29 Desember 2011 | By: nsikome

The Diary of Janda-Janda Kampung (4)


Photo: www.zazzle.com

THE NEW APPRENTICE?

Hari ini, saya merasa sangat suntuk dan kesal berkepanjangan. Urusan yang seharusnya sudah saya selesaikan hari ini, tak bisa kelar, dan semua itu dikarenakan oleh sahabat saya si Eny. Pagi-pagi, saat saya sudah mau berangkat kerja, tiba-tiba dia datang, dengan mata sembab merah, dan hidung merah juga, seperti habis nangis semalaman. Bukan itu, dia memang nangis semalam suntuk. Demi menjaga tali persahabatan yang sudah terjalin sejak jaman tali puser kami masih mentah, dengan sopan kupersilahkan dia masuk.
Dan, itulah awal bencanaku hari ini. Begitu dia masuk ke ruang tamu super mini-saya, tanpa ba-bi-bu, Eny langsung meraung menangis dan memeluk saya erat-erat, yang langsung diikuti oleh umpatan tak bersuara dari mulut saya . Bukannya tak punya tenggang rasa sedikitpun terhadap teman yang lagi sedih, tapi si Eny langsung main peluk aja sambil mewek, sehingga blazer bersih super licin saya langsung full ingus dan airmatanya. Jelas saja saya jadi kesal. Kekesalan saya  juga bukan hanya sampai disitu. Hari ini saya sebenarnya ada meeting penting dengan satu grup pejabat bank terkemuka dikota saya (ceileeee…meeting penting , untung saya bukan PNS, kalo enggak, masih muda gini dan udah meeting-meetingan, penting lagi! nanti disangka korupsi, trus diminta laporin kekayaan sama KPK). Akhirnya, rencana saya untuk kerja dan meeting, harus BATOT alias Batal Total gara-gara si Eny dan persoalannya!.
“Suamiku minggat, pergi meninggalkan aku dan Christa!!…” tangis Eny sambil menggosok-gosokkan hidung melernya ke bahu saya. Sungguh, kalau tak ingat dia adalah sahabat ter-lama saya, sudah saya suruh dia balik ke rumahnya saat itu juga. Dia datang pada saat yang tidak tepat sama sekali.
“Sssshh….kamu kenapa Ny?” tanya saya pura-pura peduli. Memang saya pura-pura, karena sumpah, susah saya untuk benar-benar peduli, saat ada meeting penting yang terancam gagal, belum dihitung dengan omelan Boss saya si “Kanjeng Mami” yang kebetulan juga adalah seorang janda, yang sudah pasti akan menghiasi kuping selama seminggu penuh.
“Dia…dia minggat…disuruh sama Ibunya pergi meninggalkan saya…” tergagap-gagap Eny bercerita.
Eny itu memang adalah sahabat dekat saya. Selama ini, memang Ibu Mertuanya adalah satu-satunya “onak duri dalam daging” pada pernikahannya yang bahagia. Sedangkan Adi suaminya, adalah tipe seorang STI (Suami Takut Ibu), yang manjanya nggak ketulungan.
Seringkali Eny mengeluh pada saya tentang perilaku suaminya itu. Bagaimana Ibu mertua-nya selalu saja ikut campur dalam setiap urusan rumah tangga mereka, yang anehnya selalu saja di-iyakan oleh si Adi. Saya sendiri kurang suka sama si Adi, karena, secara ya, meskipun saya ini seorang janda, tapi saya mampu menghidupi diri sendiri, dan yang terutama adalah mampu mencari jalan keluar bagi setiap persoalan dan masalah-masalah saya. Sedangkan si Adi, masak dia, seorang lelaki yang sudah dewasa, selalu saja mengadu kepada Ibunya setiap kali ada masalah pribadi antara dia dan Eny. Saya berani bertaruh, pasti sampai urusan ranjang mereka pun diceritakannya pada sang Ibunda. Soalnya, Eny pernah cerita, dia heran, kok Ibu mertuanya bisa tahu, dia pernah punya panu di paha dalam sebelah kirinya?!.
“Kok disuruh sama Ibunya?” tanyaku lagi. Eny menggelengkan kepalanya kuat-kuat sambil melanjutkan tangisnya, kali ini semakin keras.
“Kamu berantem lagi sama Adi ya?” sebenarnya tak usah ditanya pun, saya sudah tahu pasti itu sumber masalahnya, lha wong, selama ini, hal itu menjadi satu-satunya penyebab Eny bercucuran airmata.
“Iya..kata Ibunya, aku ini perempuan ceriwis, berlidah tajam, dan tidak hormat sama ibu menantu..”  Eny mengungkapkan alasan yang sudah sejuta kali pernah dia ceritakan pada saya. Kalau si Eny itu perempuan ceriwis, nah menurut saya, ibu mertuanya adalah perempuan ceriwis kuadrat, berlidah pedang bermata dua, dan sama sekali tidak menghormati si Eny sebagai menantu-nya. Saya berani bilang seperti itu, karena sejak hari pertama Eny dikenalkan Adi kepada Ibunya, perempuan tua itu sudah tidak menyukai sahabatku, yang selalu dikatainya sebagai si “kulit manggis asem”. Kulit Eny memang hitam, tapi dia hitam manis, dan wajahnya juga cantik, mirip-mirip penyanyi Anggun C.Sasmi yang sudah jadi orang asing itu, lho!.
“Yahh..kalau ternyata si Adi lebih milih mendengarkan ucapan ibunya, untuk apa kamu bertahan sama dia lagi? Yang kamu butuhkan tuh ya, seorang lelaki dewasa, yang bisa jadi pemimpin dalam rumah tangga, bukannya bayi besar yang manja sama ibunya kayak si Adi itu!” akhirnya saya putuskan untuk bicara to the point saja sama si Eny.
“Kamu benar kayaknya, besok aku akan langsung cari pengacara, dan akan kuceraikan dia sekalian, biar tahu rasa!. Terima kasih ya, kamu memang sahabat terbaik aku, sekarang aku akan pulang untuk melihat Christa, dan juga menemui ibunya Adi, akan kukatakan semua yang kupikirkan tentang dia dan anaknya itu langsung didepan muka keriputnya itu!!” Eny mencium pipi saya kilat, lalu meraih tas tangannya dan keluar menuju pintu depan. Meninggalkan saya yang terbengong-bengong melihat sikapnya yang berubah drastis, hanya karena sepotong kalimat yang saya ucapkan kepadanya.
Sungguh mati, bukan maksud saya untuk membuatnya menceraikan Adi, tapi nampaknya koleksi sahabat janda saya akan bertambah satu. Mudah-mudahan saja itu tidak terjadi, doa saya dalam hati. Bagaimanapun juga saya kasihan melihat Christa, anaknya si Eny. Gadis kecil itu sangat dekat dengan papanya yang manja itu. Saya lalu melirik jam di dinding setengah berharap, namun saya sudah terlambat meeting satu jam. Dengan lesu saya langsung duduk dikursi, dan menghidupkan HP yang biasanya saya ON-kan saat sudah melangkah keluarkan dari rumah untuk menuju ke kantor. Ada 14 SMS yang masuk. Sudah pasti 10 SMS itu dari boss “Kanjeng Mami” yang galak minta ampun itu. Ternyata saya keliru, ada 12 SMS dari si boss. Saya-pun hanya menghela napas panjang, dan mulau membaca semua SMS yang masuk dengan hati ketar-ketir.
SMS dari kanjeng mami, mulai dengan “kamu dimana?” lalu “kenapa hp tidak aktif?” kemudian “kamu itu masih mau kerja apa tidak?”. SMS-SMS berikutnya sudah tak berani saya tulis disini, karena sudah mulai memakai kata-kata yang tak ada dalam perbendaharaan bahasa sopan-santun.
Boss saya itu, sebenarnya orangnya baik, dia juga tidak segan-segan memberi bonus pada anak buahnya yang dia nilai secara jujur bukan hasil menjilat, berprestasi dikantor. Seperti saya tahun lalu, ketika bisa menaikkan profit 20 % perusahaan kami. Dia memberikan bonus jalan-jalan ke Singapura dan Malaysia. Sedangkan teman-teman sekantor yang lain, hanya diberikan THR saja.
Sayangnya, si boss itu janda ditinggal kawin lari sama suaminya, yang konon menikah dengan sepupu kanjeng mami. Makanya, dia agak iri dan suka marah-marah pada teman-teman kantor, yang pacar atau suaminya sering menjemput mereka dikantor. Kalau yang punya suami, dia sering bilang;  “laki-laki itu munafik, cuman pada awal pernikahan saja suka memberi perhatian”, dan kalau yang masih pacaran, dia suka ngomong kayak gini ;“Masih pacaran suka mengantar-menjemput, coba kalau nanti sudah menikah, pasti dikatain, udah dewasa masih kayak anak TK minta diantar dan dijemput segala!!”
Kalau sama saya sih, dia baik-baik aja, ngomelnya pun sebatas soal pekerjaan saja, soalnya dia tahu, saya janda merangkap jomblo, alias belum punya pacar dan lain-lain semacamnya. Kadang, dia suka datang keruangan saya, buat ngegosipin teman sekantor, kalau ada yg lagi berantem sama pacar atau suaminya. Kata kanjeng mami “lebih baik dunia ini tanpa laki-laki!”. Lha, trus gimana kita-kita perempuan cara bikin anak kalo nggak ada laki-laki?.
Saya sempat curiga, jangan-jangan, karena bencinya pada lelaki, kanjeng mami jadi suka sama sejenisnya lagi, tapi saya merasa lega, karena usia kanjeng mami sudah tua, cucunya saja sudah ada yang menikah, dan kalau nggak dikantor, kanjeng mami lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan cucu-cucunya dirumah.
Saya jadi mikir, bagaimana kalau Neni si janda kaki lima usianya sudah kayak kanjeng mami, apakah dia bakal masih genit kayak sekarang? Ihhh….ngeri saya, membayangkan si Neni, sudah ompong, masih mengoleksi pria diranjang-nya.
Kembali lagi pada persoalan saya. Akhirnya setelah dipikir-pikir, mending saya kekantor saja, biar hanya setengah hari, daripada duduk nongkrong diam dirumah. Baru saja saya ganti baju blazer penuh ingus si Eny dengan blouse putih, tiba-tiba terdengar sebuah salam dari pintu depan. Segera saya melongokkan kepala keluar dari pintu kamar, ternyata si janda kaki lima, Neni. Waduh!! Bakalan batal lagi acara ke kantor saya, mau apalagi si janda genit satu ini…rutuk saya kesal dalam hati.

