjadi pekerja sukarelawan di palang merah. Saat itu Andre adalah mahasiswa yang duduk di semester pertama fakultas hukum, sedangkan Sarah adalah kakak tingkatnya. Ketika Andre memutuskan untuk menjadi sukarelawan di palang merah, Sarah sudah 1 tahun lebih jadi anggota di situ.
Andre teringat betul saat pertama kali dia bertemu dengan Sarah. Dia di tugaskan oleh koordinator team untuk mengantarkan daftar sumbangan bagi korban banjir yang sudah masuk pada Sarah yang saat itu menjabat sebagai sekretaris umum. Waktu pertama kali bertatap muka dengan Sarah, Andre langsung mendapat kesan seorang gadis yang angkuh, dingin, dan tertutup. Tapi dia cantik, setidaknya itulah kesimpulan positif pertama yang di tarik Andre setelah bertemu dengan Sarah.
Hubungan keduanya menjadi dekat nanti setelah enam bulan Andre berintegrasi di palang merah. Itupun saat Andre memaksa masuk di kantor Bapak Gubernur untuk meminta bantuan dan perhatian lebih terhadap regu palang merah yang di sandera pemberontak di hutan Papua saat mereka tengah melakukan operasi distribusi obat-obatan kepada suku-suku terasing di seputar lembah Baliem.
Dia harus berdiam satu malam di hotel prodeo setelah kejadian itu, tapi usahanya membuahkan hasil. Dan yang paling menyenangkan adalah sejak saat itu Sarah mulai bersikap lebih ramah terhadapnya.
Andre sangat mengagumi Sarah, baginya gadis itu adalah matahari yang memancarkan sumber energi yang tak habis-habisnya. Dia tak pernah mengenal lelah, selalu saja ada yang dia kerjakan. Dan sembilan puluh persen dari aktivitasnya dia habiskan untuk membantu orang lain yang sedang di landa kesulitan, tanpa mengharapkan apa-apa.
“ Andre ! “ terdengar sebuah lembut mengagetkan pemuda itu dari lamunan panjangnya, ternyata Jade sahabat dekat Sarah. Malam perlahan mulai jatuh, langit barat yang tadinya merah kini mulai menghitam.
“ Kamu sudah dari tadi di sini, Jade ? ‘’ tanya Andre pelan. 
Jade mengamati pemuda tampan di hadapannya, betapa dia sangat mengharapkan perhatian lebih dari Andre, tapi dia tahu bahwa hal itu mustahil. Tapi itu saat Sarah masih ada, kini Sarah sudah pergi untuk selama-lamanya, dan tak akan pernah kembali lagi. Ada setitik harapan bersamaan dengan rasa bersalah yang timbul di hati Jade.
‘’ Jade ?!! ‘’ terdengar teguran Andre mengagetkan.
‘’ Ehh..eng..nggak, Ndre. Aku baru saja tiba, tadi aku menelepon ke rumahmu, kata Mamamu kamu belum pulang, aku jadi cemas, makanya aku nyusul ke sini. ‘’ gelagapan Jade menjawab Andre.
“ Aku nggak apa-apa kok Jade. Memang agak susah untuk menerima semua ini, tapi itu sudah takdir yang kuasa, kita semua hanya manusia biasa yang hanya bisa tunduk terhadap kuasa-Nya. “ Andre menjawab diplomatis, tapi bagi Jade semua itu terdengar seperti protes dan keluhan kepada Tuhan.
Jade sendiri masih tak mengerti, sudah jelas sekali bahwa Andre dan Sarah saling menyukai, tapi tak pernah ada satupun di antara mereka yang coba untuk memulai untuk mengungkapkan isi hati masing-masing. Sarah selalu bercerita kepada Jade tentang semua perasaannya terhadap Andre, tapi semuanya hanya sampai di situ.
Mereka bertiga membentuk sebuah segitiga persahabatan yang terasa berat, karena masing² mempunyai cinta untuk yang lain. Sayang sekali Jade hanya bisa bertepuk sebelah tangan, karena dia sendiri tahu bahwa dia tak punya arti lebih selain dari teman biasa di hati Andre.
“ Jade, kok Sarah nggak pernah bilang padaku kalau dia itu lagi sakit ? “ tanya Andre gamang. Jade menghela napas panjang, dia tahu bahwa Andre akan menanyakan hal ini. Jade sendiri sudah sejak lama tahu kalau umur Sarah tak akan panjang, dia tahu kalau kanker otak yang di derita Sarah sudah membawa gadis itu di ujung hidupnya. 
Sebenarnya Jade ingin memberitahukan hal itu kepada Andre, tapi di larang keras oleh Sarah dengan alasan bahwa dia tak ingin orang lain ikut campur dengan hal pribadinya. Benar-benar alasan yang terlalu di buat-buat, tapi Jade mematuhi permintaan sahabatnya itu.
“ Aku nggak tahu pasti kenapa dia tak mau memberitahukan hal itu kepadamu, mungkin saja dia tak ingin membuatmu kuatir, Ndre ! “ Jade terpaksa mengarang alasan yang di carinya sendiri, tapi itu adalah kejujuran yang sebenarnya, karena Jade sendiri tak tahu kenapa Sarah tak bilang pada Andre tentang penyakitnya.
“ Andre, kita pulang yuk ! sudah mulai gelap tuh. “ Jade mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka, bukan hanya karena dia tak tega melihat Andre sedih seperti itu, tetapi juga suasana di sekitar pekuburan yang mulai meremang membuat bulu kuduk Jade merinding.Terdengar alunan lembut ’Jogjakarta’-nya KLA Project dari dalam kamar Andre. Pemuda itu tengah berbaring di tempat tidurnya sambil membuka-buka lembaran album foto miliknya. Ada Sarah di situ.
Hari ini genap sebulan Sarah pergi meninggalkan dunia yang fana ini. Andre masih saja di lilit oleh kesedihan yang tak berujung, dan dia sepertinya tak ingin kesedihan itu pergi darinya, seperti dia tak ingin kenangan-kenangan tentang Sarah menghilang dari benaknya. 
Dia masih terus membuka-buka lembaran album foto itu. Ada dia dan Sarah di puncak Bromo saat pelantikan ketua² wilayah palang merah Indonesia, ada dia dan Sarah di kampus, ada Sarah tengah berbasah-basahan di air terjun Kali Pineleng mirip filem-filem India, ada Sarah di sana, ada Sarah di sini, ada Sarah di semua tempat. 
Andre menutup matanya rapat, semua itu terlalu menyakitkan. Yang paling membuatnya menyesal adalah hingga Sarah meninggal, dia tak punya cukup keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya. Andre menatap sebuah buku komik ‘Asterix & Obelix’ kesayangan milik Sarah yang di pinjamnya seminggu sebelum Sarah meninggal. Perlahan di raihnya buku itu, tiba-tiba ada sesuatu yang terjatuh dari dalamnya, ternyata sebuah amplop putih. Andre meraih amplop itu, di belakangnya tertulis ; Untuk Andre

Penasaran dia merobek amplop itu dan memulai membaca isi lembaran kertas di dalamnya…….

Dear Andre,
Sebelumnya maaf ya kalau aku mengganggu kesibukanmu

Sarah memang seperti itu, selalu minta maaf pada setiap kesempatan yang ada, seperti dia merasa bersalah terus, tapi itulah salah satu ciri khas gadis itu yang membuat Andre jatuh cinta. Dia meneruskan membaca surat Sarah.

Surat ini ku tulis seminggu sebelum aku harus di opname. Aku tahu pasti kamu marah padaku karena tak pernah memberitahukan tentang keadaanku yang sebenarnya, tentang penyakitku. Semua itu karena aku tak ingin kamu jadi repot atau kuatir. Andre, lewat surat ini aku mau bilang terima kasih untuk saat-saat indah yang kita lalui bersama, untuk semua kebahagiaan yang kurasa saat bercanda bersama denganmu. Kadang-kadang aku berpikir, kamu itu pantas untuk jadi pelawak aja, habis kamu tuh lucu sih !! hehehe…sorry…awas matanya nanti loncat kalau membelalak terus kayak gitu !!
Aku tahu skali kalau kamu suka aku ( mudah²an ini nggak hanya karena aku suka di incar banyak cowok, atau aku-nya yang ke ge-eran, An ?! )

Andre tersenyum, gadis yang pada mulanya dia nilai angkuh dan tertutup, ternyata suka bercanda dan punya sense of humor yang tinggi. Hal itu baru tersingkap setelah dia menjadi dekat dengan Sarah. Ah Sarah....gadis yang kadang membuat Andre sebal setengah mati karena ’An’. Sarah memang selalu memanggil Andre dengan sebutan itu. Sebutan yang sangat tak dia suka, sebab berbau agak kewanita-wanitaan. Seribu kali Andre berusaha untuk membuat
Sarah memanggilnya dengan sebutan lain, tapi dia tak pernah berhasil.  Matanya kembali menelusuri tulisan tangan yang sudah sangat dia kenal itu.

