14 Juni 2011 | By: nsikome

THE LOST CITY-Golden Mountain (Cerita Bersambung) Part 3

Hai...time goes so fast!!...ternyata sudah hari SELASA!!...seharusnya aku memosting part 3 "The Lost City" kemarin ya? Maaf bagi yg nunggu, aku agak sibuk dan baru "ngeh" setelah ada yang komplain, hehe..Nggak perlu banyak basa-basi deh, selamat menikmati aja, dan semoga kamu semua pada suka..

THE LOST CITY

(Golden Mountain) PART 3


Airmataku mulai jatuh. Ku lihat Intipalla memandangi Annamaya dengan mata memohon. Sejenak ada kesunyian yang tak mengenakkan, aku makin gelisah. Kulihat pemuda itu juga kelihatan tidak tenang.

“ Baiklah, Aning. Aku tak akan membuatmu jadi penggantiku, maafkan aku, tapi aku terpaksa berbuat hal itu, kalau tidak nyawaku yang akan hilang ! “ tukas Annamaya dengan nada menyesal, tak ku sangka pertemuan kami yang singkat itu ternyata telah menumbuhkan rasa bersahabat yang sangat erat.

Sesaat, ada keheningan yang tercipta di antara kami.

“ Inti, apa aku boleh turun untuk melihat-lihat kampungmu ? “ pintaku sengaja memecah kesunyian yang terasa mulai tak nyaman.

“Tentu saja boleh, Aning. “ ucap Intipalla yang mengiyakan. Kami bertiga lalu mulai berjalan menuruni bukit, menuju ke kampung. Cuaca sangat cerah, matahari bersinar terik diatas kepala, tetapi udara disini terasa sangat sejuk. Bahkan sesekali kulihat ada kabut yang melayang-layang diatas atap yang berwarna keemasan itu.

Keadaan dikampung Intipalla dan Annamaya seperti kampung-kampung biasa, terlihat disana-sini ada ibu-ibu yang tengah menjemur pakaian, ada yang tengah memotong kayu bakar, ada juga yang sedang bergerombol, mungkin bergosip seperti kebiasaan para ibu-ibu pada umumnya.

Aku akan menganggap bahwa aku hanya berada disebuah perkampungan biasa di Peru, kalau saja warna-warna emas itu tidak ada, dan tempayan-tempayan air yang terbuat dari emas itu tak terlihat oleh mataku.

Sesaat seperti tidak ada dari mereka yang menyadari akan kehadiranku, tetapi kemudian ada sebuah keheningan yang tidak biasa, dan aku segera menyadari bahwa itu karena aku. Seorang laki-laki berusia setangah baya yang tengah berdiri didepan pintu rumahnya berteriak pada Intipalla dalam bahasa mereka seraya mengangguk hormat padanya, yang kulihat hanya membalas dengan anggukan kepala dan lambaian tangan.

Sementara suara-suara yang tadinya tak ada mulai muncul kembali, kali ini disertai bisik-bisik sambil sesekali mencuri pandang kearahku.

“ Anna, mereka berbicara tentang aku, ya ? “ tanyaku ingin tahu. Kulihat Annamaya berusaha untuk tersenyum, tapi dia masih kelihatan sangat sedih dalam senyumnya itu.

“ Tentu saja mereka tengah bicara tentang kamu, kau pikir setiap hari orang dikampung kami ini kedatangan seorang tamu yang sebelumnya tak pernah kami lihat, apalagi yang secantik kamu, “ Intipalla menjawab, membuat mukaku seketika memerah karena jengah.

Annamaya hanya terkikik pelan mendengar ucapan sepupunya itu, sepertinya dia tahu, aku merasa malu.

“ Kita mau kemana ? “ tanyaku lagi, tapi mataku berkeliaran kesemua tempat yang bisa dijangkau oleh penglihatanku. Kekaguman yang kurasa pada hal apapun juga, tak bisa melebihi dengan kekagumanku pada kehidupan kampung ini. Dengan segala emas yang mereka miliki, yang bisa membuat mereka sangat kaya dan hidup mewah dalam dunia yang modern, mereka memilih untuk menyembunyikan diri. Atau mungkin mereka tak pernah tahu, bahwa dunia modern yang lengkap dengan segala kecanggihan teknologinya itu ada ? pertanyaan ini juga sempat singgah dibenakku, tanpa ada jawabannya.