(BERSAMBUNG)

Untuk Lanjutan cerita ini bisa di baca di aplikasi membaca novel gratis Noveltoon, bisa di download dari Playstore ataupun Applestore anda..

Selamat membaca dan terima kasih...

NATAL UNTUK ANGELIA



Hiruk pikuk suara orang² yang lalu lalang di jalan terdengar ribut sekali, bahkan melebihi suara kendaraan bermotor. Myléne mengeluh perlahan, natal sudah dekat, dan seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap kali natal tiba, pekerjaan di butik menjadi bertambah dua kali lipat. Bahkan saat baru memasuki hari pertama bulan desember, Bos Myléne sudah meminta dia untuk memulai lembur. Gadis itu sendiri maklum, saat bulan desember tiba, banyak orang sudah memulai acara perburuan kado natal, untuk keluarga atau sahabat² mereka.
Myléne baru saja menyelesaikan menghias kaca pajangan di depan toko dengan lampu² berwarna-warni dan boneka-boneka santa klaus saat lewat seorang gadis kecil kumuh dengan mantel bulu tebal kebesaran yang sama sekali tak cocok dengan tubuh kecilnya. Gadis kecil itu berhenti di depan etalase toko tempat Myléne bekerja, dan mengamati secara seksama hiasan di dalam kaca pajangan itu. Setengah jam sudah berlalu, Myléne baru saja selesai membungkus sebuah kado yang di beli oleh seorang klien saat matanya menangkap sosok tubuh kecil yang tadi di lihatnya kini masih juga berdiri di depan etalase yang penuh hiasan. Myléne merasa sangat aneh. Memang pada dasarnya anak-anak kecil suka sekali melihat kaca pajangan yang di hiasi dengan dekorasi natal, tapi berdiri selama lebih 15 menit di depan kaca pajangan yang sama itu sekali tidak biasa. Diam-diam Myléne mengamati gadis kecil itu lebih cermat, wajah kecil yang kurus itu ternyata tengah mengamati sebuah dekorasi santa klaus bertopi keemasan yang tadi baru saja di letakkan Myléne di sana. Myléne melihat ke sekelilingnya, tak ada satupun klien yang masuk ke butik, dia lalu memutuskan untuk keluar dan berbicara pada gadis kecil itu.
Saat Myléne sudah berada di hadapan tubuh kecil berbalut mantel bulu hitam, sesaat tercium bau agak tak enak. Kelihatannya gadis itu salah seorang gelandangan kota Paris. Tapi tak biasanya pemerintah kota Paris membiarkan anak apalagi yang masih berada di bawah umur seperti gadis kecil di hadapannya berkeliaran di jalanan.
‘’ Hello ! namamu siapa ? ‘’ sapa Myléne lembut. Terlihat gadis itu agak terganggu dengan kehadiran Myléne, tapi dia membalas juga pertanyaan yang di ajukan Myléne.
‘’ Angelia ‘’ ujas gadis kecil itu tanpa melepaskan pandangannya dari boneka santa klaus kecil di dalam etalase.
‘’ Well Angelia, dari tadi saya memperhatikan, kamu bardiri terus di depan kaca itu, memperhatikan boneka kayu santa klaus bertopi keemasan itu. Kamu suka, ya ?! ’’ Myléne mencoba untuk mencairkan suasana, tapi gadis kecil itu hanya diam, tanpa melepaskan pandangan matanya dari etalase pajangan.
’’ Kalau kamu mau, saya bisa kasih boneka santa klaus itu padamu. “ tawar Myléne, tapi gadis kecil itu menggelengkan kepalanya, dan tiba² dia langsung berlari pergi seperti orang yang baru saja melihat hantu. Sejenak Myléne merasa heran, tapi kemudian dia mengerti mengapa gadis kumuh itu pergi, di ujung jalan terlihat mendekat dua orang polisi berseragam. Dia pasti takut di tangkap dan di bawa ke panti asuhan, pikir Myléne. Di jalanan kota Paris, sangat langka gelandangan kecil seperti Angelia berkeliaran di jalan, bahkan hampir tak ada, pemerintah kota sangat memperhatikan kondisi anak² di Perancis. Kalau ada gelandangan kecil seperti Angelia berkeliaran seperti itu, artinya dia tidak sendiri, tetapi mempunyai seseorang yg sudah dewasa bersama dia. Myléne mencoba mengenyahkan wajah pucat gadis kecil itu, dia lalu melangkah masuk ke dalam butik.
Natal tinggal beberapa hari lagi. Pekerjaan yang bertumpuk di butik membuat Myléne sama sekali tak punya waktu untuk mencari kado natal buat Ibunya. Walaupun dia tak lagi tinggal di rumah keluarganya, setiap natal Myléne selalu pulang ke sana untuk merayakan natal dengan Ibu dan adik laki² satu²nya. Pergi ke misa tengah malam tanggal 24 desember, dan sesudah itu saling bertukar kado. Dulu pada saat ayahnya masih hidup, natal lebih punya warna. Ayahnya memang seorang laki-laki sempurna di mata Myléne.
Sore ini, Myléne memutuskan untuk menghabiskan waktu luang yang dengan susah payah berhasil dia peroleh untuk mencari kado. Dia lalu memutuskan untuk mencari kado di toko² seputar Barbés, di utara kota Paris yang terkenal dengan barang² diskonnya. Gadis itu baru saja keluar dari stasiun metro saat matanya menangkap kembali sesosok tubuh yang di lihatnya beberapa waktu yang lalu, gadis kecil bernama Angelia. Gadis kecil itu tak melihat Myléne. Dengan saksama dia terus menancapkan pandangannya pada gadis kecil itu, yang terlihat sengaja berdesak² dengan orang-orang dewasa yang baru saja keluar dari metro. Myléne terperangah saat dia melihat Angelia dengan sigapnya memasukkan tangan kecilnya kedalam sebuah tas gantung seorang wanita setengah baya, dan dengan tenang melangkah menjauh dari situ setelah merogoh sesuatu yang entah apa itu dari dalam tas gantung. Dengan penasaran, Myléne mencoba untuk mengikuti Angelia yang berjarak tak jauh dari tempat dia berdiri. Gadis kecil itu berjalan cepat menyusuri trotoir sepanjang jalan utama, dan berbelok ke arah gereja Montmarte. Myléne terus mengikuti gadis kecil itu dengan diam-diam, hingga dia terhenti di sebuah lorong buntu, di mana Angelia masuk dan kemudian menghilang. Ternyata di ujung lorong buntu itu, ada sebuah pintu kayu yang sudah setengah rusak. Pelan Myléne mendorong pintu kayu itu, dan sesaat dia terdiam melihat pemandangan di hadapannya.
“ Bagaimana kamu tahu saya ada di sini ? “, Angelia bertanya heran melihat kehadiran Myléne.
“ Saya mengikutimu semenjak dari stasiun metro di Barbés, “ jawab Myléne hampir tak kedengaran. Di lantai tergeletak dua sosok tubuh tak berdaya, seorang anak laki² kecil dan seorang wanita.
“ Saya melihat kamu mencuri sesuatu dari dalam tas seseorang, karena itu saya mangikuti kamu, Angelia. “ Mata gadis kecil itu membulat marah, seperti hendak menyuruh Myléne diam. Tapi terlambat, wanita yang tergeletak di lantai sudah mendengar ucapan Myléne itu.
“ Mengapa kamu mencuri, Angelia ? bukankah sudah berulang kali Ibu melarangmu untuk melakukan hal itu ? “ suara wanita itu lebih terdengar seperti sebuah erangan menahan sakit. Udara di dalam ruangan itu terasa lembab dan dingin, angin dari luar dengan leluasa masuk ke dalam ruangan dari pintu kayu yang berlobang-lobang. Myléne bertanya² dalam hatinya, bagaimana mungkin orang bisa hidup di dalam kondisi seperti ini ?
“ Sekarang kamu kembalikan barang yang kamu curi itu ! “ wanita itu ingin menghardik, tetapi suaranya terlalu lemah, sehingga kedengaran seperti sebuah bisikan. Pelan Angelia merogoh kantongnya, mengeluarkan barang yang dia curi tadi. Myléne sangat terkejut melihat barang yang di curi gadis kecil itu. Dia tiba² merasa bersalah.
“ Tadi tanpa sengaja saya melihat perempuan itu meminum obat sakit kepala ini, saya mengambilnya untuk Ibu, sebab uang yang saya miliki ternyata tak cukup untuk membeli obat yang dia perlukan. “ gadis kecil itu berkata datar tanpa emosi. Dia menyodorkan obat sakit kepala yang tinggal beberapa biji itu ke arah Myléne yang terpaku kaku.
“ Maafkan saya Angelia, tadi saya pikir kamu mencuri uang atau apa-apa. Ibu dan adikmu perlu perawatan lebih serius, obat yang kamu curi itu tak akan bisa menyembuhkan mereka. “ Myléne tak tahu lagi harus berkata apa, dia merasa berdosa telah mengira hal yang tidak-tidak. Gadis kecil itu mencuri beberapa biji obat sakit kepala untuk Ibu dan adiknya yang terkapar sakit di lantai dingin, dan dia menyangka Angelia mencuri karena sudah biasa melakukan hal itu. Dia merasa malu terhadap dirinya sendiri.
‘’ Angelia, Ibu dan adikmu harus segera di bawa ke rumah sakit, kamu mau kan mereka sembuh ? ‘’ Myléne melihat ada dua titik airmata yang jatuh di pipi gadis kecil itu. Angelia hanya menganggukkan kepalanya perlahan. Myléne lalu mengeluarkan handphone-nya dan memencet dua nomor  emergency.
Tanggal 24 siang, kerja Myléne di butik sudah selesai, dia memutuskan untuk mengunjungi Ibu dan adik Angelia di rumah-sakit, sebelum pulang ke rumah Ibunya untuk membantu menyiapkan hidangan natal. Setelah membeli satu buket bunga mawar merah dan sekotak coklat untuk Angelia, Myléne memasuki koridor rumah sakit, menuju ke arah kamar yang di tempati oleh adik dan ibu Angelia, gadis kecil yang menyentuh hatinya. Saat dia sampai di sana, Angelia tengah duduk tertunduk di kursi di depan kamar inap yang di tempati Ibu dan adiknya. Mulanya Myléne mengira mungkin Angelia mengantuk atau kelelahan. Tapi ternyata gadis kecil itu tengah menangis. Myléne baru saja hendak bertanya, saat dua perawat keluar dari kamar seraya mendorong tempat tidur yang keseluruhannya sudah di tutupi kain putih. Dia mengerti, Ibu Angelia telah meninggal. Myléne lalu duduk di dekat gadis kecil itu, dan merangkulnya ke dalam pelukan. Hidup itu terlalu kejam dengan Angelia.
“ Tadi malam, Philip yang pergi lebih dulu, sekarang Ibu. Mereka meninggalkan saya sendirian….“ tangis Angelia.
“ Kemarin waktu di depan butik kakak, saya hanya mau kado natal dari Santa Klaus yaitu Ibu dan Philip sembuh dan tak sakit lagi, karena itu saya memohon lama sekali di depan santa klaus kecil, untuk nanti dia menyampaikan permintaan saya kepada santa klaus besar yang datang pada malam natal. “ kata-kata gadis kecil itu menyentuh hati Myléne, betapa dia masih sangat polos dan bersih hatinya.
“ Angelia, tahukah kamu, kalau yang di dapat Ibu dan adikmu lebih baik dari yang kamu pikir ?! “ gadis kecil itu menatap Myléne heran.
“ Saat ini, Ibu dan adikmu sudah berada di langit, tak kedinginan lagi, dan tak sakit lagi. Mereka tak akan kelaparan atau kehausan lagi sekarang sampai kapanpun juga. Bukankah itu kado yang terindah ?! “ lanjut Myléne
“ Tetapi mereka meninggalkan saya sendirian…“ Angelia masih menangis
“ Itu tidak benar, walaupun mereka tak kelihatan, tapi mereka akan selalu mengawasimu dan berada di dekatmu. “ Myléne mencoba untuk menghibur Angelia.
“ Saya tak minta banyak pada Santa Klaus, saya hanya minta Ibu dan Philip jadi baik lagi, itu kan tak mahal ?? “ suara Angelia terdengar lebih mirip orang yang bergumam. Gadis kecil itu lalu berdiri dari tempat duduknya, dan melangkah keluar dari koridor rumah sakit. Myléne ingin mencegahnya pergi, tapi dia segera mengurungkan niatnya itu, dia tahu, saat ini Angelia pasti lebih ingin sendiri.
Tanggal 25 desember, hari natal telah tiba. Myléne terbangun oleh suara desingan pemanas air milik Ibunya yang memang ribut sekali. Dengan malas dia melangkah ke dapur, nampak Ibunya tengah menyiapkan makan pagi mereka.
“ Pagi, Ma ! “ Myléne mencium pipi Ibunya sekilas lalu meraih koran pagi yang walaupun hari² libur tak pernah absen terbit. Judul berita kecil di samping headline mengejutkan gadis itu ; ‘’ Seorang gadis kecil gelandangan tewas tertabrak mobil pada malam natal ‘’  berita berikutnya menyebutkan bahwa seorang gelandangan kecil yang di ketahui bernama Angelia tewas tertabrak saat hendak menyeberang jalan di depan rumah sakit. Myléne tak ingin membaca selanjutnya. Dia tak tahu harus berpikir apa, mungkin itu baik bagi Angelia yang kini sendirian tanpa keluarga, atau hidup itu  memang tak adil untuk beberapa orang, seperti Angelia. Namun dari semua itu, dia yakin, Angelia kini tak sendiri, tak akan kedinginan dan kelaparan lagi, tak akan menderita lagi.