Aku sadar betul kalau perhatian kamu terhadapku tak hanya sebatas teman biasa, dan jujur saja akupun merasakan hal yang sama terhadapmu. Tapi penyakit yang ku derita membuatku tak ingin bermimpi lebih jauh, dan juga tak ingin membuatmu nanti kecewa. Untuk apa memupuk sesuatu bersama, kalau ternyata itu tak akan berlangsung lama, An ?! makanya aku memilih untuk diam, untuk terus bersikap sebagai seorang teman terhadapmu, tak lebih dari itu.
Maafkan aku ya untuk semua itu, kamu adalah seseorang yang baik, aku yakin pasti kamu akan dapat cewek yang sama cantik dan baik-nya dengan aku ( hehehe !! yang ini sih namanya ge-er !! )
Jaga diri baik-baik, ya ?! jangan lupa ngurus palang merah kita, banyak yang butuh kamu, An !! sampe ketemu nanti di atas...mungkin waktu kita ketemu, kamu tuh udah ubanan dan banyak keriput hehehe !! awas kena jitakkkk !!!!

Much Kisses,

SARAH

Surat itu terasa terlalu pendek, sebenarnya Andre berharap bahwa Sarah akan menulis lebih banyak lagi, tapi menulis apa ? semuanya sudah jelas di situ. Pelan namun pasti dia melipat surat itu, lalu menaruhnya ke dalam laci meja belajar. Dia tiba-tiba menyadari, bahwa Sarah memang sudah lelah, sudah selayaknya dia beristirahat dari semua beban. Andre mengucapkan dalam hati mohon ampun atas semua protes dan kritik-nya kepada Tuhan, dia tahu bahwa Tuhan sudah memberikan hal yang terbaik kepada Sarah.
Tidurlah mentari rapuhku, sudah saatnya kau berbaring. Telah banyak yang kau berikan pada kemanusiaan, kini saatnya untuk bersenang-senang di atas sana.....

RAHASIA RANI (Novel Part-5)


Hai semua...sekarang udah part 5, selamat membaca dan seperti biasanya, jangan lupa komen sama kritikannya yaaa...............
Photo: www.telegraph.co.uk

Seminggu kemudian, Rani sudah bisa mengontrol kekuatannya dengan baik. Andi merasa senang dengan perkembangan adiknya itu, sebab sekarang dia menjadi kurang khawatir. Dia tahu bahwa Rani sudah bisa mengendalikan energi itu. Hanya saja, kadang-kadang Andi merasa sebel setengah mati, sebab adiknya itu suka menjahili dia dengan memakai tenaga supernatural miliknya. Dan, yang paling menjengkelkan bagi Andi adalah, dia sama sekali tak bisa berbuat apa-apa atas perbuatan adiknya itu.

“ Win, kamu percaya nggak kalo kekuatan supernatural itu ada ? “ Rani bertanya pada Winda, mereka berdua sedang menikmati bakso Mbok Mirah di kantin sekolah.
“ Nggak tuh. Emangnya kenapa, Ran ? “ Winda balas bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari mangkuk bakso di hadapannya.
“ Cuman nanya aja. Soalnya aku pernah denger, kalo kekuatan supernatural itu eksis, nggak cuman mitos doang. “
“ Mitos? apaan tuh ?!! jenis makanan dari Aceh, ya ? “ Winda berucap enteng. Rani jadi kesal dengan sahabatnya, namun dia tak bisa menyalahkan siapa-siapa, apalagi Bunda si Winda yang mengandung, anak itu memang sudah di takdirkan untuk jadi cewek yang TelMi-nya  agak-agak di luar batas.
“ Aduh Win.....mitos aja kamu nggak tau itu apa ?! emangnya kamu selama ini lagi tinggal di bulan, apa ? “
- Bodo’ ah....lagian aku nggak mau tau mitos itu dia mau makanan tradisional Aceh, atou pakaian tradisional Bali, emangnya aku pikirin ?!! – Winda membalas dengan gaya cuek kebangsaannya. Rani hanya mengurut-urut dadanya melihat tingkah Winda. 
Si Winda itu kalo lagi mo di ajak ngomong serius, dia suka nggak nyambung. Pas lagi waktu bercanda, dia malah ngomong politik, sampe sejarah politik Pandawa & Kurawa dia kupas habis-habisan ! pokoknya adakali Rani terpaksa harus nebalin kupingnya, abis si Winda kadang kalo udah ngomong lupa berenti, sih !
“ Ran, emangnya kenapa kamu tanya hal begituan ? “ Winda mencomot kerupuk di tepi mangkuk bakso Rani.
“ Tanya apaan ? “ kali ini Rani yang balas menjawab cuek.
“ Itu...tentang orang yang punya kekuatan supernatural.... “ Winda mulai penasaran melihat tingkah Rani yang mulai balas mengejeknya.
“ Oh....itu...tadi aku tanya, kalau kamu itu percaya nggak kalo kekuatan supernatural itu eksis. “
“ Nggak, aku nggak percaya. Kalo jalinan batin sih aku percaya. Misalnya, antara seorang Ibu dan anaknya. Saat anaknya sakit ketika berada jauh dari sisinya, pasti sang Ibu akan merasakan kalau ada yang nggak beres. “ Winda menjelaskan pendapatnya.
“ Bukan itu yang aku maksudkan, kekuatan supernatural yang aku maksudkan adalah seperti kekuatan bisa memindahkan barang cukup hanya dengan berpikir saja. “ tukas Rani. Winda menatap wajah sahabatnya dengan pandangan heran, berubah menjadi tak percaya, lalu kemudian dia mulai tertawa terbahak-bahak,
“ Hahahahaha !!!......Rani....Rani...kamu itu terlalu banyak nonton film fiksi, deh. Yang begituan cuman ada di film, di novel, atau di cerpen aja, Nona.....!!! “
Wajah Rani kembali cemberut, tiba-tiba sebuah pikiran melintas di otak gadis itu.
“ Win....apa itu di belakang kepala kamu ? “ Rani menunjuk ke belakang sahabatnya. Refleks Winda menoleh ke belakang, ransel sekolahnya ternyata sudah tergeletak di lantai kantin.
“ Sialan...kerja siapa lagi ini, pasti si Rino lewat sini tadi, ya Ran ? “ Winda merasa sebel setengah gondok. Soalnya tas itu adalah tas kesayangannya, yang di kasih paman dan bibi-nya sewaktu mereka pulang liburan dari Amerika. Apalagi ransel seperti itu mungkin hanya si Winda yang punya di Indonesia tercinta ini.
Rani hanya tersenyum penuh misteri mendengar omelan sahabatnya itu, sebab sebenarnya dialah yang menjatuhkan ransel Winda ke lantai dengan tenaga telepati-nya.
“ Win, jadi menurut kamu, kekuatan supernatural seperti itu nggak ada, ya ? “ Rani bertanya lagi tanpa memperdulikan omelan temannya itu.
“ Ya enggak dong, Ran. Kamu ini ada-ada aja, nanya kayak orang serius. Emang kamu percaya tentang hal itu ? “ Winda balas bertanya menyelidik, soalnya sikap Rani sedari tadi yang tak henti-hentinya mencecar dia dengan pertanyaan-pertanyaan aneh tentang kekuatan supernatural membuat gadis itu berpikir, jangan-jangan sahabatnya memang mulai agak-agak sarap, percaya dengan kekuatan supernatural seperti yang dia ceritakan itu.
“ Enggak sih, Win. Tapi aku percaya kalo di dalam dunia ini, ada hal-hal atau kekuatan-kekuatan di luar batas manusia biasa yang nggak bisa di jelaskan dengan akal sehat ! “ jawab Rani panjang lebar, membuat Winda tertawa. Si Rani akhir-akhir ini memang aneh menurut Winda, semenjak pulang dari Mesir. Yang paling mengherankan adalah, gadis itu kini akrab dengan kakaknya si Andi, padahal mereka berdua itu kan dari dulu kayak kucing sama tikus, nggak pernah cocok. Sekarang kok kayak amplop sama perangko, lengket banget.
“ Terserah kamu deh, Ran. Asal aja jangan sampe nggak makan cuman karena mikirin hal itu, apalagi sampe lupa pacaran, hehehehe !!!..... “ Winda tertawa meledek Rani, membuat gadis itu menjadi sedikit geram, dalam hati dia ingin menunjukkan pada sahabatnya bahwa kekuatan supernatural itu ada, namun dia selalu teringat akan kata-kata Andi kakaknya, bahwa terlalu berbahaya untuk bilang pada orang lain tentang kekuatan yang dia  miliki, apalagi pada Winda yang nggak bisa nyimpan rahasia sama sekali itu. Bisa-bisa hanya dalam waktu semenit, semua orang di dunia sudah bakal tahu kalo Rani punya tenaga ajaib, bila dia memberitahukan hal itu pada Winda.