Jalan setapak yang kami lalui kini mulai menanjak, nampak diujung jalan ada sebuah bangunan yang besar. Kelihatannya merupakan bangunan yang paling besar bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang lain di kampung ini.

“ Itu adalah kuil kami, “ seperti membaca pikiranku, Annamaya menunjuk kearah bangunan itu.

“ Kamu boleh melihatnya, kalau kamu mau.. “ lanjut gadis itu lagi.

Aku menganggukkan kepalaku. Tentu saja aku sangat ingin melihatnya, aku sudah menemukan sebuah Kota yang Hilang, lengkap dengan orang-orang yang dianggap sudah musnah selama berabad-abad yang lalu, tentu saja bisa menyaksikan sebuah kuil bangsa Inca yang lengkap, yang masih dipakai oleh orang-orang asli, yang biasanya kulihat tinggal reruntuhannya, aku sudah pasti tak akan melewatkan kesempatan ini.

Saat kami hendak memasuki pelataran kuil, kembali aku tercengang, jalan batu bata yang terhubung dari pintu masuk pelataran kearah pintu masuk ke kuil lagi-lagi terbuat dari emas. Mengkilat dibawah sinar matahari yang terik. Dalam hati aku bertanya, darimana mereka mendapatkan semua emas-emas itu ? mereka pasti memiliki tambang sebesar Eldorado jaman dulu di Amerika, tetapi hanya khusus untuk mereka sendiri.

“ Tolong tanggalkan alas kakimu, Aning, “ pinta Intipalla, ternyata dimanapun di bumi ini, kalau hendak masuk kerumah ibadah, tradisinya banyak yang sama, harus menanggalkan alas kaki.

Aku mengikuti ucapan Intipalla. Kulihat Annamaya juga menanggalkan alas kakinya, yang sepertinya terbuat dari kulit hewan yang disamak. Aku mau langsung masuk saja kedalam, tetapi Annamaya menarik tanganku, dan menarikku kesamping kuil.

“ Kita mau kemana Anna ? “ tanyaku heran,

“ Membersihkan kaki dulu, “ jawab gadis itu pendek. Kuikuti dia, dan aku baru menyadari bahwa Intipalla tidak bersama kami.

“ Mana Intipalla ? “ tanyaku lagi, Annamaya hanya menunjuk dengan jari tangannya.

Ternyata tempat untuk mencuci kaki laki-laki dan perempuan berbeda. Kupikir, kami akan mencuci kaki dengan air, tetapi aku salah. Pertama-tama, aku harus mencuci kakiku dengan sebuah cairan berbau tajam, seperti campuran alkohol dan minyak, yang entah minyak apa itu. Setelah cukup membasuh kaki, kita harus berpindah ke tempayan yang berikutnya, yang berisi sepertinya parfum, karena berbau harum yang tajam. Sebuah kebiasaan aneh yang belum pernah kulihat ditempat lain.

“ Sebelum masuk kedalam kuil, kita harus membersihkan kaki kita, dan mengharumkannya, sebab kita akan masuk kerumah Dewa. Dewa kami akan marah, kalau kita masuk kedalam tanpa membersihkan dan mengharumkan kaki dulu, “ terang Annamaya. Dewa yang aneh, menurutku. Kenapa hanya kaki saja, dan bukannya seluruh badan yang dibersihkan dan diharumkan ?

Intipalla juga sudah selesai membersihkan dan mengharumkan kakinya. Dia sedang menunggu aku dan Annamaya disamping pintu masuk kuil yang lagi-lagi terbuat dari emas, atau berlapis emas, entahlah.

Begitu masuk kedalam kuil, langsung tercium bau seperti dupa yang sangat menyengat. Semua yang ada didalam kuil itu berwarna emas. Sampai pada tirai-tirai dan kelambu-kelambu yang tergantung didinding kuil. Tak ada jendela disana, tapi hanya lubang-lubang ventilasi kecil. Sebuah altar yang berisi penuh dengan buah-buahan dan entah makanan atau kue, lagi-lagi berwarna emas, tepat berada dibagian paling depan kuil. Kuil itu sendiri sangat besar.