( Merry Christmas to the world!! )
14 Desember 2011 | By: nsikome

The Diary of Janda-Janda Kampung (3)

Photo: www.clipartguide.com

THE BATTLE

Manado hari ini cuaca-nya cukup tenang. Nggak kayak kemaren, angin ribut dan hujan deras, banjir, becek, membuat orang-orang pada malas keluar rumah. Kok jadi ngomongin cuaca ya?. Kemarin kan, kita sudah sampai pada pertempuran antara tante Rosye dan si janda genit Neni.

“Eh, janda kampungan bejat, berani-beraninya kamu ngatain saya janda kayak kamu?!” teriak tante Rosye sewot mendengar ucapan si Neni yg mengatainya sudah janda.
“Lha…kan suami kamu katanya sudah nggak pulang-pulang ke rumah? Bukannya kalau sudah tidak punya suami dirumah itu kan namanya janda kayak saya?” tambah si Neni meledek.

Sementara tante Rosye mukanya makin merah karena marah. Saya dan tetangga-tetangga lain yg makin asyik aja menonton pertarungan bibir yg makin seru itu, naik ke atas tumpukan karung berisi botol-botol bekas di samping got,  milik si Uls , juragan botol bekas di kampung kami yang jenis kelaminnya kurang jelas, biar keliatan lebih jelas situasi-nya. Soalnya, rimbunan perdu di pagar rumahnya si Neni agak-agak menghalangi gitu.

Tiba-tiba, tanpa disengaja, saya melihat ada gerakan-gerakan disamping rumahnya si Neni. Masya ampun!! itu kan om Arman, suaminya tante Rosye. Dia sedang mengendap-endap, seperti sedang mencari jalan keluar dari tempat itu. Dengan semangat proklamasi yang menyala-nyala, segera kupanggil tante Rosye.

“Tante Rosye!! tuh!!” tunjuk saya dengan ke sepuluh jari tangan lengkap kearah om Arman yang langsung kabur secepat mungkin (bukan kilat ya, soalnya nggak bakal ada orang yg bisa lari secepat kilat, mustahil!)
“Armannnnnn!!! laki-laki bejat, akan ku potong p*n*s (sensor)-mu yg gatal ituuuuu!!!” nggak mau kalah, tante Rosye langsung melepas kedua sandal jepit di kakinya, dan pergi mengejar sang suami yang tertangkap basah di rumah si janda kaki lima.