Rani dan Andi tengah berkeliling Mall. Sebenarnya dia sangat tidak suka jalan-jalan ke tempat ramai seperti ini dengan di temani kakaknya, soalnya si Andi itu kalo lagi jalan-jalan tingkahnya suka nyebelin Rani. Apalagi kalo dia udah ketemu toko yang berhubungan dengan alat-alat komputer, pasti dia bakal lupa kalo Rani ada di dekat dia. Namun, karena mereka berdua di tugaskan oleh ibu mereka untuk membeli bahan-bahan kue buat persiapan ulang tahun Ayah, Rani terpaksa harus rela jalan dengan si buntut Keledai yang sebenarnya sangat dia sayang itu. Jelek-jelek, Andi itu kan kakaknya juga ??!!
“ Ran, kamu tahu kan toko tempat Ibu biasa beli bahan-bahan kue-nya ? “ tanya Andi agak khawatir, soalnya terakhir kali dia jalan sama Rani ke mall, kaki Andi jadi lecet gara-gara kebanyakan jalan. Dasar perempuan emang nggak bisa jalan ke tempat-tempat seperti itu, nggak bisa liat counter baju, kayak orang dapet berlian segenggam aja, apalagi liat counter pernak-pernik buat anak gadis, si Rani langsung histeris, kayak liat si Tobey Maguire di filem Spiderman aja. Ngegemesin deh, pokoknya !!
“ Ya tau, dong !! “ jawab Rani sewot. Si Andy emang bawaannya begitu setiap kali hendak belanja ke mall. Kedua kakak beradik itu baru saja hendak melewati sebuah deretan toko-toko perhiasan emas maupun tiruan yang bagus-bagus, namun tiba-tiba terdengar suara tembakan senjata api yang di lepaskan ke udara. Refleks Andy mendorong adiknya hingga rebah ke lantai, setelah itu merebahkan dirinya di samping Rani. Gadis itu mulai panik. Dia nggak tahu apa yang tengah terjadi. Mungkin lagi ada kerusuhan di dalam mall, pikir Rani resah. Tiba-tiba dari terdengar suara kaca yang di pecahkan dari arah sebuah toko perhiasan emas, dan sedetik kemudian, dua orang laki-laki bertopeng hitam keluar dari sana, dengan pistol di tangan masing-masing.
“ Jangan ada yang bergerak !! harap semua rebah di lantai !!! “ teriak salah satu dari mereka yang mengenakkan jaket kulit berwarna hitam.
Rasa panik Rani perlahan-lahan mulai hilang, setelah dia teringat akan kekuatan yang dia miliki. Gadis itu lalu mencoba untuk melihat lebih jelas ke dalam toko perhiasan, nampak di dalam ada 4 orang bertopeng yang bersenjata api berlaras panjang tengah menguras isi toko.
Nampak karyawan-karyawan yang bekerja di toko itu sudah berada di sudut dengan tangan terangkat, dan di jaga oleh salah satu dari kawanan bandit itu, sedangkan teman-temannya masih melanjutkan acara nguras isi toko.
Segera Rani memusatkan konsentrasi-nya, dia merasa agak susah, sebab ini adalah yang pertama kalinya dia berkonsentrasi dalam keadaan agak-agak panik dan di tengah-tengah orang banyak. Perlahan-lahan, ke empat penjahat yang tengah berada di dalam toko mulai terangkat ke udara. Andy menatap adiknya, segera dia tahu bahwa Rani tengah menggunakan tenaganya.
“ Rani, hati-hati jangan sampai ketahuan... “ bisik Andy pelan
Penjahat-penjahat itu langsung panik saat tubuh mereka terangkat ke udara tanpa sebab. Mereka mulai ketakutan dan berteriak minta tolong pada kedua teman mereka yang tengah berjaga di luar toko. Namun, dua orang yang berada di luar itu malah lebih ketakutan melihat keadaan teman-teman mereka yang tengah tergantung-gantung di udara seperti kehilangan gravitasi. 
Baru saja mereka hendak melarikan diri, Rani sudah menggerakkan tangannya yang satu-nya, dan mereka berdua mengalami nasib sama seperti ke-empat temannya, menggantung di udara, di saksikan oleh ratusan pasang mata pengunjung mall yang merasa heran dengan fenomena itu.
Tanpa menunggu lebih lama, Andy langsung berdiri,
“ Pak !! ayo kita cari tali untuk mengikat mereka. Yang lain, segera hubungi pihak berwajib !! “ Andy memberi instruksi. Bagai tersadar dari mimpi, semua orang langsung bergerak. Ada yang lari keluar karena ketakutan, namun ada juga yang berkerumun di sekeliling tempat di mana penjahat-penjahat itu tengah melayang-layang di udara, ingin tahu apa yang terjadi. Sedangkan laki-laki setengah baya yang di tunjuk Andy langsung meminta ikat-ikat pinggang orang-orang di sekitar situ. 
Secara tersembunyi, Andy memberi kode pada Rani untuk menurunkan penjahat-penjahat yang sudah bermuka pucat itu. Saking takutnya, senjata-senjata api yang mereka pegang tadi, langsung jatuh ke lantai saat tubuh mereka terangkat ke udara. Lima menit sesudah itu, ke-enam penjahat yang tadinya kelihatan sangar dan jahat, kini terikat bagaikan hewan kurban yang tak berdaya. 
Orang-orang di mall yang masih tersisa tak mampu mencerna hal yang mereka baru saja saksikan itu. Semua saling bercakap dan saling bertanya antara satu dengan yang lain, mencoba untuk mengerti apa yang terjadi tadi. Namun semua tak berhasil mendapatkan jawaban yang mereka inginkan. Tak ada yang bisa menjelaskan fenomena itu.
Dan saat dua mobil penuh dengan polisi masuk ke halaman mall, Andy memberi isyarat kepada adiknya untuk segera pergi dari situ, mereka berdua lalu berjalan perlahan agar tak menarik perhatian orang. Dan ketika akhirnya kedua kakak beradik itu sampai di luar mall, dari lantai atas, nampak sepasang mata tengah memandang Rani tajam, dan kemudian dia menghela napas panjang, lalu melangkah pergi dari situ.(BERSAMBUNG)
08 November 2011 | By: nsikome