“ Kuil ini tak ada pendetanya, ya ? “ kuungkapkan keherananku pada Intipalla dan Annamaya. Kelihatannya memang agak sedikit janggal, sebuah kuil pemujaan yang besar, tetapi tak ada seorangpun yang hilir-mudik didalamnya. Setahuku, dikuil-kuil manapun yang pernah kukunjungi didunia, selalu ada orang yang menjaga atau sedang berdoa didalamnya. Selain dua penjaga bertampang bosan yang berdiri menjaga di pintu masuk kuil, tak ada orang lain disitu.

“ Pendetanya ada di kuil utama, kita nanti akan kesana, “ Intipalla menjawab pendek, tapi tak cukup untuk memuaskan rasa ingin tahuku. Setelah cukup berkeliling melihat-lihat isi kuil itu, mereka berdua langsung mengajakku untuk keluar dari kuil itu, katanya untuk menuju ke kuil utama. Kupikir, kami akan keluar dari pintu tempat kami masuk tadi, tapi bukan.

Intipalla dan Annamaya menarik tanganku, menuju kearah altar besar itu. Sesampainya kami didepan altar itu, kulihat kedua teman baruku itu menunduk hormat. Aku langsung mengikuti apa yang mereka lakukan. Tetapi kemudian mereka berdua berkata-kata dalam bahasa Inca mereka, setidaknya itulah yang aku pikirkan.

Satu menit berlalu, aku hanya diam. Kupikir mungkin mereka berdua harus berdoa dulu sebelum keluar, tetapi kemudian terdengar suara barang berat bergeser, dan tiba-tiba altar itu menjauh kebelakang, dan ada lubang dengan sebuah tangga, langsung berada dihadapan kami bertiga. Aku masih tercengang-cengang, saat Intipalla menarik tanganku turun kedalam lubang itu.

Sesampainya kami didasar tangga itu, lagi-lagi kami harus menyusuri sebuah lorong sepanjang kira-kira 100 meter, sebelum akhirnya menaiki anak tangga lagi. Saat muncul kepermukaan, aku hampir tak bisa berkata-kata. Kami berada didalam sebuah goa yang besar sekali, mungkin sebesar gunung, aku tak bisa mengungkapkan sebesar apa goa itu.

Yang paling luar biasa, seluruh permukaan dinding goa itu berwarna emas, atau kelihatannya seperti itu adalah emas. Nampak ditengah-tengah goa besar itu, sebuah piramida sebesar yang ada di Kairo, Mesir, tetapi bukan terbuat dari batu, melainkan emas, setidaknya itulah yang kulihat. Semua yang ada di situ tak memiliki warna lain, hanya warna emas.

Kerongkonganku seperti dijejali biji kedondong sekarung. Aku tak mampu untuk berkata-kata. Aku hanya merasa seperti tengah bermimpi, tapi tidak. Sudah kucubit lenganku berkali-kali semenjak berada ditepi jurang, dipintu masuk rahasia menuju kampung Inca yang tersembunyi ini, dan sampai lenganku lebam biru dan sakit, aku tidak terbangun dari tidurku, itu artinya semua ini nyata.

“ Bagaimana mungkin.... “ tidak, aku tak mampu lagi berkata-kata. Annamaya hanya tersenyum geli melihat tingkahku. Aku pasti kelihatan bodoh saat ini.

“ Ini adalah kuil utama kami, gunung emas yang merupakan tempat kami mengambil semua kebutuhan emas yang hendak kami pakai, “ Annamaya memberiku penjelasan.

Aku masih saja terheran-heran dengan apa yang kulihat. Sebuah gunung, tetapi terbuat dari emas. Bagimana mungkin semua ini tidak bisa ditemukan oleh orang dari dunia luar ? dengan cara apa mereka menyembunyikan semua yang mereka miliki ? semua pertanyaan itu menggantung dibenakku. Terlalu sulit untuk dipercaya. Ini bukan Eldorado, bukan Fort Knox. Ini 10000000 kali dari keduanya.

Rupanya Intipala dan Annamaya tahu tentang isi pikiranku, dan aku mulai curiga, bahwa mereka tahu cara membaca pikiran orang. Tanpa perlu lagi kuungkapkan isi pikiranku, beberapa kali mereka langsung menjawab, tak perlu kubertanya terlebih dahulu.