Saya sengaja memeberitahukan posisi om Arman tadi, bukan hanya karena saya jengkel banget sama Neni si perusak reputasi janda itu, juga karena saya juga kesal banget sama tante Rosye, karena selama ini, dia-lah si biang kerok penggosip nomor wahid di kampung kami, yang selalu menjelek-jelekkan kami, para janda. Padahal, kan tidak semua janda bersalah kepadanya. Makanya, biar dia tau rasa, suaminya main serong dengan si janda genit. Memang agak jahat sih kelakuan saya tadi, tapi, apa boleh buat, janda kan juga manusia, boleh dong sesekali merasa geram dan kesal?!.

Karena mulut jahat si tante Rosye itu, kampung kami pernah kehilangan seorang janda yang merupakan aset penting. Namanya Joy. Seperti Angie, dia juga adalah seorang janda muda. Tapi, dia menjadi janda bukan karena perceraian, tapi karena suaminya meninggal dunia akibat kecelakaan.
Tante Rosye yg mulutnya jahat itu, menyebarkan gosip ke seluruh penjuru kampung, sampai ka lubang-lubang semut sekalipun, bahwa si Joy sudah menjadi perempuan gampangan, booking-an laki-laki bejat, karena sering keluar malam dan pulang di pagi hari. Akibat mulut usilnya itu, dia juga sempat kena tendangan memutar si Joy, yang dulunya adalah atlit Taekwondo propinsi kami, yang mengakibatkan bibir tante Rosye harus mendapatkan 3 jahitan.

Si Joy, yang keluarganya terlanjur kemakan sama gosip tante Rosye, ikut-ikutan marah padanya, hingga membuat Joy tidak tahan, dan langsung angkat kaki keluar dari kampung kami, pergi entah kemana. Dia memang setiap malam selalu keluar dan pulangnya pagi, tapi bukan karena dia adalah seorang perempuan panggilan, namun dia bekerja sebagai sekuriti di sebuah bank di kota kami, yang  shift-nya selama sebulan pertama adalah shift malam.

Namun apa daya, keluarganya terlanjur membenci si Joy, tanpa mengecek dan ricek dahulu gosip yg disebarkan oleh tante Rosye itu benar apa tidak. Saya sangat sedih waktu tahu si Joy pindah, karena, dialah satu-satunya teman yang membuat saya merasa sangat aman bila berjalan bersama. Bagaimana tidak, dia pernah meng-KO-kan 3 lelaki hidung belang yang menggoda kami ketika aku dan Joy melewati TKB (Taman Kesatuan Bangsa) di pusat kota pasar 45.

Makanya, saya sangat senang bisa mengadu domba si Neni dan tante Rosye, karena saya mempunyai dendam pribadi pada keduanya. Sayang, saat pertengkaran antar bibir terjadi antara Neni dan tante Rosye, pagar rumahnya si Neni di gembok, kalo nggak, bakal ada kejadian lebih seru, seperti tari-menarik rambut dan juga cakar-mencakar antara kedua wanita uzur tersebut.

Saya sama sekali tidak mengerti bagaimana status janda itu bisa menjadi ancaman bagi para wanita-wanita bersuami. Apakah dengan menjadi janda, kecantikan seorang wanita menjadi bertambah? tidak kan?. Lalu mengapa para wanita bersuami itu harus sewot?. Mungkin mereka-mereka yang sewot itu, memang sudah merasa rendah diri dari sono-nya, lalu kemudian merasa terancam dengan kehadiran para janda di sekelilingnya, yang dia rasa bisa mengancam posisi-nya sebagai seorang istri.

Padahal, kalau saya sih, mana mau dengan laki-laki seperti om Arman itu? udah tua, bau tanah, gak ada duitnya lagi!. Makanya dia cuman mau sama si Neni. Saya sendiri curiga, si Neni tidur sama om Arman, bukan karena suka, tapi karena hanya mau balas dendam sama tante Rosye yang hobi ngegosipin dirinya.

Tapi, saya heran juga dengan laki-laki di kampung saya ini. Begitu ada perempuan yang jadi janda, mereka ikut-ikutan PIKTOR alias pikiran kotor. Seperti dulu waktu pertama kali saya “launching” jadi janda. Om Abi, suaminya tante Nisa yang pensiunan polisi itu. Dulu, semasa saya kecil, dia temenan sama ayah saya. Nah, ketika saya jadi janda, heran banget tu om, dia dengan lancang dan beraninya menggoda saya, ngajakin dugem dan main-main ke club malam katanya. Tua-tua nggak sadar diri ya? udah bengeknya kumat setiap dua jam, ngajakin ke disco, ckckckcck. Sialan banget!.  Untung saja, saya masih mikirin istrinya yang baik banget sejak dulu sama saya, kalo enggak, sudah saya adu domba dia sama istrinya. Memangnya, setelah jadi janda, tertulis di jidat saya “available utk semua lelaki”apa?!!

Saya sih, termasuk beruntung. Biar janda, tapi punya semuanya (hehehehe), maksudnya, udah punya rumah biar kecil, punya karir biar gak naik-naik, punya motor biar kreditan. Jadi, hidup saya, nggak harus bergantung pada yang namanya kaum lelaki. Bisa mandiri, mandi sendiri!! (hehehe, lagi).

Disambung lagi kalo sempat dihari berikut ya..soalnya saya udah bosan nih, ngopi dulu!


THE LOST CITY (Book 2) Bloodline, Secret of The Royal Family

Hai semua, seperti yang pernah aku janjikan sebelumnya, aku akan mempublikasikan, episode-episode terbaru, pada The Lost City di Buku Kedua (jangan lupa, buku 1-nya sudah terbit, kamu bisa pesan lho..)
Sebenarnya, buku ini masih dalam proses penulisan, namun, karena sudah didesak-desak (caileeeee) oleh penggemarnya (bukan penggemar saya ya, hehe), here it is, Episode 1, The Lost City, Buku 2 : Bloodline-Secret of The Royal Family, selamat mengikuti!!

Photo :www.abriefhistoryoftheincas.blogspot.com

THE LOST CITY (BOOK 2)
BLOODLINE, Secret of The Royal Family

Part 1

Seminggu sudah Rapalla dan Annamaya di Jakarta. Selama waktu yang berselang, aku dan Arya terpaksa mengambil “cuti” dari segala kegiatan belajar kami. Untung saja, Papa dan Mama setuju-setuju saja, dan malah ikut membantu kami untuk meminta ijin kepada pihak universitas aku dan juga sekolah Arya, dengan alasan yang hanya mereka berdua yang tahu.

Kata Mama, mereka berdua Papa setuju saja dengan “cuti” aku dan Arya tersebut, karena selama ini, aku dan adikku itu sudah menghasilkan prestasi yang cukup bagus. Memang tidak bisa dipungkiri, bila mengingat bagaimana reputasi Arya di sekolah dulu, sungguh sangat mengherankan bagi kedua orangtua kami, melihat anak bungsu mereka yang dulunya tidak bisa membedakan antara Jenghis Khan dan Shah Rukh Khan, tiba-tiba menjadi seorang jenius yang bisa menyebut segala macam bahan kimia lengkap dengan symbol-simbolnya sambil bermain PS3 kesayangannya, dan bahkan dengan lancang menguliahi Mama tentang cara pembedahan otak yang baik, agar tidak terlalu menimbulkan pendarahan dalam dengan menggunakan sebuah metode, yang bahkan namanya saja susah untuk disebutkan dengan lidahku.
“Aning, aku dan Annamaya ingin bicara sama kamu dan Arya, secara pribadi. Kalau boleh jangan sampai ada orang yang bisa mendengarnya,” Rapalla berucap serius, disuatu sore hari, ketika kami berempat sedang menikmati es krim sesudah menaiki sebuah wahana di Dufan. Selama seminggu ini, kegiatan kami memang hanya jalan-jalan terus, menikmati kota Jakarta. Annamaya dan Rapalla sendiri sangat senang melihat negara kami, yang menurutnya “sangat di depan”.

“Nanti malam, Mama sama Papa ada undangan ke acara kawinan, bagaimana kalau kita bicara dirumah saja?” tanya Arya. Rapalla dan Aning menggelengkan kepala mereka bersamaan.
“Tidak aman, kita harus pergi ke suatu tempat, yang kita bisa memastikan bahwa tidak akan ada orang yang bisa mendengar pembicaraan kita” Rapalla berucap cemas, membuatku sangat penasaran.