SELENDANG BIRU

Dalam dunia ini, ada banyak hal yang tak bisa dijelaskan dengan akal sehat dan logika manusia, namun itu bukan berarti hal tersebut tak ada atau tak nyata...
Mobil yang ku tumpangi perlahan mulai keluar dari pekarangan rumah, tak terasa ada dua titik airmata yang jatuh di pipiku. Dengan cepat, ku hapus kedua butir bening yang mengalir itu tetapi terlambat, Deddy abangku sudah keduluan memergoki aku yang kedapatan menangis seperti bayi. Dan seperti yang sudah-sudah, dia mulai meledek aku.
“ Ehh…baby jangan nangis dong ! nanti abang beliin permen rasa cabe hehehe !! ‚’’ si Deddy mulai menyerangku. Tapi tak seperti biasa, kali ini aku tak ingin meladeni-nya. Ku akui, mutasi Papa ke luar daerah memang agak mengganggu-ku. Sebab bukan saja aku harus meninggalkan rumah yang ku kenal sejak aku lahir di bumi ini, tetapi aku juga harus meninggalkan Anggie, teman bermain sejak aku masih kanak-kanak hingga saat ini. Yang paling menjengkelkan adalah, aku harus pergi di saat ada sesuatu yang spesial, ku rasakan sedang bersemi di hatiku untuk Anggie. Ah ya ! untuk anak laki-laki berumur 16 tahun, aku memang termasuk seseorang yang agak terlalu sentimental. Sampai-sampai, seisi rumahku menjuluki aku ‘ Shakespeare kesasar ‘ gara-gara hobby-ku mengarang puisi-puisi romantis.
Sementara mobil kami meluncur menuju airport, di benakku timbul bermacam-macam pertanyaan tentang tempat tinggal kami yang baru, tentang lingkungan baru yang akan kami tinggali, dan aku tak bisa tidak bertanya dalam hatiku, kalau di tempat tinggal yang baru nanti, ada nggak tetangga cewek semanis Anggie-ku ?
Jujur saja, mutasi papa tak akan terlalu menggangguku, kalau saja dia hanya di mutasi di luar Jakarta, tapi ini, tak tanggung-tanggung Papa di mutasi ke Manado, yang notabene jaraknya jauh banget dengan Jakarta. Hatiku sedikit terhibur kalau mengingat kota Manado terkenal dengan cewek-cewek cantiknya. Tanpa sadar aku mulai terkekeh geli.
‘’ Mam, si Donni mulai jadi gila, nih ! tadi nangis, sekarang tertawa sendiri. ‘’ lagi-lagi si Deddy. Mama dan Papa hanya tersenyum simpul mendengar ocehan abangku yang dua tahun lebih tua dariku.

Saat pesawat mulai mendekati langit di atas kota Manado, aku sedikit terpana melihat warna hijau yang mendominasi kota Manado. Aku, anak metropolitan yang biasa hidup di tengah kota Jakarta yang sibuk, ribut dan penuh dengan pohon² besi dan kaca yang menjulang di semua tempat, tak biasa dengan pemandangan seperti ini. Apalagi warna hijau itu paling banyak adalah daun-daun pohon kelapa yang berjumlah sangat banyak.
Tak heran pulau ini di beri nama Nyiur melambai, pikirku.

Kami tak memerlukan waktu banyak untuk mengurus barang-barang, sebab perusahan Papa sudah menugaskan orang² mereka untuk mengambil semua bagasi kami. Setelah keluar dari pesawat, kami sekeluarga langsung menuju pintu keluar. Di luar airport, sudah menunggu seseorang dengan karton bertuliskan nama keluarga kami di tangannya. Papa langsung mendekati laki-laki berkumis lebat itu, sedangkan aku sibuk mengamati sekeliling airport yang masih dalam pembenahan sana-sini. Tak lama kemudian, kami di giring menuju sebuah mobil besar bertuliskan nama perusahan tempat Papa bekerja, dan menuju ke rumah kami yang baru, tempat tinggal baru untuk memulai hidup yang masih asing bagiku.

Rumah baru kami terletak tak jauh dari pusat kota Manado, di sebuah kompleks perumahan yang dulunya bekas tempat tinggal para pejabat Belanda dengan keluarga mereka, saat Belanda masih menjajah negeri ini. Rumah-rumah di kompleks itu sendiri teratur rapi, dan sangat bagus. Ber-arsitektur agak aneh, seperti rumah² di kartu pos yang di kirim tante Vonny, adik Mama yang menikah dengan bule dari Belanda. Rumah yang di sediakan perusahan tempat Papa bekerja untuk kami adalah salah satu dari rumah² yang paling aku sukai di kompleks itu. Mempunyai halaman besar dengan sebuah pohon ( yang entah apa namanya ) tua di taman belakang.

Hal pertama yang aku lakukan saat memasuki rumah itu adalah naik ke lantai atas, untuk mencari kamar terbaik yang akan ku pakai sebagai tempat bersarangku, dan aku tak terlalu beruntung, sebab kamar yang ku incar itu sudah jadi milik Deddy yang entah bagaimana caranya dia sudah sampai terlebih dahulu di situ. Terpaksa aku mengalah, sebab berebut sesuatu dengannya adalah hal yang mustahil, aku tak pernah menang dari dulu, sebab dia tak hanya lebih tua, tapi abangku itu juga berbadan jauh lebih besar dari badanku yang hampir bisa di bilang kerempeng.

Kamar yang akan ku tempati walaupun tak sebagus punya Deddy, cukup membuatku puas. Kamar itu mempunyai jendela pada kedua sisi depan dan belakang. Yang di depan mengarah ke jalan di depan rumah, sedangkan yang di belakang mengarah ke taman, atau lebih tepatnya ke arah pohon besar di taman belakang, yang juga memberi aku pemandangan tambahan yaitu taman tetangga sebelah yang tertata rapi dan bagus.
‘’ Bagaimana dengan kamar ini, Don. Kamu suka, nggak ? ‘’ suara Mama mengagetkan aku dari lamunanku.
‘’ Iya Ma, ‘’ jawabku pendek.
‘’ Kok kamu kelihatan nggak bersemangat, masih sedih dengan kepindahan kita ini ? ‘’ Mama membelai rambutku lembut.
Terus terang, aku sangat suka saat Mama menyentuh kepalaku, karena setiap kali seperti ada rasa sejuk yang mengalir di dalam hatiku. Ah ya !! aku memang seorang sentimentalist atau apapun namanya, aku tak peduli.
Sebenarnya, aku agak sedih bukan karena mutasi Papa, tapi lebih karena Angie. Aku sedih kalau ingat bahwa aku nggak akan bisa lihat dia lagi dan mendengar suaranya yang mirip² kicauan burung kenari itu.
‘’ Ah, enggak kok, Ma. Donni hanya merasa belum biasa aja dengan lingkungan baru ini ! ‘’ aku mencoba untuk mengelak. Tapi ku tahu, bahwa Mama mengerti apa yang ada di dalam hatiku yang sebenarnya.
‘’ Ya sudah ! sekarang kamu harus mulai membiasakan dirimu, pertama² dengan mengatur kamarmu ini, ok ?! ‘’ Mama lalu meninggalkan aku sendiri di dalam kamar.
Ku lemparkan pandanganku ke sekeliling kamar, dan mulai merancang di dalam otakku di mana akan ku letakkan tempat tidurku, lemari, meja belajarku, dan semua barang² pribadi lain.
 Aku masih terus mengatur, memutar dan memindah semuanya di dalam kepalaku, saat mataku tertumbuk pada sesosok tubuh kurus berbaju putih di taman tetangga sebelah. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku melangkah mendekati jendela, dan mulai mengintip ke arah taman sebelah.
Aku terpaku saat melihat wajah pemilik tubuh kurus itu, seorang gadis kira² berumur sama dengan umurku, kelihatan cantik, namun pucat. Aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena jarak jendelaku dan taman itu terlalu jauh. Entah di dorong oleh setan darimana, ku raih teropong hadiah ulang tahun yang di berikan paman Benny padaku, dan mulai mencari² wajah gadis itu lagi.
Dia cantik sekali, bahkan lebih cantik dari Anggie. Tapi entah mengapa aku merasa seperti gadis itu sedang sedih. Ku lihat dia melangkah menuju kursi ayunan di taman itu, dan duduk di sana. Gadis itu mengenakan sebuah selendang biru langit transparan, yang di selempangkan di kedua bahunya.
“ Mamaaaa.......si Donni lagi ngintip tetangga pake teropongnyaaaaa !!!! “ acara ngintipku di rusak oleh Denny yang ternyata secara diam-diam sudah masuk di kamarku. Sialnya, teriakan abangku itu cukup keras untuk bisa di dengar gadis itu, yang langsung menoleh ke arah jendela kamarku.
“ Lagi ngintip siapa, Don ? cewek cantik tetangga sebelah, ya ? “
“ Lagi ngintip bunga tetangga, monyong !! “ sungutku kesal, tapi...kok abangku tahu ada cewek cantik di sebelah?
“ Dasar emang kamu tuh shakespeare maniak !! “ uffff....kelihatan nama julukanku akan bertambah lagi. Aku agak sedikit malu kepergok lagi ngintip pake teropong, apalagi kalo yang memergoki aku si Denny, malu-ku jadi double, deh !