“ Semua emas yang kami miliki, bisa memicu perang di bumi, itulah mengapa suku kami memilih untuk menyembunyikan diri dari dunia luar, “ Intipalla menatapku lekat.

Aku seketika jadi jengah. Tatapannya itu, benar-benar membuat jantungku berdebar lebih kencang dari biasanya. Sulit untuk dijelaskan mengapa.

“ Tetapi, mengapa kalian tak menggunakan emas kalian itu untuk membeli barang-barang modern, yang bisa membantu pekerjaan kalian sehari-hari ? “ rasa penasaran belum juga sirna dari dalam hatiku.

Aku masih belum bisa mengerti, ada orang-orang yang kaya dan bisa membeli apa saja yang mereka inginkan, tetapi memilih hidup dalam keterbelakangan. Seperti bangsa Inca ini.

“ Kami takut, bila membeli peralatan modern, itu artinya kami harus turun gunung dan pergi ke kota, lalu bertemu dengan orang-orang, yang kemudian bisa saja mengetahui keberadaan kampung kami ini, makanya bangsa kami memutuskan untuk menyembunyikan diri dalam benteng kami didalam lembah, “ lanjut Intipalla, membuat aku tertegun.

Sungguh aku kagum dengan pilihan hidup mereka. Pada jaman sekarang, dimana kita bisa menemukan orang-orang seperti mereka, yang memilih untuk hidup sederhana, daripada menimbulkan banyak masalah dengan semua emas yang mereka miliki.

Memang, ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Annamaya dan Intipalla. Bayangkan saja bila dunia luar tahu akan keberadaan gunung emas itu, berbagai pihak pasti akan mengklaim bahwa itu adalah milik mereka, dan bisa dibayangkan kekacauan yang akan terjadi, bila semuanya tak mau mengalah.

Bukan tidak mungkin, perang bisa terjadi akibat semua itu. Emas yang dimiliki oleh bangsa Inca ini ada terlalu banyak, dan itu bisa menimbulkan keserakahan manusia, apalagi manusia-manusia di jaman modern seperti sekarang ini.

“ Kamu masih mau melihat-lihat, Aning ? “ tanya Annamaya, aku menganggukkan kepalaku dengan penuh semangat.

Sungguh mati aku tak akan rela untuk melewatkan sejengkalpun dari tempat ini tanpa melihatnya. Terlalu indah, terlalu luar biasa. Terlalu tak bisa dipercaya.

Rupanya, yang disebut oleh Intipalla dan Annamaya sebagai kuil utama dalam gunung itu adalah pusat industri mereka. Banyak yang tengah melakukan aktivitas didalam situ. Ada yang tengah sibuk dengan tungku-tungku mereka, mungkin digunakan untuk melebur dan membentuk emas-emas mereka itu.

Ada juga semacam bengkel-bengkel kerajinan, yang membuat barang-barang hiasan, dan bahkan ada juga yang membuat perhiasan, semuanya khas bangsa Inca, seperti yang sudah sering kulihat dibuku-buku maupun internet.

“ Hei ! itu kan lembaran-lembaran kertas ? “ seruku, melihat lembaran-lembaran kertas yang tergantung, sepertinya sedang dikeringkan.

“ Kata kalian tak ada barang modern ditempat ini, “ tuntutku pada keduanya, Intipalla dan sepupunya hanya tersenyum. Pemuda itu lalu menjelaskan,

“ Itu bukan barang modern, Aning. Dulu, ketika kertas mulai dipakai, orang-orang kami ada juga yang ditugaskan untuk keluar dan meneliti keadaan di dunia luar sana, agar kami tidak terlalu ketinggalan. Mereka belajar cara membuat kertas, agar bisa dipakai oleh anak-anak kami disekolah, “ terangnya panjang lebar, membuatku makin terbelalak. Ternyata mereka tidak se-kuno yang kupikir.

“ Sekolah ?! kalian memiliki sekolah ? “ keherananku makin bertambah.

“ Tentu saja kami memiliki sekolah, kamu pikir kami akan membiarkan tradisi kami, bahasa kami, kebudayaan dan adat-istiadat kami hilang begitu saja, sebelum diturunkan pada generasi berikutnya ? “ sanggah Annamaya.