Sudah seminggu ini dia dan Annamaya berada di Jakarta, tapi ini adalah yang pertama kalinya aku melihat Rapalla bertampang “Sapa Inca” seperti itu. Sangat serius.
“Bagaimana kalau kita ke kafe saja, Kak?” usul Arya, yang sedari tadi hanya menjadi pendengar.
“Boleh juga, tapi disitu tempat duduknya berdekatan, nanti ada orang yang masuk dan pura-pura duduk di sebelah meja kita bagaimana?” tanyaku khawatir. Arya mengangguk-anggukan kepalanya.
“Begini saja, kita jalan ke Monas saja, disana kan banyak tempat duduknya, nah, kita cari tempat yang paling sepi, terus kita bisa membicarakan semua hal dengan aman, gimana?” Arya kembali mengusulkan. Kupikir, ide itu bagus juga. Akhirnya, kami semua setuju. Besok kami akan ke Monas.
*********************
“Nah, sekarang kita sudah berada disini, dan hanya kita yang ada disini, kamu bisa mengatakan pada kami tentang semua hal!” ujar Arya sambil menghempaskan pantatnya diatas rumput tebal. Kami mendapatkan tempat yang cukup sunyi, tepat di sebelah selatan Monas.

“Begini, sebenarnya kunjungan aku dan Annamaya kesini, bukan hanya sekedar mengunjungi kalian berdua saja, namun kami juga ingin mencari sesuatu disini”  aku mendengarkan dengan cermat setiap kata yang diucapkan Rapalla.
Dukun tinggi kerajaan kami, baru-baru ini meninggal secara misterius. Sebelum dia meninggal, dia sempat meramalkan bahwa kerajaan kami akan mengalami kehancuran total, apabila “Kunci Rahasia Para Dewa” yang telah hilang sejak berabad-abad yang lalu tidak dikembalikan ke tempatnya semula, yaitu di altar doa yang berada di puncak piramida emas didalam gunung suci kami, sebelum purnama ke dua belas tahun ini!” terang Rapalla panjang lebar.
Aku sungguh takjub mendengar penuturan Rapalla itu. Apalagi yang akan terjadi sekarang? Pikirku cemas.

“Tunggu Rapalla, sebelum kamu melanjutkan, aku ingin bertanya dulu. Kalau memang kamu ingin mencari kunci itu, mengapa kamu datang kesini?” Arya bertanya heran.
Aku setuju dengan adikku itu, untuk apa mereka berdua datang ke Indonesia, yang jelas-jelas tidak memiliki hubungan apa-apa dengan kerajaan Inca?.
“Karena satu-satunya petunjuk dari dukun tinggi kerajaan adalah ukiran sebuah pohon yang berada diatas kain yang kamu hadiahkan kepada sang Ratu, dia menunjuknya dan hanya bilang ‘negeri zamrud’  tepat sebelum sang dukun mengembuskan napas terakhirnya!” potong Annamaya cepat.

Aku terhenyak. Sungguh tak menyangka akan kembali berhadapan dengan hal ini. Tapi, satu hal yang pasti, aku yakin bahwa apapun yang terjadi nanti, pencarian itu tak akan pernah mudah. Mencari sesuatu yang telah hilang selama berabad-abad, tak ada yang tahu bagaimana bentuknya, dan satu-satunya petunjuk hanyalah ukiran pohon pada syal batik milik Aning yang diberikan pada Sang Ratu yang telah wafat, sungguh bukan petunjuk yang sangat mencerahkan. Bahkan jujur saja, aku sudah merasa pesimis duluan, kalau hal itu adalah merupakan suatu misi yang tidak mungkin.

“ Aku dan Annamaya kesini, untuk meminta bantuan kalian sekali lagi, agar kami menemukan kunci rahasia para dewa tersebut, karena satu-satunya petunjuk dari dukun tinggi hanyalah ukiran pohon di atas syal hadiahmu itu, Aning.”
Rapalla dan Annamaya memandang aku dan adikku dengan tatapan penuh permohonan. Membuat hatiku tak tega rasanya untuk menolak. Akhirnya, dengan lemah aku menganggukkan kepala, disambut dengan senyuman gembira Annamaya, dan cengiran Rapalla. Sedang Arya, dia hanya diam, seperti tengah sibuk dengan pemikirannya sendiri, yang entah apa itu.

“Kamu ini ada-ada saja, Aning! Bagaimana mungkin kamu mau ambil cuti satu semester sekarang, kamu kan udah hampir ujian?” Mama berseru kaget ketika aku mengungkapkan keinginanku untuk cuti selama satu semester. Sedangkan Papa, dia terlihat sibuk dengan Koran paginya, namun aku tahu dia juga tengah menyimak.
“Kan cuma satu semester Ma, lagian selama ini Aning IP-nya kan 4 melulu..” rengekku sekuat tenaga. Aku harus bisa meluluhkan hati Mama yang oleh Arya dijuluki dengan “perempuan berhati baja”

“Lagian untuk apa kamu mau cuti segala Aning? Gara-gara mau menemani teman Peru-mu itu jalan-jalan keliling Indonesia? Mama tidak setuju, titik!”
“Baik…Kalau Mama tidak setuju, Aning akan bolos kuliah terus!!” ancamku, sebenarnya agak takut juga sih, tapi aku nekat saja, demi Rapalla dan Annamaya. Papa terlihat masih santai dengan koran ditangannya, bahkan dia sekarang tengah menghirup kopi hitamnya dengan nikmat.

“Papa! Kamu dengar apa kata anak gadismu ini? Berani-beraninya dia mengancam Mama akan berhenti kuliah kalau Mama tidak mengijinkannya mengambil cuti satu semester!” Papa hanya mendongak sedikit dari korannya, lalu kembali menekuni bahan bacaannya itu, membuat Mama makin naik pitam karena menganggap tidak dibela.
“Papa…kamu dengar kata Mama nggak sih?!” raung Mama kali ini dekat di telinga Papa, membuatnya terlonjak seketika karena kaget. Mama memang orangnya seperti itu, kalau dia lagi marah, jangan berani untuk kelihatan acuh tak acuh dihadapannya, suaranya bisa terdengar sampai ke Ancol sana dari rumah kami.

“Aning kan sudah besar Ma, biarkan saja..Lagipula, kapan lagi dia jalan keliling Indonesia gratis?” Papa berujar enteng, bukannya membuat Mama jadi tenang, malah menambah kegeraman Mama.
“Kamu itu ya, Pa, orangtua yang aneh. Masa depan anak sendiri sudah mau kacau balau, dia malah tenang saja, ya Tuhan..ampuni aku, keluargaku sudah pada sinting semua” Mama langsung ngeloyor masuk kamar. (BERSAMBUNG)


10 Desember 2011 | By: nsikome

The Diary of Janda-Janda Kampung (2)