Seminggu setelah kepindahan kami, aku tak pernah lagi melihat gadis berselendang biru itu. Dalam hati aku sedikit penasaran, tapi jelas aja aku nggak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu, aku sudah mulai membaur dengan teman-teman di sekolahku yang baru. Tanpa terasa, 6 bulan berlalu dengan cepat, dan aku sudah mulai lupa dengan gadis di taman sebelah, hingga suatu malam, saat bulan tengah melotot sebesar-besarnya di langit.
Malam itu aku harus menyelesaikan PR yang tertimbun seperti biasa saat liburan sudah mau di mulai. Meja belajarku memang sengaja di letakkan di samping jendela yang mengarah ke taman sebelah, membuatku dengan leluasa bisa melihat taman itu secara diam-diam. Aku sudah mulai merasa mengantuk, saat ku lihat bayangan sesosok tubuh berjalan-jalan di taman itu.
Dengan mata setengah terbuka, ku amati sosok tubuh itu, tenyata gadis yang ku lihat hari pertama saat pindah ke rumah ini !
Yang lebih mengagetkan, gadis itu kini sedang melihat² ke arah jendela kamarku. Akhirnya, aku memberanikan diri juga untuk membuka jendela, dan membalas pandangannya. Di bawah sinar bulan, gadis itu nampak agak angker dengan gaun tidurnya yang entah berwarna putih atau krem, dan lagi-lagi masih dengan selendang birunya yang tersampir di bahu.
Dia melambai ke arahku, dan seperti berkata sesuatu, tapi aku tak bisa mendengar apa-apa, sebab selain dia bersuara tak cukup keras untuk bisa ku dengar, malam sudah terlalu larut untuk bisa teriak-teriak kayak tarzan.
Aku lalu memberi isyarat dengan tanganku kepadanya, bahwa aku tak bisa mendengar apa-apa. Ku lihat gadis itu membalas dengan tangannya, mengisyaratkan padaku untuk turun dan menemui dia di sana, yang ku iyakan.
Pelan-pelan, aku mulai melangkah di ujung jari² kakiku menuruni tangga, dan keluar ke taman belakang lewat dapur. Ku ambil tangga bambu di garasi, dan cepat-cepat ku sandarkan pada dinding pemisah taman kami dengan taman tetangga sebelah, lalu menaikinya. Tak sampai 2 menit, aku sudah berada di hadapan gadis itu, yang ternyata jauh lebih cantik dari yang ku lihat lewat teropongku dulu.
“ Sorry aku mengganggu kamu malam-malam begini, Donni ! “ terdengar suara halus gadis itu meminta maaf. Aku merasa ada yang aneh, ah ya !! kok dia tahu namaku, ya ?!
“ Kok kamu tahu namaku ? “ aku tak menunggu lebih lama untuk mengungkapkan keherananku.
“ Aku tahu dari pembantu-ku yang sering ngomong dengan pembantu keluarga kalian. Oh ya, namaku Sarah ! “ dia mengulurkan tangannya.
Ternyata gadis itu (selanjutkan akan ku sebut Sarah) cool juga. Kita ngomong ngalur-ngidul, tapi dia kelihatan agak kuno-kuno juga. Masak internet aja dia pikir itu masakan khas jawa ?! tapi aku senang bisa kenalan dengannya.
Sarah lalu cerita, bahwa dia tak bisa kemana-mana, dan saat ku tanya kenapa dan apa alasannya, dia nggak mau bilang.
“ Don, kamu bisa bantu aku, nggak ? ‘’ Sarah bertanya serius di tengah-tengah
tawaku karena Sarah berpikir bahwa Jakarta masih bernama Batavia.
“ Tentu saja kalau aku bisa, aku pasti bantu kamu, Sar ! “ balasku sambil mengusap airmata yang jatuh karena tertawa terlalu banyak.
“ Kalau begitu, aku akan menunjukkan sesuatu padamu, ayo ! “ dia lalu menarik tanganku setengah memaksa, membuatku hampir jatuh dari kursi ayunan.
“ Ihhh...kok tergesa² amat sih, Sar ! aku hampir jatuh, nih !! “ sungutku setengah protes.
“ Sorry deh, Don !! “ Sarah memandangku dengan mata sendu nya yang indah, membuatku lupa dengan rasa dongkolku tadi.
Bagai kerbau yang di cocok hidungnya, aku mengikuti Sarah dari belakang, memutari rumah besar milik keluarganya. Sarah berhenti di depan garasi, dia lalu membuka pintu garasi itu. Dengan hati penuh pertanyaan, aku mengikuti gadis itu masuk ke dalam garasi.
‘’ Untuk apa kita ke sini, Sar ? ‘’ aku tak bisa membendung rasa ingin tahuku.
“ Aku mau kamu menggali lantai garasi di sudut sana untukku ! ‘’ ujar Sarah pendek, tapi cukup untuk membuatku terbelalak.
‘’ kamu gila apa ? nanti aku di marahi keluargamu gara-gara merusak lantai garasinya. Memangnya kamu nyimpan apa sih di situ ? ‘’ jelas saja aku tak setuju di suruh main bongkar² garasi orang, biarpun yang nyuruh adalah pemiliknya.
‘’ Tolong dong, Don… ada sesuatu yang sangat penting tertanam di situ, milikku. ‘’ Sarah memandangku dengan mata penuh genangan air.
Entah mengapa akhirnya ku kabulkan juga keinginannya itu, aku lalu meraih sekop yang dia sodorkan, dan memulai menggali perlahan. Ternyata tanah di bawah garasi itu tak keras dan membuatku dengan mudah bisa menggali lebih cepat. Apalagi garasi itu bukan di tutupi oleh lantai permanen seperti di rumahku, tetapi oleh lantai merah berbentuk seperti batu bata yang hanya di letakkan begitu saja berdekatan satu dengan yang lainnya, tanpa di semen.
Keringatku mulai jatuh bercucuran saat tengah menggali, karena aku juga harus menghindari untuk tak menimbulkan bunyi keras yang bisa membangunkan seisi rumah tetangga, dan karena itu aku harus menggunakan tenagaku dua kali lebih banyak untuk menggali tapi tak menimbulkan bunyi terlalu keras.
Setelah hampir setengah jam menggali, ujung sekopku akhirnya menyentuh sesuatu.
‘’ Mungkin yang itu yang kamu cari Sar ! sekopku menyentuh sebuah benda keras. ‘’ ujarku berbisik memberi tahu Sarah. Ku lihat ada senyum di bibirnya, dia lalu mengisyaratkan aku untuk mengangkat benda itu.
Benda yang di cari Sarah ternyata adalah sebuah kotak kayu yang berbentuk seperti kotak-kotak berisi harta karun yang ku lihat di film-film. Saat ku coba untuk mengangkatnya ke atas, kotak itu ternyata berat juga.
Sarah memintaku untuk membuka kotak itu, dan aku sangat terkejut saat melihat ternyata isi kotak itu adalah tumpukan pakaian dengan potongan tengkorak manusia di atasnya. Aku pingsan.