“ Memang sekolah kami bukan seperti milik kalian diluar sana, kami tidak memakai sistem yang sama seperti kalian, sebab yang diajarkan pada kami adalah membaca dan menulis bahasa kami, serta cara-cara kami hidup sehari-hari, serta pengetahuan-pengetahuan yang telah diturunkan selama berabad-abad oleh nenek moyang kami, yang jelas sangat berbeda dengan kalian , “ lanjut gadis itu. Sepupunya Intipalla tak berkomentar apapun.

“ Lalu bagaimana dengan perkawinan, dan hal-hal semacam itu ? “ semakin kuat rasa ingin tahuku tentang suku ini.

“ Kami sama seperti kalian sekarang, kami bebas memilih siapapun yang kami sukai, asal saja bukan orang dari dunia luar, “ ada nada sedih dalam suara Intipalla, dan entah mengapa, apa yang dia ucapkan itu juga membuat aku merasa sangat sedih.

Setengah piramida sudah kami kelilingi, dan aku makin terkagum-kagum dengan semua yang kulihat. Piramida itu sendiri, bagian kerucutnya seperti terpotong, ciri khas piramida dibagian Amerika Selatan, seperti yang biasa-biasa kita lihat pada peninggalan-peninggalan suku Maya dan Inca.

Sedangkan sekeliling dinding piramida dipahat dengan relief-relief yang menggambarkan kehidupan dewa-dewa mereka. Salah satu sisi piramida itu memiliki anak tangga mulai dari dasarnya, hingga di puncak. Aku ingin naik keatas, tetapi kata Intipalla dan Annamaya, hanya pendeta yang diijinkan untuk naik keatas piramida itu, untuk berdoa atau untuk menjalankan ritual keagamaan mereka.

Sesekali beberapa orang yang sedang bekerja itu mengangguk hormat pada Intipalla, dan menyapa Annamaya dengan segan. Dalam hati aku bertanya-tanya, mengapa mereka begitu menghormati pemuda itu ?.

Sambil mengantarkan aku melihat-lihat, keduanya secara bergantian menjelaskan segala sesuatu yang ingin ku ketahui. Ternyata mereka tak sekuno yang aku pikirkan. Kata Intipalla, setiap 6 bulan sekali, ada seseorang yang ditugaskan untuk turun gunung, dengan membawa emas seadanya, cukup untuk dia tinggal selama beberapa hari dikota.

Dia bertugas untuk meneliti keadaan sekitar, tentang apa yang terjadi dikota, sekaligus untuk melihat-lihat apa yang mereka perlukan. Setelah cukup, dia lalu harus pulang. Selama dikota, dia tidak boleh berkenalan atau bicara dengan orang lain, dia hanya harus bicara seperlunya saja. Orang-orang ini juga bukan orang biasa. Mereka dilatih khusus dikampung Inca untuk tugas itu, dan juga diajarkan bahasa yang dipakai oleh orang Peru jaman modern.

Aku jadi berpikir pada agen-agen rahasia semacam FBI atau CIA. Kalau dipikir-pikir, lucu juga kedengarannya, seorang agen rahasia yang bertugas hanya untuk mencari tahu perkembangan dunia luar, lalu menyampaikannya pada seisi kampung mereka.

Ada juga pemuda-pemuda yang katanya dilatih khusus untuk berkeliling dihutan luar. Kadang mereka berpura-pura sedang berburu, hanya untuk menjaga kalau-kalau ada orang-orang yang menemukan jalan masuk rahasia ke kampung mereka.

Aku bergidik takut saat Intipalla dan Annamaya mengatakan, bahwa jika ada orang yang menemukan jalan masuk ke kampung mereka, tak peduli dia itu siapa, maka dia harus dibunuh.

“ Jadi, aku juga harus dibunuh, dong ? kan aku sudah tahu kampung kalian, “ candaku, tapi sebenarnya aku takut. Sebab siapa yang tahu apa yang akan mereka lakukan padaku ?. Intipalla hanya tersenyum, lalu menjawabku,

“ Tidak, kan kami yang mengajakmu kesini, bukan kamu yang menemukan jalan masuk ke kampung kami, jadi kamu tidak akan kami bunuh, tapi kamu tak boleh keluar lagi dari kampung ini, dan harus tinggal selama-lamanya disini. “ Aku langsung panik, kalau aku harus tinggal untuk selama-lamanya disini, bagaimana dengan keluargaku ? mereka pasti akan sedih sekali.