Photo:www.pinkplasticpony.com

TENTANG NENI, SI JANDA KAKI LIMA

Sampai dimana kita kemaren ya? Oh iya…saya ngomongin dan ngegosipin si Neni, janda uzur yang genitnya nggak ketulungan itu?!. Saya sih senang-senang aja melihat si Angie hidupnya kini baik-baik saja, nggak kayak si Neni. Kemarin waktu nulis di bagian 1, ada yang komen 1/1 penduduk?. Namanya juga gosip mas Fahmi, sah-sah saja, hehehe. Tapi, anehnya, meskipun gosip itu sudah merebak semerbak, yang empunya cerita malah adem-ayem saja, dan malah menganggap hal itu sebagai suatu kebanggaan bagi dirinya.
Sumpah mati saya nggak bakalan percaya jika tidak mendengar dengan kuping saya sendiri apa kata si Neni. “Nggak ada suami-suami di kampung ini, yang tidak bisa saya taklukkan!!”. Waktu itu, dia lagi ngomong lewat HaPe, entah dengan siapa.
Sahabat saya Evi malah bilang, kata temannya yang ponakannya temenan sama ponakan si Neni (nah ini nih…yang bahaya, karena susah ditelusuri versi asli-nya kalau jalinan komunikasinya saja udah panjang kayak gini), yang mengatakan pada ponakan temannya, dan kemudian ponakan temannya bercerita pada temannya si Evi, yang akhirnya menceritakan hal tersebut pada Evi yang akhirnya bercerita pada saya (hodoh!! capek juga..), bahwa, ternyata si Neni, janda kaki lima itu, punya sebuah buku Diary (idih11..tua-tua pake nulis diary segala..malu tuh, sama boy band dan girl band yg lagi menjamur di Indonesia, mereka aja yg masih fresko_kata orang Manado utk orang muda dan masih segar_belum tentu nulis diary saking sibuknya keliling panggung).
Diary si Neni, katanya disembunyikan disebuah tempat khusus, pake acara dikunci segala, dan kuncinya disembunyikan di kantong celana dalamnya!! (nah, ini makin parah, gosipnya seperti udah di poles biar makin seru. Mana ada celana dalam punya kantong? aya-aya wae, ckckckck)
Hanya ada sedikit orang yg beruntung atau malah sial (tergantung sudut pandangnya sih), yang berhasil melihat isi buku Diary si Neni. Salah satu orang tersebut, adalah om Playboy saya, om Beno. Dia itu sih, semacam kutukan di keluarga bagi kami (saya sih tidak menganggapnya begitu, soalnya om saya itu orangnya asyik, pintar main musik dan gaul banget lagi!).
Kata Ibu, sudah tidak bisa dihitung lagi, ada berapa ratus perempuan yang jadi korban kebuasan om Beno, semenjak dia masih ABG hingga di dewasa. Bahkan, oma dan opa saya dulu sering kelabakan, karena banyak dari perempuan-perempuan korban om Beno, datang sampai kerumah nyariin dia, kata mereka dia sudah berjanji akan menikahi mereka-mereka itu, tapi sudah beberapa bulan om Beno kok tak kunjung-kunjung datang lagi.
Lucunya, om Beno selalu bisa menghindar dari semua itu, dengan berpura-pura jadi idiot setiap kali para fans-nya itu muncul ke rumahnya, lengkap dengan air liur yang menetes-netes dari bibir ke dagunya segala!!. Sedangkan Opa dan Oma, dengan alasan tidak ingin menimbulkan kekecauan diantara para perempuan yang sedang antri diruang tamu (kayak di puskesmas aja pake antri segala), terpaksa ikut-ikutan bersandiwara dengan mengarang berbagai macam alasan, agar bisa menyelamatkan om Beno.
Pernah suatu ketika, Oma bilang pada perempuan-perempuan yang ada dalam antrian ruang tamu, bahwa om Beno kena penyakit otak  yang membuat dia hilang ingatan dan jadi idiot seperti itu. Sialnya, ada seorang perempuan disitu yang menganggap hal itu romantis, dan memaksa untuk tetap menikahi om Beno, karena dia merasa terpanggil untuk merawat om saya itu, atas nama cinta!! WAH. Ini sih menurut saya, tipe-tipe perempuan yang bego-nya melebihi kadar batas normal manusia biasa.
Waduh, kok udah ngomongin si om Beno bukannya Neni ya.. singkat kata, om Beno yg playboy, juga salah satu merupakan koleksinya si Neni (dalam hal ini, saya sebetulnya kurang yakin, siapa yg mengoleksi siapa, mengingat reputasi keduanya sungguh sangat mengaburkan penilaian). Suatu hari, om Beno secara tidak sengaja, melihat isi buku Diary si Neni, yang katanya, berisi semua laki-laki yang sudah pernah tidur dengan si Neni, dan bahkan nama-nama lelaki yang baru merupakan “calon korban” dia, yang oleh sang janda kaki lima ditaruh di bagian “waiting list”!!.
Saya sempat kaget dan melongo, saat dengan sikap santai serta cueknya, om Beno memberitahukan nama-nama lelaki-lelaki di kampung kami yang sudah pernah “beradu nyali” di kasur dengan sang janda genit. Dengan terkekeh-kekeh, om Beno malah menyebutkan, kalau namanya ada dalam urutan ke 87!. Dan sungguh, bila melihat jumlah populasi penduduk berjenis kelamin pria yg sudah beristri di RW 01 Lingkungan 1 di kampung saya, jumlahnya memang sudah 1/2 RW!.
Sedangkan nama-nama lelaki lain itu. Sungguh sangat diluar dugaan saya, karena beliau-beliau itu ada yang posisinya sebagai tokokh-tokoh panutan di desa, yang sangat dihormati. Ada juga tokoh-tokoh agama, serta para lelaki-lelaki yang sebelumnya saya pikir adalah suami-suami ter-keren di kampung saya, karena pembawaan mereka selalu tak bercacat cela, serta nampak selalu mesra sama istri dan sayang sama keluarganya.
Namun, tentu saja, sekali lagi saya hanya bisa mengatakan, bahwa daftar-daftar korban di buku harian si janda kaki lima itu, tidak bisa dibuktikan kebenaran maupun ketidak benarannya. Hanya Tuhan dan para lelaki serta si Neni yang tahu kebenarannya.
Tak jarang, si Neni suka diteriakin oleh ibu-ibu sekampung, yang suami-suami mereka di sinyalir suka menggoda dan di goda si janda. Seperti dua minggu yang lalu. Ketika saya lewat dekat rumah si Neni, terdengar suara gaduh, orang teriak dan memaki-maki. Di dorong oleh rasa ingin tahu yang melebihi reporter-nya Kompas, saya langsung mengendap-endap mendekati asal muasal suara teriakan itu. Ternyata tante Rosye, si penggosip ulung di kampung kami.
“Hey Neni!! keluarkan suami saya dari situ!! dasar perempuan bejat!!” demikian teriakan tante Rosye, dengan amarah membara, kayak di filem-filem silet.
“Rosye, suami kamu yang mana? setahu saya kamu sudah janda, kayak saya juga!” balas si Neni cuek, sambil menggunting kuku kaki-nya santai di teras depan rumahnya. Jelas saja kelakuannya itu membuat tante Rosye makin geram.  

Waduh, udah ampir jam 3 sore, saya harus ngurus bunga anggrek saya, soalnya Manado baru saja hujan lebat, dan kalau kebanyakan kena hujan, bunga anggrek biasanya bisa jadi busuk akarnya. Nanti disambung kalau sempay ya coy!! ^__^
09 Desember 2011 | By: nsikome

SAAT HARUS MEMILIH

Ada kalanya, dalam hidup ini, kita harus memilih pilihan-pilihan yang tersulit, yang kita sendiri tahu bahwa itu kemungkinan besar tak akan membuat kita bahagia. Namun, dalam hidup ini, yang terpenting adalah, bukan seberapa besar kebahagiaan yang kita peroleh, namun berapa banyak kebahagiaan yang bisa kita berikan pada orang-orang disekitar kita, terutama orang-orang yang kita sayangi dan cintai. Meskipun, kita harus mengorbankan kebahagiaan kita sendiri.(NS)
Photo:www.libankruptcylawinfo.com

SAAT HARUS MEMILIH

                                                                                    By : N.Sikome

“ Hallo ? selamat malam. Bisa bicara dengan Donny ? ‘’ suaraku ku rasa agak susah keluar dari tenggorokan. Ku dengar suara berat seorang laki-laki tua menyahut dari seberang, ‘’ ini dari siapa, ya ? ‘’ aku menjadi semakin gugup, dan keringat dinginku mulai jatuh bercucuran. Ku coba untuk mengatur suaraku, ‘’ ehemm..ini sepupunya, Sonia. ‘’ Ini bukan yang pertama kalinya aku berbohong kepada seseorang, namun aku merasa seperti seorang pendeta yang hendak melakukan dosa besar pertamanya. Sedetik kemudian, terdengar suara yang sudah begitu ku kenal, ‘’ Hallo ?! ‘’
Tuhanku, entah sudah berapa banyak waktu yang ku habiskan untuk berpikir tentang dia. Aku yang saat ini terpisah ribuan kilometer darinya, kini mendengar suara orang yang menghantui mimpi malamku selama seminggu terakhir.
‘’ Sorry aku bohong tadi pada ayah mertua-mu. Ini Maria. ‘’
Saat dia mengeluarkan suara, dia terdengar sama gugupnya dengan aku. Dua menit kemudian, percakapan selesai. Aku dan dia tak bicara banyak, namun itu cukup untukku. Aku tak pernah tahu kalau dia merasakan sesuatu yang bernama CINTA untukku atau tidak, aku tak perduli. Dia adalah cinta-ku. Kelihatannya agak idiot, tapi itulah kenyataannya.

Ku kenal dia semenjak aku kecil. Dia tinggal sekampung dan juga segereja denganku. Saat usiaku menginjak masa remaja, aku mulai mengenal dia lebih dekat, sebab kakaknya pacaran dengan sepupuku.
Saat itu aku adalah seorang gadis remaja yang sangat kelelaki-lakian, dan senang mengganggu orang. Dan yang selalu menjadi korban tetapku, adalah sepupuku dengan pacarnya. Suatu hari, mungkin karena bosan di ganggu terus, sepupuku meminta dia untuk membuatku jatuh cinta pada seseorang, mereka lalu taruhan.

Dia kemudian mulai memasang perangkapnya, dengan memberi aku perhatian ekstra yang kemudian berhasil membuat aku bertekuk lutut tak berdaya seperti seorang gadis bodoh. Aku jatuh cinta setengah mati kepadanya, dan bagiku, saat itu adalah merupakan saat yang terindah.Aku serasa melayang di awan, dan saat aku menerima kado ulang tahun dan sepucuk surat cinta darinya, aku merasa sangat istimewa, betapa bodohnya!.

Kemudian, dia menyakiti aku. Aku patah hati dan sedih, aku menangis sambil membakar kado yang dia berikan untukku. Cerita indah pertama di masa remaja selesai sudah, aku akhirnya melewati proses normal anak remaja, merasakan apa dan bagaimana jatuh cinta dan patah hati itu.
Tiga tahun kemudian, aku dan dia kembali menjadi sangat dekat, namun dengan situasi yang sangat berbeda. Kami sama-sama telah menjadi dewasa, berubah bersama dengan waktu. Namun, ada satu dari dalam diriku yang tak berubah, yaitu aku masih menyimpan perasaan yang sama untuknya. Namun dia tak bisa menjadi milikku. Dia memilih untuk menikahi orang lain, aku juga. Namun, hingga hari ini, aku masih selalu ingat dia. Ku pikir, aku adalah seseorang yang sangat bodoh, dan CINTA yang membuatku jadi seperti itu.