Sebuah sinar terang membangunkan aku. Ternyata sinar matahari yang mulai bangun dari peraduannya. Aku bergidik mengingat apa yang terjadi semalam. Saat ku buka mataku, ternyata aku tertidur di meja belajarku. Rupanya cerita seram itu hanya mimpiku belaka.
Ternyata aku tak pernah keluar dan turun dari kamarku untuk bertemu gadis yang bernama sarah. Dan, kalau mengingat apa yang ku lihat dalam mimpiku, aku lebih memilih itu hanya terjadi di dalam mimpi saja. Dengan malas aku menuju tempat tidurku, dan membenamkan diri di sana, aku benar-benar merasa tubuhku pegal-pegal.
Tidurku yang baru saja hendak di mulai tiba-tiba di kejutkan oleh raungan sirene mobil polisi dan ambulans yang terdengar dekat sekali di telingaku. Dengan kesal aku bangun dan menuju jendela depan, ada 3 mobil polisi dan 1 ambulans yang berhenti di depan rumahku.
Aku jadi cemas, jangan-jangan terjadi sesuatu pada keluargaku. Secepat kilat ku pakai sandalku dan berlari keluar kamar menuruni tangga untuk melihat apa yang terjadi di bawah.
Sampai di ruang tamu, terlihat seisi rumah tengah berdiri di teras. Hatiku mendadak jadi lega. Aku lalu keluar bergabung dengan mereka.
“ Selamat pagi semua, ada apa Ma ? kok banyak mobil polisi di sini ? ‘’ tanyaku ingin tahu.
‘’ Nggak tahu tuh ! katanya tetangga sebelah menemui potongan kerangka manusia di dalam sebuah kotak di garasi mereka ! ‘’ Abangku Deddy malah yang menjawab, dan jawabannya membuatku sangat terkejut. Tanpa sadar mukaku menjadi pucat seperti mayat. Jadi, yang ku alami semalam itu bukan mimpi, itu kenyataan.
‘’ Kok kamu jadi putih gitu, Don ?! takut ya….ih…kayak anak kecil saja ! ‘’ Deddy mulai meledekku. Tapi aku tak peduli, aku lalu masuk ke dalam rumah dan naik ke kamarku.
‘’ Papa, kok si Donni jadi aneh gitu ? ‘’ ku dengar suara Denny, tapi aku tak peduli dengan semuanya. Ternyata aku tak pernah bermimpi.
Saat ku buka pintu kamarku, ku rasa ada angin dingin yang berhembus menerpa wajahku lembut, dan di atas meja belajarku, terletak sebuah selendang biru transparan dan sehelai kertas bertulis : TERIMA KASIH DONNI……….
Untuk yang kedua kalinya, aku pingsan jatuh ke lantai.

Sebulan setelah kejadian itu, aku lalu mendengar cerita tentang semua yang terjadi. Ternyata kerangka dan pakaian² itu milik seorang gadis keturunan Belanda yang lahir dari hubungan gelap seorang serdadu Belanda dan seorang wanita pribumi di kampung itu. Untuk menutupi aib, serdadu Belanda itu mengambil anak itu dan mengadopsinya sebagai anaknya sendiri.
Tetapi, saat anak itu sudah mulai beranjak besar, wajahnya menjadi lebih dan lebih mirip dengan serdadu itu, dan hal itu sangat tidak di senangi oleh istri si serdadu. Sang istri yang sejak pertama kali sudah membenci anak yang mereka namai Sarah, lalu memutuskan untuk membunuh Sarah dan menguburnya di dalam garasi bersama dengan semua pakaian milik gadis itu. Kepada suaminya, wanita itu mengarang cerita, bahwa Sarah lari dari rumah dan kemungkinan besar dia lari dengan seorang laki-laki. Saat itu, Sarah berumur 16 tahun.
Sampai saat ini, aku masih tak mengerti, mengapa Sarah memilih aku untuk membuka tabir kenyataan tentang kematiannya setelah sekian lama tertutup rapat. Mungkin karena umur kami sama, atau mungkin karena tanggal lahir kami sama-sama 25 Januari, aku benar-benar tak tahu. Yang pasti, aku terus akan menyimpan selendang biru itu, untuk mengingat gadis (atau lebih tepatnya hantu) yang ku kenal dalam waktu semalam saja.


                                                            TAMAT



07 November 2011 | By: nsikome

RAHASIA RANI (Novel Part-4)

Hi guys, sekarang udah episode ke-empat. Thank you buat yg udah e-mail, info sekali lagi ya..Rahasia Rani untuk episode terbarunya terbit di setiap Senin, jadi, harus nunggu ya...yang sabar..orang sabar kan disayang Tuhan, hehehehe... jangan lupa komen dan kritiknya, boleh juga langsung ke nsikome@live.com


Photo: www.nightdeposits.blogspot.com



Episode 4

Sebulan sesudah itu, kekuatan Rani semakin hari semakin bertambah. Bahkan ada kali gadis itu kelihatan tak bisa lagi mengendalikan energi luar biasa itu. Saat Rani memberi tahu Andi, kakaknya langsung menjadi panik setengah mati,
“ Aduh Ran, mungkin sudah saatnya kita kasih tahu Mama dan Papa, aku takut kamu kenapa-kenapa !! “ ujar Andi cemas
“ Rani juga takut, Kak. Tapi Rani lebih takut kalau Mama dan Papa tahu, terus Rani di bawa ke dokter, trus dokternya bilang itu luar biasa dan aneh, terus dia kasih tahu pada presiden, terus presiden bilang pada FBI, terus___ “
“ Rani !! Ran !! Hoiiii......kok bicaramu sudah ngelantur begitu ? “ Andi menepuk pundak adiknya kasar. Tubuh Rani kembali gemetar, wajahnya mulai pucat. Tiba-tiba semua benda yang ada di dalam kamar Rani bergerak-gerak, seperti sedang di guncang oleh gempa bumi.
“ Rani, tenang Dik....tenang....jangan gugup begitu ..... “ cowok itu menarik tangan Rani, berusaha untuk menenangkan adiknya. Andi tahu bahwa guncangan itu terjadi karena ada energi yang di keluarkan oleh Rani sebab gadis itu mulai gugup dan tak bisa mengendalikan dirinya lagi.
Rani terengah-engah seperti seorang atlet marathon yang baru saja mencapai finish. Guncangan di dalam kamar itu sudah berhenti, Andi merasa lega.
“ Ran, mungkin aku tahu jalan keluarnya, tanpa harus melibatkan orang lain selain kita berdua saja ! “ Andi menatap mata adiknya serius, terlihat jelas ada rasa takut yang membayang di bola mata coklat indah Rani.
“ Benar Kak Andi ? “ tanya Rani penuh harap, kekuatan itu kemarin-kemarin bagi Rani sangat lucu, sebab hanya dengan pikirannya dia bisa mengangkat atau memindahkan sebuah barang dari tempatnya, namun saat energi yang ada di dalam tubuh Rani itu membesar dan jadi tak terkendali, semuanya menjadi menakutkan.
“ Begini, Ran. Menurut aku, energi yang ada di dalam tubuhmu itu menjadi lebih besar, karena kamu melatihnya hampir setiap hari. Kamu suka memakainya kan ? “ Andi meraih tangan Rani.
“ Iya Kak, hampir setiap hari Rani memakai kekuatan itu, malah sampai berpuluh-puluh kali dalam satu hari saja. “ jawab gadis itu.
“ Makanya aku berpikir, bahwa kamu melatih energi itu dan juga membangunkan energi-energi lain yang masih tersembunyi di dalam tubuhmu, makanya mereka menjadi lebih besar saat ini ! “
“ Kalau teori Kak Andi itu benar, energi itu bisa menjadi berbahaya bagi kita semua__ “
“ Kecuali kalau kamu bisa mengendalikannya !! “ potong Andi cepat. Rani menatap heran Kakaknya itu, dia sama sekali tak mengerti dengan apa yang Kakaknya katakan.
“ Mengendalikannya ? “
“ Ya ! mengendalikan energi itu. Seperti kamu bisa mengendalikan tenaga-mu saat memukul. Bisa kuat, bisa juga lemah, tergantung dari keinginanmu, Ran !! “ dengan bersemangat Andi menjelaskan teorinya.
“ Satu-satunya hal yang harus kamu lakukan adalah berusaha untuk tetap tenang, dan mengontrol semua energi yang ada di dalam tubuhmu.... “ lanjut Andi lagi.
“ Tapi Rani masih belum mengerti Kak Andi ! “ penjelasan Andi itu hanya membuat Rani mulai pusing saja. Andi memaklumi hal itu, dia tahu bahwa semuanya tak akan pernah mudah.
“ Kata lainnya, kamu harus latihan dalam mengontrol energi itu ! “
“ Latihan ? di sini ? bisa-bisa aku menghancurkan isi rumah kita. “ keluh Rani
“ Tentu saja bukan di sini, selain terlalu berbahaya, nanti ketahuan, dan kamu bisa di bawa sama FBI !! “ Andi mulai bercanda, tapi tidak di sambut positif oleh Rani, gadis itu malah membelalakkan matanya. Jelas Andi langsung tutup mulut cepat-cepat. Kalau dulu di belalakin kayak gitu oleh Rani, pasti Andi jadi lebih ngelunjak, tapi sekarang situasinya beda, dengan kekuatan yang Rani punya, sekali kedip aja dia bisa bikin penyot Andi tanpa harus menyentuhnya.
“ Kita bisa ke hutan di atas bukit, Ran. Di sana kan nggak ada orang.... “ lanjut Andi.