“ Aku cuma bercanda, Aning, kamu kok jadi sedih seperti itu ?! “ goda pemuda itu lagi. Aku langsung berbalik kearahnya, dan saat kulihat Intipalla dengan senyum usilnya, aku baru sadar bahwa dia tengah mengerjai aku.

“ Kamu nakal, Inti !! “ seruku sambil memukul pundaknya. Intipalla dengan gesit mengelak dari pukulanku. Sedangkan Annamaya hanya tertawa melihat ulah kami.

Saat kami hendak berjalan kesisi terakhir piramida emas itu, tiba-tiba seorang laki-laki berusia kira-kira 50-an tahun berlari-lari kecil kearah kami. Dia lalu berbicara pada Intipalla dengan kepala menunduk, seperti tengah berbicara pada seseorang yang sangat penting. Kulihat pemuda itu mengangguk-anggukan kepalanya, lalu berbicara pada laki-laki itu dalam bahasa mereka. Sayang sekali aku tak bisa mengerti dengan yang mereka bicarakan itu. Intipalla lalu berbalik pada Annamaya dan berkata cepat dalam bahasa mereka. Annamaya kulihat hanya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab satu patah katapun juga.

“ Inti, Anna, ada apa ? “ Annamaya hanya mengangkat bahunya.

“ Maafkan aku Aning, tapi aku harus meninggalkan kamu sebentar dengan Annamaya, karena Sapa Inca memanggil aku, “ kata Intipalla segera. “ Aku akan kembali secepat yang kubisa ! “ dengan susah payah kulihat dia mencoba untuk tersenyum, tapi bisa kulihat ketakutan dimata pemuda itu. Dia lalu berbalik menuju kearah tempat dimana kami masuk tadi, meninggalkan aku dan Annamaya. (BERSAMBUNG)

Keterangan Bahasa :

Lima = Ibu kota Peru

Sleeping bag = Kantong tidur, biasa di pakai saat mendaki gunung atau berkemah

Valley of the queens = Lembah di Luxor ( Mesir ) tempat di makamkan para ratu-ratu bangsa Mesir kuno.

Acllahuasi = Tempat tinggal para wanita terpilih ( misalnya para gundik raja, dan

juga anak² perempuan, dan saudari mereka )

Inti = Dewa/Tuhan tertinggi dalam kepercayaan suku Inca

Manta = Semacam kain penutup yang di pakai untuk melindungi badan dari udara dingin.

Panaca = Keturunan suku Inca

Altittude Sick = Sakit yang datang saat seseorang tak bisa menahan tekanan atmosfer pada ketinggian, biasanya berupa kehilangan kesadaran, atau hidung yang berdarah.

Llautu = Semacam penutup kepala dari kain dengan berbagai macam warna yang di gunakan sebagai hiasan rambut.

Coca = Semacam daun ganja yang kalau di bakar dan terhisap asapnya bisa langsungfly dan bisa tak sadarkan diri bila terhirup dalam jumlah banyak.Bisa membuat seseorang terganggu otaknya bila digunakan dalam dosis tinggi

Sapa Inca = Raja / Pemimpin

No es nada nuevo? = ( Bahasa Spanyol ) Tak ada hal/berita yang baru ?

Quechua & Aymara = Dua bahasa yang dipakai oleh bangsa Inca

Machu Pichu = Reruntuhan bekas kota yang diyakini adalah pusat kekaisaran Inca, yang juga dikenal dengan Kota Yang Hilang.

Atahualpa = Nama Kaisar/Raja/Pemimpin terakhir bangsa Inca sebelum kekaisaran itu punah.

3 komentar:

Citra mengatakan...

MAKIN KEREN dan bikin penasaran KAK!!..kok nggak dibikin buku aja??(tapi kalo dibikin buku kita-kita harus beli doongg..nggak bisa baca gratisan lagi,hehehe)Mantap..tapi jgn telat posting episode berikutnya ya...

nsikome mengatakan...

Thank you Citra, nanti diusahakan next partnya nggak telat di posting ya..^_^

cici mengatakan...

Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny

Posting Komentar