Namun, aku tak berdaya, aku tak bisa menghindari diri dari semua itu. Pernah beberapa kali ku coba dan bahkan ku paksa diriku untuk menghapus bayangannya dalam memoriku, aku tak pernah bisa.
Hari ini, setelah hampir 4 tahun aku tak pernah lagi melihat dia dan mendengar suaranya, ku putuskan untuk menelpon dia.

                                              **************************************

Terdengar suara lembut lewat pengeras suara yang memperingatkan para penumpang pesawat tujuan Manado untuk segera memasuki ruang tunggu, sebab pesawat akan berangkat dalam waktu 20 menit yang akan datang. Ku kemasi bagasi tanganku yang agak sedikit berat, dan berjalan memasuki ruang tunggu.
Saat melewati pintu pendeteksi, mataku menangkap sesosok bayangan yang sepertinya sudah ku kenal, sedang duduk di sudut ruang tunggu. Hatiku mulai berdebar tak menentu, sedetik kemudian, aku tak bisa mempercayai penglihatanku. Dia, subyek penderitaanku kini berada di hadapanku. 

Suatu kebetulan yang tak biasa, dan juga tak bisa ku sangkal kalau itu membuat hatiku berdesir indah, tepat seperti yang ku rasakan dulu, saat pertama kali jatuh cinta kepadanya. Ku lihat juga dia tak bisa menyembunyikan kekagetannya, ku coba lalu untuk bersikap normal dengan menyapanya duluan.

“ Hai Don ! apa kabar ? kok ada di Singapura ? ngapain di sini ? ‘’ Tak sadar ku hujani dia dengan pertanyaan.
‘’ Maria !! aku baik-baik saja. Kamu sendiri, ngapain di sini ? ‘’
‘’ Aku hanya transit, Don. Aku baru sampai 2 jam yang lalu dari Amsterdam. Mana istri dan anakmu ? ‘’
‘’ Mereka ada di Bitung, aku sendiri berada di Singapura untuk urusan kerja. Kamu sendiri, mana suami dan anak-anakmu ? ‘’
‘’ Mereka nggak ikut, sekarang kan masih belum musim liburan. ‘’
Sejenak, tercipta keheningan di antara kami berdua. Ku lihat dia menatap aku dengan cermat, lalu berucap lirih,
‘’ kamu masih sama seperti dulu, Maria. Hampir tak berubah sama sekali. ’’ aku hampir tersedak mendengar mendengar semua itu.

Terdengar kembali panggilan lewat pengeras suara, meminta kepada semua penumpang pesawat Silk-air tujuan Manado untuk segera memasuki pesawat. Aku beranjak bangkit, dan ku rasa ada tangan Donny yang memegang tanganku spontan,
’’ Biar ku bawa bagasimu ! ’’
Setelah hampir 4 jam terbang, kami tiba juga akhirnya di Manado. Kami tak bisa bicara lagi selama penerbangan, karena tempat duduknya terpisah jauh dariku.

Aku merasa ada yang aneh saat menuruni tangga pesawat, dan aku tahu apa itu. Setelah hampir 4 tahun tak pulang ke Manado, saat menghirup udara nyaman yang bercampur dengan wangi pepohonan seperti ini, aku jadi tak biasa lagi.
Aku sedang melangkah menuju ruang pengambilan bagasi saat terdengar suara panggilan di belakangku ’’ lagi-lagi dia ! ’’ pikirku dalam hati

’’ Maria ! kamu mau ku antar ke rumah orang tuamu ? aku punya mobil yang ku tinggalkan di pelataran parkir airport, dan kebetulan juga, aku tak langsung pulang ke rumahku. ’’
Aku menatap Donny heran, ’’ Mengapa kamu tak langsung pulang ke Bitung ? ’’
aku takut dia merencanakan sesuatu.

‘’ Aku harus singgah di rumah Ibuku, Deany dan anak-anak akan datang ke sana hari ini. Lagipula, aku terlalu capek untuk bisa bawa mobil pulang ke Bitung. ‘’
Aku menatapnya sekali lagi, mencoba untuk mencari apa yang tersembunyi di hati lewat mata bagusnya, dan ku temukan ada ketulusan di sana. 
‘’ Okey deh ! tapi….’’
‘’ Eiiitt…!! Tidak ada tapi-tapian !! sekarang biar ku bantu kamu untuk mencari bagasi-bagasi kita. ‘’ Donny memotong kata²ku sebelum aku selesai bicara. 
Saat dia mengucapkan kata ‘kita’, aku merasa ada sesuatu yang menusuk hatiku. Ku tahu, bahwa itulah yang sebenarnya ku inginkan. Ku ingin membentuk sebuah keluarga dengannya, ingin bersama dengan dia, namun dulu ada rasa egois yang terlalu besar di hati kami masing-masing. Rasa egois yang akhirnya mengalahkan semua keinginan² yang lain. Padahal, aku ingin sekali berada di sisinya, bangun setiap pagi dan berucap ‘ selamat pagi sayang..’

‘’ Maaf ? kamu bilang apa, Maria ? aku tak mendengar dengan jelas. ‘’ ternyata tak sadar aku sudah tak lagi bicara dalam hati.
‘’ Tidak apa-apa. Aku hanya menggerutu kesal lihat antrian panjang untuk check paspor ‘’ dustaku.

Akhirnya, semua urusan selesai sudah. Aku dan Donny melangkah keluar dari ruang tunggu Airport Sam Ratulangi, Manado. Di luar, langit mulai menjadi kelabu, seperti biasanya di bulan Desember. Aku tak mengerti mengapa Aline adikku memilih untuk merayakan pesta pernikahannya di bulan Desember seperti ini yang selalu basah dan hujan hampir setiap hari. Di pelataran parkir, ku lihat Donny menghampiri sebuah Toyota Corolla berwarna hitam keabu-abuan dan membukannya.

‘’ Cinderella ! kereta anda sudah siap. Silahkan masuk ke dalam, dan maafkan hamba atas ketidak nyamanan kereta ini. Harap maklum..dia sudah agak tua, Princess !! ‘’ Donny tersenyum bercanda padaku, dan aku menjadi heran, karena ku dapati diriku menjadi lebih bersemangat dan gembira mendengar dia berkata seperti itu.

Perjalanan menuju kampung kecil kami hanya memakan waktu kira-kira 15 menit dari Airport. Donny memberhentikan aku tepat di depan rumah milik orangtuaku. Tak ku sangka, ternyata ada banyak anggota keluargaku di sana. Di saat Donny membantu aku menurunkan semua bagasi² milikku, ada berpasang² mata yang menatap kami aneh. Semua orang di keluargaku kenal siapa Donny, dan mereka juga tahu bahwa aku dan dia pernah menajlin hubungan kasih dulu. Ku lihat Aline datang menghampiri,

‘’ Apa yang terjadi padamu, Kak ? ‘’ ku peluk Aline penuh rindu
‘’ Apa maksudmu, Line ? ‘’
‘’ Pssstt..itu..tu..kok si Donny yang ngantar kamu ? ‘’
‘’ Ooo..itu…’’ tak sadar aku jadi tersipu malu. ‘’ Kebetulan aku dan dia naik pesawat yang sama dari Singapura, trus dia nawarin untuk ngantar aku ke sini, emangnya salah ? ‘’
Aline tersenyum meledek, ‘’ Oooo..gitu, ya ?!..sstt…dia datang ! ‘’
‘’ Don, makasih ya sudah ngantar aku ke sini. Salam buat istri dan anakmu, juga buat Ibu dan ayahmu ! ’’
Dia hanya melemparkan senyum ramah yang sangat simpatik, ’’ aku akan sampaikan, Maria. Kalau begitu, aku pamit dulu, ya ? ’’
’’ Dan jangan lupa datang ke pesta pernikahanku, udah dapat undangannya, kan? ’’ tambah Aline. Donny mengangguk mengiyakan, lalu masuk ke dalam mobilnya dan berlalu pergi di iringi pandangan² penuh tanda tanya semua keluargaku.
Baru saja aku memasuki pintu rumah, semua orang mulai bercanda meledek aku, dengan melontarkan pertanyaan mereka tentang kebersamaan yang mereka saksikan tadi antara aku dan Donny.

                                                **************************************

Tangan Donny terasa hangat memeluk badanku sementara kami berdansa katrili mengitari ruangan. Ku coba untuk tersenyum, dan tak menggubris debar-debar aneh yang mendadak muncul di dalam hatiku. Ku pandangi sekeliling ruangan, mengamati para pelayan restoran yang sibuk melayani, dan pemain musik yang sedang bermain di atas panggung kecil yang spesial di sediakan untuk mereka.