Keesokan harinya, seusai pulang sekolah, Rani dan Andi langsung pergi ke bukit yang terletak di pinggiran kota. Mulanya Ibu mereka merasa aneh saat Rani minta ijin mau ke sana, Andi hampir saja mengetok kepala adiknya itu kalau dia tak berpikir ttg kekuatan super Rani.
“ Ehmmm..anu Bu, Rani minta saya untuk menemaninya cari kadal di sana !! “ Andi yang menjawab saat Ibu mereka mengajukan pertanyaan pada Rani.
“ Kadal ? untuk apa ?? “ tanya Ibu heran.
“ Untuk pelajaran Biologi, Bu. Tentang anatomi binatang, trus Rani di tugaskan untuk membawa kadal ke sekolah ! “ masih Andi yang menjawab
“ Yah sudah, pergi sana kalau begitu... “ tukas Ibu cepat, dia merasa heran dengan tingkah kedua anaknya itu. Tak biasanya Andi mau mengantar adiknya seperti itu, apalagi untuk urusan sekolah Rani. Hal yg paling banyak mereka berdua lakukan adalah berantem. Akhir-akhir ini wanita itu merasa heran, ada yang aneh pada diri Rani dan Andi. Sudah satu minggu ini mereka kemana-mana selalu berdua. Tidak biasanya mereka begitu. Ibu Rani & Andi hanya bisa menebak, mungkin saja kedua anaknya itu sudah mulai sadar, bahwa tak baik kakak-adik bertengkar melulu setiap hari.

Saat Rani dan Andi tiba di kaki bukit, langit mulai tertutup awan, kelihatannya hujan akan turun tak lama lagi.
“ Kak Andi, kayaknya mau hujan, ya ? “ celetuk Rani sambil melihat ke langit
“ Nggak, Ran. Itu cuma awan yang lewat sebentar di bawah matahari. Kamu sudah siap ? “ Andi membuka ransel-nya.
Dari dalam ransel kecil berwarna biru-hitam itu keluar bermacam-macam barang. Mulai dari pensil ringan hingga halter seberat 3 kilo. Semua barang-barang itu akan di pakai untuk menguji kadar kekuatan yang di miliki adiknya.
“ Kamu siap, Ran ? “
Rani mengangguk. Andi lalu meraih sebuah bola biliard, dan mengacungkannya ke arah Rani.
“ Kita mulai dengan bola ini, Ran. Aku akan melemparkannya ke arah pohon besar di depanmu, dan kamu harus mencoba untuk mengontrolnya dan membawa kembali ke depan aku, ok ? “ Andi mulai bersiap-siap, sementara Rani mulai memusatkan konsentrasinya.
Dengan perasaan yang agak was-was, cowok itu mulai mengangkat tangannya, Andi sadar benar, bahwa walaupun sedetik saja Rani kehilangan konsentrasi, akibatnya bisa menjadi fatal bagi mereka berdua, sebab bola biliard yang akan di kontrol Rani itu akan melayang dengan kecepatan besar, apabila energi yg di keluarkan oleh adiknya itu terlalu besar, dan bila tak terkontrol kemudian memukul salah satu di antara mereka, Andi bisa membayangkan apa yang akan terjadi.
“ Ran, ayoooo !!!!! “ Andi melemparkan bola biliard berwarna biru itu dengan sekuat tenaganya ke udara, dan secepat kilat Rani mulai mengerahkan tenaganya. Nampak bola bercat biru itu memantulkan sinar matahari sore, tiba-tiba bola itu mulai berputar-putar searah dengan jarum jam, dan mulai melesat menuju ke atas bukit.
“ Rani kontrol energi-mu !! jangan biarkan dia keluar terlalu besar, bisa berbahaya !! “ teriak Andi, energi yg di keluarkan oleh adiknya semakin membesar. Bahkan pohon-pohon di sekitar situ mulai bergoyang dan mengeluarkan bunyi berderak.
Rani berlari ke atas bukit, berusaha untuk mengikuti bola biliard, sebuah tindakan konyol, sebab tentu saja semakin dia mendekati bola itu, semakin bola itu menjauh karena tenaga yg keluar dari tubuh gadis itu.
“ Kak Andiiiii.........aku tak bisa mengontrolnya !!! “ Rani berteriak dari atas bukit. Bola biliard itu mulai menuju ke arah tengah kota. Andi mulai panik.
“ Ran, tahan dia.........!! coba kontrol tenagamu !!!! “
“ Aku tak bisa Kak Andiiiii !!!!!.......... “ suara Rani terdengar sama panik dengan kakaknya. Sementara itu, Andi mulai berlari ke atas bukit mengikuti adiknya, namun langkah Rani terlalu cepat, jauh di atas manusia normal malah. Andi jelas aja langsung ketinggalan jauh di belakang.
Dengan cepat cowok itu memutar otaknya, dia harus berbuat sesuatu. Sebab situasi mulai menjadi tak terkendali. Sementara di atas bukit Rani masih mencoba untuk mendekati bola biliard yg tetap melayang kesana kemari dengan kecepatan kira-kira di atas 200 km/jam.
Andi berteriak memanggila Rani dari kejauhan,
“ Ran, pusatkan konsentrasimuuuu.............!!! tahan bola itu......!!!!! “
Sejenak Rani menoleh ke arah kakaknya, kemudian dia menganggukan kepala dan memperlambat langkah kakinya.
Saat Rani sudah benar-benar berhenti, gadis itu mulai berkonsentrasi. Dia bahkan meletakkan kedua jari telunjuknya di dekat mata. Tak sampai semenit, bola biliard yang tengah melayang kesana-kemari mulai menjadi lambat.
“ Bagus Raaaann !! teruskan !!...... “ Andi terengah-engah. Dia tak habis berpikir tentang adiknya yang tadi berlari menaiki bukit itu secepat kilat, dan tak berkeringat biar hanya setetes-pun.
Rani kembali memusatkan pikirannya, sedangkan kedua tangannya mulai bergetar. Bola biru yang tengah melayang perlahan mendadak mulai bergerak turun, kembali Rani menggerakkan tangannya ke arah Andi yang hampir sampai di atas bukit. Bola biliard itu lalu melayang mengikuti arah yang di tunjuk Rani, dan secara mendadak berhenti tepat di depan hidung Andi yang terpana melihat kemajuan adiknya dalam mengontrol kekuatan yang di milikinya. Ketakutan cowok itu mulai berkurang. Andi tersenyum kecut, adiknya sekarang bagai seorang alien dengan kekuatan yang dia miliki.
“ Good job, Ran ! “ puji Andi dengan kekaguman yang tak di buat-buat.
“ Makasih, Kak. “ jawab Rani pendek seraya mengusap bintik-bintik keringat yang muncul di ujung hidung mancungnya. Terlihat Andi kembali mulai mengubek-ubek tas rensel-nya. Kali ini sebuah halter seberat 3 kg yang dia keluarkan.
“ Kak Andi, itu nggak kebesaran untukku ? “ Rani begitu terpana melihat halter berat yang akan di pakainya untuk melatih energinya, hingga pertanyaan itu tercetus begitu saja.
Andi tersenyum manis, lalu berkata dengan meyakinkan,
“ Kamu sudah bisa mengendalikan bola biliard yang tengah melayang dengan kecepatan tinggi tadi, Ran. Itu artinya, kamu juga bisa mengendalikan halter ini, tentu saja dengan kecepatan yang tak sama dengan bola biliard. Kamu harus mulai perlahan-lahan, dan nanti saat kamu merasa sudah mampu, baru kamu bisa menambah kapasitas energi sebanyak yang kamu inginkan, okey ? “
“ Okey Kak. “ jawab Rani setengah tak yakin, namun ada sedikit kepercayaan pada dirinya sendiri yang mulai merambah. Dia lalu mulai bersiap-siap.
Andi kembali memasang kuda-kuda seperti saat pertama yang dia lakukan,
“ Siap Ran ? “ tanya cowok itu sedikit tegang. Rani menganggukkan kepalanya. Dengan sekuat tenaga Andi melemparkan halter berat itu ke udara, yang langsung di kendalikan oleh energi Rani.
Setengah bermain, gadis itu mengerahkan energinya dan mulai memutar-mutar halter itu di udara, sambil sesekali membuat gerakan seperti sedang bermain yo-yo. Andi terbengong-bengong menatap adiknya yang mulai bisa mengendalikan tenaganya, sebuah pemandangan yang hanya bisa di temui di film-film.
Sementara Andi terpana antara kagum bercampur heran, Rani tiba-tiba mendapat ide nakal di kepalanya. Dia lalu mulai mengeluarkan energi lebih banyak, yang membuat halter itu mulai bergerak cepat. Andi mulai merasa cemas lagi, namun wajah adiknya yang kelihatan tenang dengan senyum manis di bibir membuat hilang rasa khawatir-nya. Andi lalu meneruskan observasi-nya.
Halter yang di kendalikan Rani mulai bergerak cepat ke atas bukit, sambil sesekali menbrak ranting-ranting kecil dari pohon-pohon besar di sekitar situ. Andi mengamati gerakan adiknya dengan cermat, sambil sesekali melayangkan pandangannya ke arah halter yang semakin cepat melayang di udara.
Saat halter itu mencapai puncak bukit, mendadak Rani mengibaskan tangannya, dan benda berat itu mendadak berhenti untuk kemudian berbalik ke arah Rani dan Andi dan langsung melesat turun bukit.
Andi merasa heran dengan tindakan yang di lakukan adiknya itu, mulanya dia berpikir bahwa Rani hendak membawa kembali halter kepadanya, namun gerakan halter yang melayang dengan cepat itu membuat Andi mulai merasa was-was.
“ Ran......hati-hati !!! “ tukas Andi dengan nada suara menandakan kekhawatiran. Dia menatap adiknya, nampak wajah Rani kelihatan tenang saja. Sesaat halter biru itu mengubah arah, menuju tepat di mana Andi tengah berdiri, namun sama sekali tak mengurangi kecepatannya.
“ Kak Andiiii........aku kehilangan kontrol tenagaku !!!!!! “ seru Rani tiba-tiba, Andi yang kaget dengan teriakan adiknya, ingin berlari menghindar, namun entah mengapa kakinya terasa berat untuk melangkah, dia lalu terjatuh berlutut di tanah lembab. Sementara halter itu semakin mendekat ke arahnya, muka cowok itu pucat pasi.
Andi menutup matanya, tak tahan saat membayangkan rasa sakit yang akan dia derita saat halter itu menimpa kepalanya. Namun hal yang itu tak terjadi. Ada kesunyian yang tercipta secara seketika, Andi merasa heran. Perlahan cowok itu membuka kedua matanya, dan pemandangan yang dia temui adalah halter biru yang tengah melayang dan berputar-putar di depan hidungnya, sementara adiknya Rani sedang tertawa terkekeh-kekeh melihat kakaknya ketakutan. Seketika itu juga Andi mengerti bahwa Rani tengah mempermainkan dirinya.
“ Raniiiii !!!!!!!!! “ bentak Andi Marah
Gadis itu memelototkan bola matanya menantang, membuat Andi mengalah, lagi² karena mengingat kekuatan supernatural adiknya. Rani tersenyum senang, sudah lama sekali dia mencari kesempatan untuk menjahili kakaknya yang usil banget itu, sekarang dia benar-benar merasa berada di atas angin.
“ Wah......cepat sekali kemajuanmu dalam mengontrol energi-mu itu, Ran, “ Andi tak sanggup menyembunyikan kekagumannya.
“ Thank you....thank you..hadirin yang terhormat.........!! “ Rani membungkukan badannya menghormat a la star yang menerima piala Oscar. Andi semakin sebel melihat tingkah adiknya itu. Andi melirik jam tangannya, sudah hampir pukul enam sore.
“ Ran, pulang yuk ! “ ajak Andi sambil meraih halter yang masih melayang-layang di depan hidungnya. Namun halter itu terasa berat sekali, dia tak mampu menggesernya semili-meterpun.
“ Ran............. “ Andi merasa jengkel sekali karena dia terpaksa harus memohon. Gadis itu bukannya mengikuti kata-kata kakaknya, dia malah tertawa terkekeh seraya meleletkan lidahnya ke arah Andi. Andi menjadi lebih sebal,
“ Ran........ “ intonasi suara cowok itu mulai meninggi, tapi Rani semakin ngelunjak, dia malah mulai mengangkat tangannya, dan kali ini bukan benda² di sekitar mereka yang bergerak, tetapi Andi yang mulai terangkat ke udara.
“ Rani,.....jangan gitu dong bercandanya.....turunin aku !!! “ teriak Andi, gadis itu tetap mengangkat tangan kanannya, dan Andi semakin melayang ke atas seperti balon gas ringan. Cowok itu mulai panik, sebab pohon-pohon di bawah mulai kelihatan kecil, sedangkan Rani adiknya hanya kelihatan sebesar biji langsat saja.
“ Raaaaaaannnnniiiiiiiiiiiiiiii................turunin aku...............!!!!!!! awas kamuuuu, nanti ku bilangin Mama baru sampai di rumah !! “ cowok itu mengancam dengan nada memelas ( orang ngancam kok pake nada memelas ??? )
Perlahan Andi mulai melayang turun, wajahnya seputih kapas, di bawah Rani masih senyum-senyum geli, gadis itu berucap nakal,
“ Ihhh Kak Andi, enak deh abis nakalin kamu, rasa plong dada Rani hehehe !! “
“ Sialan kamu, Ran !! “ sungut Andi kesal
“ Wah, kamu sudah hampir bisa mengontrol tenagamu secara total, Ran “ sambung Andi, terpaksa memuji lagi adiknya.
“ Pulang, Yuk !! nanti Mama khawatir... “ Rani tak menghiraukan pujian kakaknya, dia langsung berjalan di depan Andi, yang mengekor dari belakang.
“ Ran !! “ panggil Andi.
“ Hmmm.....?? “
“ Gimana rasanya ? “ tanya Andi pelan
“ Apanya ? “ Rani balas bertanya malas.
“ Punya kekuatan kayak gitu..... “ Andi ingin tahu.
“ Enak, bisa jahilin kamu !! hahahahaha !! “ Rani tertawa terbahak-bahak dengan gurauannya sendiri. Andi menyesali pertanyaan-nya.