Aku merasa sangat puas dengan hasil kerjaku. Aline meminta aku untuk mengorganisir pesta pernikahannya, dan itu ku lakukan dengan sempurna hingga detik ini. Kesempurnaan, itu seakan menjadi sebuah obsesi bagiku. Aku memang agak perfeksionis untuk hal-hal semacam ini. Apalagi, saat ini adalah merupakan moment terpenting bagi adikku satu²nya. Suara musik terdengar mulai mengecil. Aku melepaskan diri dari Donny, walaupun ada rasa enggan di hatiku. Ku lirik istrinya yang duduk di dekat Ibu Donny, dan ku dapati wanita itu tengah menatapku dengan mata membara. Sejak dulu, Deany istri Donny itu memang selalu menganggap aku sebagai saingan potensial yang sewaktu² bisa merampas Donny dari tangannya. Tapi itu dulu, sewaktu mereka masih pacaran. Tapi tak ku sangka itu masih berlangsung sampai sekarang.

Kembali terdengar suara musik lembut mengalun melagukan instrumental ’ I understand ’-nya Herman Shermits. Aku hampir tak bisa menahan diriku untuk tidak pergi berlari memeluk Donny. Lagu itu adalah lagu kenangan di mana untuk yang pertama kalinya aku berdansa, dan itu dengan Donny. Walaupun waktu itu aku sempat beberapa kali menginjak kakinya karena aku tak pernah berdansa sebelumnya. 
Ku lihat dari seberang, Donny menatapku dengan pandangan yang aneh, dan itu membuat aku teringat 8 tahun yang silam, saat untuk yang kedua kalinya dia mengungkapkan rasa sayangnya kepadaku. Jadi, dia menyadari perasaanya. Dia tahu hal itu, dan dia mengerti bahwa antara kami masih ada sesuatu yang tak terselesaikan. Dan, saat mereka pamitan untuk pulang, Donny mendekati aku dan berbisik pelan, ‘’ aku akan menelpon-mu besok sore jam tiga. ‘’

Keesokan harinya, dia benar² menelpon aku. Dia bilang, bahwa dia ingin bertemu denganku, dan bicara secara pribadi. Aku hanya mengiyakan, dan kami memutuskan untuk bertemu di sebuah hotel kecil di kota Tomohon.
Aku menjadi tak sabar menunggu saat pertemuan itu. Aku tahu semenjak aku bertemu dengannya di Singapura, bahwa cerita di antara kami tak akan pernah selesai begitu saja. Sampai akhirnya hari yang di tentukan tiba, aku merasa seperti seorang ABG yang baru pertama kali jatuh cinta, aku sangat gugup.
Aline menghampiri aku saat aku tengah berpakaian di kamar. Dia tampak memperhatikan aku dengan cermat, dan aku kenal dia. Dia pasti sudah menangkap ada sesuatu yang aneh padaku.
’’ Kak Maria, aku.......’’
’’ Aku merasa ada sesuatu yang aneh dari dirimu, kamu pasti menyimpan rahasia dariku ! ’’ sebelum Aline selesai berkata, aku sudah melanjutkan apa yang mau dia katakan. Aline menggamit bahuku, dan berkata pelan,
’’Ada apa sebenarnya, Kak ? sejak dulu kita selalu berbagi cerita dan tak pernah menyimpan rahasia sekecil apapun. Setelah hampir 4 tahun tak bertemu, itu bukan artinya kakak harus menghindari aku dan tak mau mengutarakan beban di hati kakak ! ’’
’’ Ini tentang Donny, Line. ‘’ aku berucap pelan
‘’ Aku tahu, dan semenjak dulu aku tahu bahwa di antara kalian berdua masih ada sesuatu yang tersisa. ‘’ Adikku itu memang adalah orang yang paling mengenal diriku.
‘’ Aku ada janji dengannya hari ini, dia bilang dia ingin bicara denganku secara pribadi. Aku tak tahu kalau apa yang akan aku lakukan nanti benar atau salah, Line. ‘’
‘’ kamu harus pergi, Kak. Untuk bisa memastikan dan memutuskan semua cerita yang belum selesai di antara kalian berdua. Kakak harus pergi, untuk mencari tahu kebahagiaan kakak ada di sini, dengan Donny, atau di Belanda, dengan Klaus. ’’
’’ Terima kasih, Line. Kamu adalah satu²nya orang yang bisa memahami aku. ’’
’’ Aku tahu ! jangan lupa, aku kan adikmu !! ’’ Aline lalu memelukku erat-erat.

Saat aku tiba di hotel, Donny sudah menunggu aku di sana. Aku sedikit gemetar, tak tahu apa yang nanti bisa ku bicarakan dengannya.
’’ Maafkan aku, Don. Aku agak terlambat, kamu sudah dari tadi menunggu ? ‘’ aku mencoba untuk sedikit mencairkan suasana.
‘’ Tidak juga. Ayo kita ke atas, aku punya sesuatu yang hendak ku tunjukkan kepadamu. ‘’ dan aku tak mampu menolaknya. Aku tak tahu lagi apa yang terjadi, dan siapa yang memulai. Yang ku tahu, begitu pintu kamar hotel menutup, kami berdua menghambur dalam kelaparan liar yang tak terkendalikan lagi. Aku berada dalam dekapan Donny, dia lalu memondong aku ke tempat tidur. Semua hal tiba-tiba menjadi tak penting kecuali pelukan hangat Donny dan kenyamanan yang aku rasakan. Setelah semuanya selesai, kami berdua terbaring saling memeluk erat, dan aku berpikir dengan penuh kebahagiaan, ‘ cinta-ku ada di sini’.

                                  ******************************************************

Dua hari sesudah itu, aku harus kembali ke Belanda. Aku bicara banyak hal dengan Donny, dia meminta aku untuk mengajukan permohonan cerai pada Klaus. Dia bilang, bahwa dia akan mengajukan permohonan cerai pada istrinya secepat mungkin. Aku lalu memutuskan untuk menelpon suamiku, tapi Tray anak tertuaku yang mengangkat telpon.
‘’ Hallo Mama ? pulang cepat, dong ! Tray sama Sean rindu skali sama Mama ! ‘’
Aku tersenyum mendengar rengekan manja Tray. 
’’ Iya sayang, Mama kan  lusa nanti sudah ada di rumah. Mana adik dan Papamu ? ‘’
‘’ Mereka pergi belanja di supermarket, tadi malam Papa bobok dengan foto Mama, pulang cepat ya, Ma ? kita semua sudah rindu banget, nih ! apalagi sama masakannya Mama. Tau nggak, Ma, kemarin Papa masak dan Doggie yang
bantu Tray sama Sean habisin ‘tartiflette’ Papa yang rasa permen karet !! ‘’

Aku tersentak, hatiku mendadak menjadi sedih mendengar suara manja anakku. Aku telah mengkhianati suami dan anak-anakku. Aku hanya menuruti perasaanku dan rasa ego yang berlebihan, tanpa memikirkan hal² yang lain. Tiba-tiba ada rasa berdosa yang mulai menjalari hatiku, dan aku di hadapkan pada sebuah dilema ; melanjutkan tinggal dengan suami dan anak-anak yang mencintai-ku, atau pergi dengan laki-laki yang memiliki hatiku dan harus kehilangan anak-anakku ? aku tak tahu lagi.

                                  ************************************************************

Terdengar bunyi lewat pengeras suara yang meminta para penumpang pesawat Singapore Airlines untuk mengenakan sabuk pengaman, melipat meja, dan menegakkan sandaran kursi, karena dalam waktu 7 menit, pesawat akan mendarat di airport Schipol, Amsterdam.
Di ruang tunggu, ku lihat suami dan kedua anakku sedang menunggu di sana. Klaus menatap aku rindu, sedangkan kedua anakku meloncat kegirangan saat aku melangkah keluar menemui mereka.
Aku sudah mengambil keputusan, walaupun aku sebenarnya tak yakin. Aku akan kembali ke sisi suamiku, mencoba utk memaksa agar cinta bisa muncul di hati untuknya, karena aku tak ingin kehilangan kedua anakku, terutama tak ingin merusak hidup mereka.

 Aku akan mencoba sekali lagi untuk melupakan Donny dan semua yang terjadi di antara kami saat yang lalu. Donny sebenarnya merasa berat dengan keputusan yang ku ambil, tapi ku katakan padanya, bahwa cinta itu bukan berarti harus memiliki segalanya, dan dia mengerti. Kami berdua saling berjanji untuk menyimpan rahasia tentang apa yang terjadi antara kami berdua sewaktu aku berada di Manado, dan mencoba untuk tak mengulangi kesalahan yang
sama saat kami bertemu lagi di suatu hari nanti. Satu yang ku sesalkan, aku tahu bahwa rasa bersalahku karena telah mengkhianati Klaus satu kali, akan terus menghantui sampai aku mati nanti.