Saat tiba di rumah, Ibu Andi & Rani tengah menyiapkan makan malam di dapur.
“ Sore, Ma..... “ Rani mengecup pipi Ibunya dari belakang
“ Kok baru pulang, Ran ? “ tanya Ibu heran
“ Ehmm....keasyikan main sih ! “ tanpa sengaja Rani keceplos menjawab, Andi menatap adiknya dengan bola mata besar.
“ Main ? katanya cari kadal ??? “
Mendengar pertanyaan Ibu yang mulai agak mengarah-arah, dan berpikir ttg Rani yang suka keceplos, Andi cepat-cepat menjawab,
“ Eh..anu Bu, si Rani nemu pohon tumbang, trus kita keasyikan main loncat-loncatan di situ, abis lucu sih !! ‘
“ Tapi kadalnya dapat enggak ? jangan-jangan kamu berdua sudah keasyikan main, dan lupa tujuan utama ke hutan. “ Ibu menggeleng²kan kepalanya, mendengar cerita Andi.
“Dapet, dong !! ‘ Rani yang menjawab.
“ Besar nggak ? mana Ibu mau lihat !! “ pinta Ibu, hati Rani mulai berdebar, untung saja di halaman melintas seekor kadal, dengan cepat Rani mengarahkan energi-nya, kadal yg tengah berlari memotong taman belakang melayang cepat ke arah Rani, yang dengan sigap langsung menangkap masuk ke tangannya, yang dia taruh di punggung.
“ Nih !! “ sodor Rani pada Ibunya.
“ Ihhhh Ran, jijik ah !! “ Ibu  ketakutan melihat binatang yang di sodorkan, dia langsung mundur, Andi tersenyum melihat reaksi Ibu.
“ Sana taruh di dalam botol atau apa, kek ! tapi jangan di biarin keliaran di dalam rumah, ya ?!! awas kalau Mama lihat, uang saku kalian berdua bakal di hapus selama dua bulan !! “ kata-kata Ibu membuat Rani mengurungkan niatnya untuk menakut-nakuti Ibunya. Bayangkan aja tak punya uang saku selama dua bulan, itu sih artinya no milk-shake di cafĂ© kesukaan Rani, no bioskop......hiiii.......lebih mengerikan dari film horor manapun juga.
“ Okey Boss........ “ gadis manis itu langsung berlari menuju ke kamarnya. (BERSAMBUNG)